Bab 6. Hanya Satu Tahun

1530 Kata
Di kediaman keluarga Adiwijaya, hari ini ruang tamu nampak penuh. Ada keluarga Harimurti dan Mutiara. Juga tentunya Kakek dan Elfan sebagai pihak dari Adiwijaya. Tentu Samuel juga selalu ikut. Dua keluarga ini akhirnya sudah menjadi besan. Hari pernikahan Elfan dan Mutiara baru saja selesai malam ini. Sebelumnya sang kakek membuat pesta pernikahan yang cukup mewah. Elfan pun hanya bisa pasrah dengan perlakuan kakeknya tersebut. "Jadi sekarang kita sudah menjadi keluarga," kata Tante Mutiara dengan sumringahnya. Mutiara yang duduk di antara om dan tantenya hanya menundukkan kepala. Sedangkan Elfan, terus mengeratkan gigi gerahamnya menahan kesal. Elfan tahu betul yang diincar mereka hanyalah harta. Hanya saja ia tidak bisa menentang kakeknya. Sehingga Elfan masih harus diam dan suatu saat ia akan membuktikan pada kakeknya itu. "Ya. Kita sekarang adalah keluarga. Mutiara adalah menantu di rumah ini," jawab sang kakek ramah. "Kami titip Mutiara di sini. Kalau dia berperilaku tidak sopan, silahkan di marahi saja," kata om Mutiara. "Tenang saja. Saya bisa melihat Mutiara adalah gadis yang baik. Elfan juga pasti bisa mendidiknya sebagai istri," jawab sang kakek yang juga tersenyum sekadarnya. Elfan mengalihkan pandangannya sembari mendengus remeh. Ia memutar bola matanya ke arah atas. Elfan tidak menanggapi apa pun. Kakeknya pun melihat ke arah Elfan. "Elfan?" panggil sang kakek. Membuat Elfan menoleh ke arah kakeknya. "Kau dengar, kan? Kau harus menjaga istrimu dengan baik," pinta kakeknya. Elfan menghela nafas panjangnya. "Iya ...," jawab Elfan dengan terpaksa. "Bagus! Kalau begitu kami bisa tenang sekarang," kata Tantenya. Elfan mengertakkan giginya kembali. "Jelas saja kalian bisa tenang. Kalian berpikir akan menerima uang dari Mutiara, kan?" gumam Elfan dalam hati dengan kesal. "Jangan khawatir. Kami akan menjaga Mutiara dengan baik," jawab sang kakek lagi. Om dan Tante kembali tersenyum girang. "Kalau begitu kami harus pulang. Kami akan meninggalkan Mutiara di sini," kata om Mutiara. "Oh! Iya, tentu saja!" jawab sang kakek. Mereka semua berdiri. Om dan Tante Mutiara berpamitan sekali lagi. Sang Kakek dan Elfan mengantarkan mereka. Tentu saja Mutiara harus tinggal bersama Elfan di rumah ini. Meskipun dari luar rumah ini nampak sangat megah. Tapi tetap saja, bagi Mutiara rumah ini seperti rumah yang menakutkan dan asing. Mutiara paling sulit beradaptasi di tempat baru. "Mutiara?" panggil kakeknya setelah Om dan Tantenya sudah pergi. Membuat Mutiara menoleh ke arah kakek. "I ... iya, Kek?" "Selamat datang di keluarga Adiwijaya. Kelak, namamu adalah Mutiara Adiwijaya," ujar sang kakek. Mutiara hanya tersenyum canggung menanggapinya. "Kamu sudah menjadi bagian dari keluarga ini. Akan kuperkenalkan anggota di sini. Kamu tentu tahu, Samuel sebelumnya, kan? Dia adalah asisten terpercaya keluarga ini. Dia sudah ikut kami sejak kecil. Anggap saja, Sam seperti keluarga," kata kakek menjelaskan. Mutiara menganggukkan kepala tanda mengerti. "Yang ini, Bi Sumi," kata sang kakek memperkenalkan seorang asisten rumah tangga yang juga berdiri di sana. "Bi Sumi juga sudah bertahun-tahun bekerja di sini. Dia yang mengurus semua keperluan di rumah ini. Kalau butuh apa-apa, minta saja ke Bi Sumi," jelas sang kakek. "Betul, Nona," kata bi Sumi. Bi Sumi tersenyum dan menganggukkan kepala menyapa Mutiara. Mutiara pun membalas sapaannya dengan juga tersenyum dan mengangguk sopan. "Di rumah ini, sudah aku kenalkan padamu semua. Senangkanlah dirimu berada di sini, ya," kata sang kakek lagi. "Iya, Kek. Terima kasih," jawab Mutiara santun. "Ya sudah. Sekarang sudah malam. Istirahatlah," ujar sang Kakek lagi. "Baik, Kek," jawab Mutiara. Kakeknya lalu melihat ke arah Elfan yang dari tadi hanya fokus pada layar ponselnya. Kakeknya menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah cucu satu-satunya itu. Beliau menghela nafas beratnya. "Elfan?!" panggil sang Kakek. Membuat Elfan menoleh ke arah kakeknya. "Apa yang kau lakukan?! Antar Mutiara ke kamar! Bawakan juga kopernya!" pinta kakeknya. "Bi, tolong antarkan dia ke kamar!" kata Elfa menyuruh bi Sumi. "Aku menyuruhmu! Dia ini istrimu!" tegas kakeknya lagi. "Aaah ... tidak apa-apa. Saya bisa bawa kopernya sendiri kok, Kek. Saya akan minta tolong Bi Sumi saja untuk menunjukkan kamar saya," kata Mutiara menolak diantar Elfan. "Mutiara, apa yang baru saja kamu katakan? Tentu saja kamu sekamar dengan Elfan. Kalian, kan pengantin baru," jawab sang kakek. Mutiara tercekat mendengar kakeknya itu. Kedua matanya melebar dan lidahnya mendadak kaku. Ia tidak menyangka kalau ia masih harus mengalami adaptasi yang rumit ini. "Sudah! Kalian pergilah ke kamar kalian. Bi Sumi dan Sam masih banyak pekerjaan," pinta sang Kakek sekali lagi yang berjalan menjauh. "Ta ... tapi ...." Mutiara sudah tidak sempat berkomentar apa pun lagi. Kakeknya bersama bi Sumi dan Sam sudah meninggalkannya berdua saja dengan Elfan. Mutiara lalu menoleh ke arah Elfan. Elfan nampak masih memperhatikan layar ponselnya. Mutiara jadi bingung mau bicara apa? Sikapnya pada Elfan juga masih canggung. Elfan yang melihat layar ponsel itu, berbalik arah. Ia juga perlahan menjauhi Mutiara. Membuat Mutiara heran melihatnya. "Kenapa dia meninggalkanku? Aku, kan tidak tahu kamarku ada di mana?" gumam Mutiara sedang bertanya dalam hati bingung sendiri. Elfan yang sedang berjalan itu menghentikan langkahnya sejenak. Ia memutar balik badannya dan kembali melihat ke arah Mutiara. Elfan menautkan kedua alisnya garang melihat Mutiara. "Kakimu sedang dicor semen, ya?" tanya Elfan. "A ... apa?!" Mutiara masih tidak paham apa yang baru saja Elfan katakan. "Kamu tidak mendengar perintah kakekku tadi? Kamu harus ke kamar sekarang!" ujar Elfan dengan nada dingin. "Jangan lupa bawa kopermu!" tambahnya tidak acuh. Elfan kemudian kembali berbalik badan. "Benar-benar menyusahkan," lirih Elfan berbicara sendiri dengan pelan. Namun, Mutiara masih bisa mendengarnya. Sepertinya Elfan memang sengaja berkata begitu supaya terdengar Mutiara. Membuat Mutiara langsung merasa dongkol dibuatnya. "Kurang ajar! Dia berani mengataiku menyusahkan?! Apa dia tidak sadar kalau yang susah bukan cuma dia?!" umpat Mutiara dalam hati. Mutiara yang menahan rasa kesal itu pun berjalan mengambil koper miliknya. Setelah itu ia menyeretnya dan berjalan mengikuti Elfan. Elfan berjalan dengan santai dan tetap fokus pada ponselnya. Tidak lama Mutiara sudah sampai di depan kamar mewah. Elfan memasuki kamar itu. Sudah tentu itu adalah kamarnya juga. Mutiara ikut masuk ke dalam kamar itu. Saat masuk, Mutiara langsung tercengang melihatnya. Kamarnya benar-benar luas dan bagus. Bahkan lebih bagus dari ruang tamunya di tempat tinggal om dan tantenya. Ranjang di kamar ini sangat besar sekali. Tapi, hanya ada satu ranjang. Mutiara pun langsung membelalakkan kedua matanya dan waspada. Elfan berjalan ke arah ranjang dan menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang dengan santai. Sedang Mutiara masih berdiri dengan memegang pegangan kopernya. Ia tidak tahu harus melakukan apa? "Apa kamu akan terus berdiri di sana semalaman? Tidurlah!" pinta Elfan lagi. Mutiara semakin membelalakkan kedua mata tercekat. "Tidak! Aku tidak mau tidur satu ranjang dengannya!" gumam Mutiara dalam hati. "Jangan harap! Ranjang ini tempat tidurku sendirian!" kata Elfan tiba-tiba. Mutiara pun semakin terkejut mendengar Elfan baru saja. "Aku kan belum mengatakan apa-apa?!" jawab Mutiara pada Elfan. "Gila! Apa dia bisa membaca pikiranku?!" tanya Mutiara dalam hati. "Tidurlah di sofa itu!" Elfan menunjuk ke arah sofa yang tidak jauh dari tempat Mutiara berdiri. "Pakailah ini," kata Elfan sembari melempar salah satu bantal dan bantalnya jatuh di lantai tepat di depan Mutiara. Setelah itu, Elfan kembali memperhatikan ponselnya dengan santai. Mutiara mendesah kasar melihat sikap Elfan itu. Ia pun mengambil bantal dengan kesal dan harus tetap menahan emosinya. "Dasar! Kasar sekali, dia! Dia sangat berbeda dengan kakeknya! Aku heran dengan para perempuan yang mengidolakan laki-laki kejam seperti ini! Pasti mereka buta!" kata Mutiara yang terus mengumpat dalam hati. Mutiara pun berjalan ke arah sofa yang ditunjuk Elfan tadi. Ia lalu duduk di atas sofa itu. Mutiara kemudian melihat ke arah Elfan yang nampak duduk dengan sangat nyaman di ranjang yang lebar sambil terus memperhatikan ponselnya. "Dasar gila kerja!" Lagi-lagi Mutiara mengumpat dalam hati. "Aku tidak percaya kalau aku harus satu kamar dengan Om-om dingin dan brengs*k seperti dia!" tambahnya. Mutiara tidak akan peduli lagi dengan Elfan. Ia kemudian mencoba merebahkan tubuhnya. Ia menggunakan bantal yang dilempar Elfan ke arahnya tadi. Mutiara yang sudah berbaring di atas sofa itu menatap langit-langit kamar. Kamar ini benar-benar amat bagus dan luas. Tapi tetap saja itu tidak membuatnya bahagia sama sekali. Justru ia merasa seperti sedang terkurung. Mentari menghela nafas beratnya. Ia mengalihkan pikirannya ke hal lain. Hari ini adalah hari yang melelahkan. Namun, bagaimana pun juga Mutiara tetap tidak bisa memejamkan kedua mata dengan tenang. Mutiara mendadak merasa sangat asing. Bagaimana tidak? Ia baru pertama kali mengenal Elfan. Ia juga harus tinggal di rumah megah ini dengan orang-orang yang baru dikenalnya. Tentu saja membuat Mutiara sangat kaku. "Ingat, ya! Kamu menikah itu bukannya kamu hanya tinggal di sana sebagai tuan putri! Tapi karena kamu harus mengirimi kita uang setiap bulan! Suamimu orang kaya sekarang! Mintalah uang pada suamimu itu! Ingat kalau hutang orang tuamu harus dibayarkan! Kamu tahu?!" Mutiara terlintas kalimat dari tantenya sehari sebelum menikah dengan Elfan. Mendadak, ia merasa dadanya sesak. Sampai-sampai ada air yang menggenang di kelopak mata dan tidak sadar sampai menetes ke pipi. "Tante benar-benar jahat padaku. Dia menjebakku untuk mempermalukanku! Dia hanya membuatku sebagai alat penghasil uang saja!" Masih dalam hati. Mutiara lalu menyeka air matanya. Ia menarik nafas dan mencoba memberi kekuatan pada hatinya. "Sudahlah, Mutia! Kamu adalah perempuan yang kuat! Kamu tidak boleh terlalu meratapi nasibmu! Hanya satu tahun! Setelah itu, aku benar-benar akan bisa terbebas dari semuanya! Aku akan melunasi hutang ayah dan ibu dengan uang yang diberikan sesuai perjanjian kontrak itu. Dan aku juga akan berpisah dengan Om-om b******k ini!" ujar Mutiara ditujukan pada Elfan. "Ya! Hanya satu tahun!" tambahnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN