Karena kejadian Mutiara di siksa itu, Elfan jadi kasihan. Ia menyuruh Sam untuk membawa Mutiara. Awalnya Mutiara tidak mau, tapi begitu Om dan Tantenya tahu kalau Elfan yang menyuruh membawa Mutiara, mereka pun memaksa Mutiara agar ikut dengan Sam. Mungkin saja Elfan berubah pikiran dan tetap akan menikahi Mutiara?
"Kenapa kamu membawaku ke dalam mobilmu? Apa pembicaraan kita belum selesai?" tanya Mutiara pada Elfan di dalam mobilnya.
"Kalau aku tidak membawamu, kamu bisa mati karena disiksa mereka berdua," jawab Elfan yang duduk tenang dan memperhatikan ponselnya.
"Aku sudah biasa." Mutiara memutar kedua matanya ke atas sembari menyedekapkan kedua tangan. "Lagi pula kalau aku mati apa urusanmu? Bukankah kamu senang? Jadi kamu tidak dipaksa menikah lagi denganku, kan?"
"Apa ini yang kamu katakan pada orang yang menolongmu?"
Elfan berbicara pada Mutiara, namun tidak menoleh ke arahnya. Ia terus memperhatikan ponsel. Seolah-olah sedang mengabaikan Mutiara.
"Dia sendiri juga bersikap begitu! Mana ada orang yang menolong, tapi sikapnya sangat menyebalkan seperti ini!" gumam Mutiara berbicara sangat pelan. Hampir tidak kedengaran.
"Aku bisa mendengarmu," kata Elfan dengan nada santai. Mutiara menoleh ke arah Elfan sejenak. Lalu ia mendengus kesal dan kembali mengalihkan wajahnya.
"Tajam juga pendengarannya," gumam Mutiara lagi. Kali ini lebih pelan dari sebelumnya.
"Aku juga masih bisa mendengarmu," kata Elfan lagi nampak tenang melihat layar ponselnya.
Mutiara menoleh ke arah Elfan cepat! Ia pun semakin kesal dan akhirnya tidak berbicara lagi. Hanya mengumpat dalam batin. Mutiara lalu kembali mengalihkan muka. Ia kemudian meniup lengannya yang terkena luka gores saat om dan tantenya tadi memukulnya. Elfan diam-diam memperhatikannya.
"Kenapa tidak lapor polisi?" tanya Elfan lagi. Mutiara menoleh ke arah Elfan lagi.
"Kamu berbicara padaku?" Mutiara justru balik bertanya.
Elfan melihat Mutiara. Ia memberikan tatapan dingin dan memalingkan wajahnya lagi. Ia kembali memperhatikan ponselnya.
"Memangnya di dalam mobil ini ada siapa lagi? Monyet?" tanya Elfan.
Mutiara membelalakkan kedua matanya lebar-lebar. Ia kesal sekali dikatai Elfan monyet! Namun, Mutiara tidak membalasnya. Bagaimanapun juga, kali ini Elfan sudah menyelamatkannya. Ia hanya menghela nafas panjang sembari menahan emosinya.
"Aku pernah kabur dari rumah. Aku juga sudah lapor polisi. Tapi siapa yang bertanggung jawab atas diriku? Aku tidak punya siapa-siapa lagi. Merekalah orang terdekatku. Jadi mau bagaimana lagi? Meski aku lapor polisi, tetap saja aku tidak bisa membayar hutang mereka!"
"Aku tidak mau mendengar kisah sedihmu," kata Elfan lagi. Mutiara kembali menoleh ke arah Elfan cepat.
"Bukannya tadi kamu yang bertanya lebih dulu padaku?!" kata Mutiara kesal.
Elfan diam mengacuhkannya. Ia masih fokus pada layar ponselnya santai. Mutiara benar-benar geram dengan laki-laki matang itu! Ia menggigit bibir dan menahan emosinya. Lalu ia kembali menyedekapkan kedua tangan dan menghadap ke arah jalan.
"Ngomong-ngomong terima kasih sudah menyelamatkanku," kata Mutiara pelan dengan terpaksa.
"Jangan salah paham. Aku memang baik hati. Tapi kamu jangan berpikir aku mau menikahimu," jawab Elfan santai. Mutiara kembali melihat ke arah Elfan.
"Aku, kan juga tidak membahas soal pernikahan!"
"Bagaimana pun, aku tidak akan menikah denganmu. Apa kamu paham?"
"Cih! Siapa juga yang mau menikah denganmu?! Aku sendiri juga tidak akan menikahi Om-om sepertimu!" kata Mutiara lagi.
Elfan kembali diam tidak ingin berdebat lagi. Ia kembali fokus melihat ponselnya. Mutiara pun jadi kembali mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Jadi sekarang kita mau ke mana?" tanya Mutiara memaksakan diri untuk bicara karena kesal.
"Kita? Memangnya aku mengajakmu? Tujuanku hanya membawamu pergi dari tempat itu. Aku akan kembali ke kantor. Terserah kamu mau turun di mana?" balas Elfan. Mutiara semakin tidak habis pikir. Semua kalimat Elfan benar-benar membuatnya kesal.
"Ya sudah! Kalau begitu aku turun di sini!" kata Mutiara dengan nada kesal.
"Jangan bicara padaku. Aku bukan sopirnya," balas Elfan masih dengan nada santai. Mutiara kembali mendengkus kesal untuk mengurangi kekesalannya. Ia lalu menoleh ke arah Sam yang sedang menyetir itu.
"Pak! Tolong berhentikan mobilnya! Aku mau turun di sini!" kata Mutiara lagi.
"Baik, Nona," jawab Sam.
Sam lalu menepikan mobilnya. Hanya butuh beberapa detik mobil berhenti. Mutiara pun keluar dari dalam mobil Elfan. Setelah Mutiara keluar, mobil kembali berjalan.
Mutiara turun di tepi jalan. Setelah ia turun, mobil Elfan kembali melaju meninggalkannya. Ia masih melihat mobil Elfan yang semakin menjauh itu. Mutiara melihatnya dengan tatapan kesalnya.
"Benar-benar menyebalkan! Dasar om CEO sinting!" teriak Mutiara ke arah mobil Elfan yang menjauh itu.
Mutiara lalu menghela nafas panjangnya. Ia berbalik dan berjalan membelakangi mobil Elfan. Mutiara berjalan lemas sembari menundukkan kepala. Salah satu kakinya terseok karena juga sedang terluka.
Sedangkan dari dalam mobil, Elfan memperhatikan dari kaca spion yang mengarah ke belakang. Ia memperhatikan Mutiara yang berjalan dengan terseok itu. Membuat Elfan menautkan kedua alisnya. Ia juga melihat dengan jelas Mutiara berjalan kembali ke arah rumahnya. Elfan pun menggeleng-gelengkan kepalanya pelan beberapa kali.
"Dasar gadis bodoh. Memangnya dia mau kembali ke rumah itu?" gumam Elfan pelan berbicara sendiri.
"Iya, Tuan? Apa Anda mengatakan sesuatu?" tanya Sam yang tiba-tiba mendengar Elfan sedang bergumam. Elfan terhenyak baru sadar kalau ia berbicara sendiri.
"Ah! Tidak. Aku hanya bicara sendirian," kata Elfan yang kembali mengeluarkan ponselnya.
"Sekarang kita mau ke mana, Tuan?"
"Ke mana lagi? Tentu saja ke kantor."
"Apa kita tidak pulang ke rumah dulu? Tadi Tuan besar menyuruh Tuan untuk menemuinya."
"Tidak perlu. Paling-paling kakek menyuruhku pulang untuk mendesakku menikah lagi. Lagi pula, banyak laporan yang harus aku kerjakan."
"Baik, Tuan," jawab Sam.
Elfan pun kembali fokus pada ponselnya. Ia memeriksa beberapa dokumen yang harus ia kerjakan. Ada banyak produk juga yang harus ia uji coba. Ada banyak taken kontrak yang harus ia jalankan.
"Tuan?" Tiba-tiba Sam kembali memanggil Elfan. Membuat Elfan mengalihkan fokus dari ponselnya.
"Ada apa?" tanya Elfan dengan masih memperhatikan ponsel.
"Eee ... kemarin, saya melihat ada kabar tentang Nona Mirna," kata Sam yang terdengar ragu-ragu.
Seketika itu, Elfan langsung tercekat. Ia berhenti membaca laporan yang ada di ponsel. Pandangannya memang ke arah ponsel, namun pikirannya melayang. Ia kemudian melihat ke arah Sam yang sedang menyetir.
"Saya lihat beritanya di media, kalau Nona Mirna sedang melakukan pameran lukisannya yang terbaru, Tuan. Mungkin, Tuan ingin melihat beritanya juga?" tanya Sam lagi. Elfan terdiam sejenak. Butuh beberapa waktu untuk ia menjawabnya.
"Tidak perlu," jawab Elfan setelah beberapa detik.
Sam pun mengerti. Ia kembali menyetir. Sedangkan Elfan, sudah tidak bisa lagi fokus pada laporannya. Ia memasukkan kembali ponsel ke dalam saku.
Elfan kemudian melihat ke arah jendela yang tembus dengan pemandangan jalanan yang bergerak. Pemandangan luar yang ia lihat teramat sepi dan sunyi. Sama dengan hatinya saat ini.