Bab 5. Surat Perjanjian

1415 Kata
Elfan dan Samuel, berjalan masuk ke dalam kantor. Seperti perintah Elfan, mereka tidak ke rumah. Melainkan ke kantor agar tidak bertemu kakeknya. Elfan yang sudah ada di lantai tiga itu berjalan masuk ke ruangannya. Begitu Elfan baru membuka pintu, betapa terkejutnya dia. Sang Kakek sudah ada di dalam kantornya sedang berdiri membelakangi pintu. Membuat Elfan tercengang melihatnya. "Kakek?! Bukankah Kakek ada di rumah?!" tanya Elfan yang berjalan masuk. Samuel mengikutinya di belakang. "Dari mana saja kau? Bukankah tadi Kakek menyuruhmu ke rumah. Kenapa kau malah pergi ke kantor?" tanya kakeknya sembari membalikkan badan melihat Elfan. "Kakek sendiri kenapa ada di kantor? Aku mau memeriksa laporan. Kalau aku sudah selesai aku akan segera menemui Kakek," kata Elfan dengan malas yang berjalan menuju meja kerjanya. "Sudah ... sudah! Kau tidak perlu lagi memeriksa laporan. Aku akan menyuruh Sam memeriksanya. Sekarang kau harus ikut denganku!" "Hah?!! Sam?!" Elfan menoleh ke arah Sam cepat. Sam pun hanya menaikkan kedua bahu tanda tidak tahu apa-apa. "Laporan sudah beres! Sekarang kau harus cepat bersiap!" pinta kakeknya sekali lagi. "Tunggu, Kek! Memangnya mau ke mana?!" "Ke mana lagi? Tentu saja ingin menjemput gadis bernama Mutiara itu!" jawab kakeknya mantap. Elfan pun terhenyak mendengar kakeknya itu. "Apa maksud Kakek?! Untuk apa?" "Untuk menikah denganmu?! Memangnya untuk apa lagi?!" "Kek! Aku sudah bilang aku tidak mau menikah dengannya!" "Lalu tujuanmu membawanya ke dalam mobilmu tadi apa?" tanya sang Kakek. Lagi-lagi Elfan terkejut dibuatnya. "Kakek sedang memata-mataiku?!" "Kalau iya memang kenapa? Tadi Kakek juga tahu kalau kau ke rumah Mutiara itu." "Kek, tadi tujuanku ke sana untuk mengatakan padanya kalau aku tidak akan menikahinya! Dia pun juga menolak pernikahan perjodohan ini!" "Tidak perlu malu-malu begitu. Tadi begitu melihatmu membawa Mutiara ke mobilmu, Kakek sudah menemui om dan tantenya. Kakek juga sudah menentukan hari pernikahanmu dengannya. Jadi kau hanya tinggal terima beres saja," kata Kakeknya nampak tenang. Elfan tercengeng mendengar ungkapan kakeknya itu. "Kakek kenapa sampai berbuat seperti itu padaku?!" "Aku kan sudah bilang, kalau kau tetap akan menikah!" "Aku tidak mau!" bantah Elfan. "Aku sudah tahu kau akan mengatakan begitu. Kalau kau tidak mau menikah, aku akan mengambil semua sahamku dari Mega Food ini. Sekalian kau harus pergi ke Singapura saja untuk mengurus restoran kecil yang ada di sana," tegas sang Kakek lagi. Elfan semakin mengangakan mulutnya lebar-lebar tidak menyangka. "Apa kakek akan berbuat sejauh ini?!" "Kalau itu bisa membuatmu menikah, kenapa tidak?" ujar kakeknya dengan santai. Elfan benar-benar tidak habis pikir mendengarnya. Ia sampai tidak bisa lagi membalas ungkapan kakeknya itu. Membuat Elfan hanya terdiam dan kebingungan. "Kau tinggal pilih, menikahi gadis bernama Mutiara itu, atau kau ke Singapura. Pilihan yang gampang tentu saja menikah, bukan?" kata kakeknya dengan tersenyum licik. Setelah mengatakan begitu sang kakek pun berbalik. Ia berjalan menuju keluar ruangan. Sedangkan Elfan, hanya terdiam dan masih tidak percaya dengan semua ini. Kakeknya berhenti sejenak dan kembali melihat Elfan. "Apa lagi yang kau tunggu? Ayo, cepatlah ikut!" pinta kakeknya sekali lagi. *** Sesuai rencana kakek Elfan, mereka sekali lagi menemui Mutiara dan keluarga Harimurti. Tanggal pernikahan sudah ditentukan. Elfan maupun Mutiara sama-sama tidak berkutik. Pada akhirnya mereka terpaksa menikah. Saat ini, Mutiara sedang berada di sebuah ruangan yang ada di dalam rumah Adiwijaya. Di dalam ruangan tersebut, Mutiara duduk di sofa, berhadapan dengan Elfan yang memperhatikan ponsel. Tentu saja Samuel berdiri di samping Elfan yang duduk dengan berwibawa itu. Mutiara memperhatikan Elfan dengan tatapan sebalnya. "Aku heran dengan orang kaya. Kenapa mereka bisa mengubah-ubah keputusan dengan seenaknya? Katanya tidak setuju menikah. Tapi pada akhirnya setuju juga," kata Mutiara yang seolah berbicara sendiri. Padahal ditujukan pada Elfan. Elfan masih nampak tenang dan melihat ponselnya. "Aku heran dengan orang miskin. Kenapa mereka bisa melakukan apa pun demi uang?" balas Elfan masih memperhatikan layar ponsel. Mutiara pun menautkan kedua alisnya kesal. "Enak saja! Aku memang miskin! Tapi aku tidak melakukan apa pun demi uang! Yang merencanakan semua itu adalah om dan tanteku yang jahat! Aku tidak terlibat!" Mutiara nampak tidak terima. Elfan pun mengangkat kepala dan melihat Mutiara. "Yang ku maksud adalah dirimu. Kamu bekerja di restoran mereka hanya untuk menyambung hidup? Bahkan disiksa seperti apa pun kamu diam saja. Apa tidak ada tempat kerja lain?" "Bukan begitu! Aku sendiri juga terpaksa! Aku tidak bisa keluar dari sana. Aku—" "Kalau kamu tidak bekerja di sana, pernikahan ini pasti tidak akan terjadi. Sayang kamu sangat bodoh, mau dijadikan boneka oleh mereka," potong Elfan yang kembali fokus pada ponselnya. Mutiara pun semakin kesal dibuatnya. Tapi percuma saja. Dijelaskan seperti apa pun Elfan tetap tidak akan mau mendengarnya. Mutiara hanya menghela nafas panjang berusaha membuang emosinya. "Kamu juga orang kaya, tapi tetap tidak bisa berbuat apa-apa atas perintah kakekmu. Bukankah kamu sama saja?" balas Mutiara. Elfan kembali menghentikan melihat ponselnya. Ia meletakkan ponsel dan menatap Mutiara dengan tajam. "Baiklah! Tidak perlu basa-basi lagi! Tujuanku membawamu kemari adalah ingin menawarimu sesuatu!" tegas Elfan. Elfan lalu menoleh ke arah Samuel. "Sam!" panggil Elfan pada Samuel yang masih berdiri di sampingnya. Samuel langsung mengerti perintah Elfan. Ia pun meletakkan dokumen yang dibawanya dari tadi ke arah meja antara Mutiara dan Elfan. Sam lalu membuka dokumen itu dan menunjukkannya pada Mutiara. Mutiara melihatnya. "Apa ini?" tanya Mutiara. "Ini adalah surat perjanjian kontrak. Kita memang menikah. Tapi kita hanya terpaksa melakukannya. Jadi, di antara kita tidak ada hubungan apa pun. Di dalam surat itu juga sudah tertera lama kontrak kita menikah. Hanya satu tahun. Kita buktikan pada keluarga kita kalau kita memang tidak cocok meskipun sudah menikah." "Bagaimana caranya kita membuktikan kalau kita tidak cocok? Sekarang saja kita tidak cocok tapi mereka tetap menginginkan kita menikah, bukan?" tanya Mutiara. "Maksud Tuan Elfan, setelah menikah nanti kalian bisa saling bertengkar, atau salah satu dari kalian pura-pura selingkuh supaya tuan besar akhirnya percaya kalau kalian tidak cocok," jelas Samuel. "Lalu, siapa yang harus selingkuh?" tanya Mutiara lagi dengan polosnya. Elfan menghela nafas panjang dan mengalihkan pandangannya dari Mutiara. "Dia benar-benar gadis polos dan lugu sekali!" gumam Elfan dalam hati geram. "Itu bisa diatur Nona. Nanti saya bisa membayar orang untuk jadi selingkuhan Nona." "Aku?! Jadi aku yang harus selingkuh?! Kenapa harus aku?! Aku saja belum pernah pacaran sama sekali?!" sanggah Mutiara. "Karena aku tidak mungkin selingkuh," ujar Elfan masih melihat ke arah ponselnya. Mutiara pun mengernyitkan wajah menunjukkan rasa kesal melihat Elfan. "Dasar orang kaya yang mau menang sendiri," gumam Mutiara sangat pelan. "Aku bisa mendengarmu," kata Elfan masih memainkan ponselnya. Mutiara semakin menundukkan kepala. "Kenapa telinganya sangat tajam?" lirih Mutiara semakin pelan lagi. "Aku masih bisa mendengarmu," kata Elfan dengan nada santai. Mutiara pun menyerah. Ia hanya bisa menggerutu di dalam hati. Menahan rasa kesalnya. Ia kembali membaca surat kontrak perjanjian pernikahan tersebut. Elfan pun diam-diam melirik Mutiara yang kembali membaca perjanjian kontrak tersebut. "Apa lagi yang kamu baca? Sudah tidak ada lagi yang perlu dipahami," ujar Elfan. "Kalau aku menyetujui perjanjian kontrak ini, apa untungnya bagiku?" tanya Mutiara kembali. Lagi-lagi Elfan menghela nafas panjangnya geram. "Apa kamu tidak bisa membaca di bagian akhir surat itu? Aku akan memberimu sejumlah uang setelah kita bercerai," jawab Elfan. Mutiara pun segera menautkan kedua alis. "Aku kan sudah bilang, aku tidak mau uangmu!" tolak Mutiara. "Kenapa kamu sangat bodoh? Memangnya setelah cerai, kamu akan kembali pada keluarga jahat itu lagi?!" tanya Elfan. Mutiara pun langsung menormalkan wajahnya. Ia memutar bola mata ke atas dan berpikir. Elfan lagi-lagi menggelengkan kepala melihat gadis polos yang bau kencur di depannya itu. "Kamu bisa menggunakan uang itu untuk lari dari om dan tantemu itu!" "Benar juga! Aku juga bisa melunasi hutang kedua orang tuaku," gumam Mutiara dalam hati. "Dan satu lagi!" kata Elfan membuat Mutiara kembali fokus pada Elfan. "Ini surat perjanjian hanya kita yang tahu! Jangan sampai ini bocor pada keluargamu. Apalagi kakekku," tambahnya. "Tentu saja aku akan tutup mulut!" balas Mutiara. Mutiara lalu melirik ke arah Samuel yang berdiri di samping Elfan itu. "Tapi, apa Bapak ini bisa dipercaya?" Mutiara mempertanyakan Samuel. "Tenang saja! Sam sudah seperti kembaranku sendiri. Tentu saja dia di pihakku," jawab Elfan. Mutiara kembali mengangguk-anggukkan kepala tanda mengerti. "Bagaimana? Kamu siap tanda tangan?" tanya Elfan sekali lagi. "Aku punya satu syarat!" "Katakan!" "Meskipun kita menikah, aku tidak ingin kalau kita—" "Jangan harap!" potong Elfan. "Hei! Aku kan belum selesai berbicara!" "Kamu mau bilang kita mau berhubungan badan, kan? Yang benar saja. Membayangkannya saja aku sudah mual," ujar Elfan lagi dengan nada remeh. Mutiara pun mengkerutkan kening kesal. Meski Elfan setuju dengan syaratnya, namun caranya berbicara sangat membuat kesal. Mutiara pun hanya bisa mengernyitkan wajahnya dalam-dalam sambil menahan emosi. "Baiklah! Kalau begitu, kita akan menikah kontrak selama satu tahun!" kata Mutiara mantap.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN