Hari ini Dea menghadiri rapat dan ia telah datang sejak pagi dengan membawa laporan yang telah ia siapkan. Dea tersenyum mengingat bagaimana Arga yang sangat manja padanya dan pagi tadi memintanya untuk menggendongnya di punggungnya. Dea tidak bisa membayangkan jika hari-hari yang ia lewati tanpa Arga dan Alea. Baginya keduanya adalah keluarganya dan ia akan melakukan apapun untuk melindungi keduanya. Rapat berlangsung selama dua jam dan saat ini Dea baru saja keluar dari ruang rapat. Ia melangkahkan kakinya dengan santai namun tiba-tiba sebuah tangan memegang bahunya.
"Ibu Dea," ucapnya.
"Iya Pak Roni," ucap Dea kepada rekan kerjanya yang berbeda divisi darinya.
"Pak Yudi meminta Ibu Dea untuk menemuinya di ruangannya," ucap Roni membuat Dea terkejut karena pemimpin cabang hotelnya tiba-tiba memanggilnya.
"Kenapa ya Pak?" Tanya Dea dan ia terlihat khawatir, apalagi jika ia tiba-tiba dipecat.
"Saya kurang tahu Bu Dea," ucap Roni.
"Terimakasih Pak, saya permisi Pak," ucap Dea sambil menggaruk tengkuknya karena penasaran dan ia melangkahkan kakinya menuju ruangan Pak Yudi.
Dea menpercepat langkahnya dan saat ini jantungnya berdetak dengan kencang karena baru pertama kali ia dipanggil ke ruangan pimpinan seperti ini. Ia bukanlah perempuan cantik karena berhasil menutupi kecantikannya dan hingga terlihat tidak menarik dimata kaum adam. Apalagi selama ini yang selalu ia tunjukkan adalah prestasi bukan sensasi dan ia bangga dengan penyampaiannya dalam bekerja. Dea kembali menghela napasnya jika ia dipecat, maka karirnya pun kemungkinan akan tamat.
Dea berhenti disebuah pintu besar dan ia segera mengetuk pintu itu, hingga suara seseorang dari balik pintu memintanya untuk segera masuk. Dea mendorong pintu dan ia melangkahkan kakinya masuk kedalam ruangan. Terlihat laki-laki parubaya tersenyum padanya dan itu membuat Dea merasa sangat aneh, karena dulu bahkan atasannya ini terlihat mengabaikannya meskipun ia adalah salah satu karyawan berprestasi.
"Silahkan duduk Bu Dea," ucapnya.
Dea menganggukkan kepalanya dan ia duduk dihadapan Pak Yudi yang menjadi pimpinannya. Yudi menopang dagunya sambil mengamatinya dan itu membuat Dea tidak nyaman karena Yudi menatapnya dengan tatapan menilai. Yudi memang mencari kelebihan dari seorang Dea karena ternyata atasannya secara langsung, yang memintanya untuk membujuk Dea menerima tawaran untuk pindah ke Jakarta. Penampilan Dea sangat tidak menarik dan ia bingung kenapa seorang Kaisar menginginkan Dea agar dimutasi dan jika ia tidak berhasil membujuk Dea, ia yang akan turun dari jabatannya.
Kaisar memang terlihat bijaksana daripada seorang Senopati, tapi sesungguhnya ia adalah setan berkedok senyum malaikat yang selalu bisa mencengkram musuh-musuhnya. Kaisar akan melakukan apapun untuk mencapai tujuannya. Yudi sangat kesal karena ia merasa tidak memiliki nilai sama sekali oleh Kaisar karena Kaisar menganggap Dea lebih bernilai hingga ia bisa saja di pecat jika tidak berhasil membujuk Dea.
"Apa Bu Dea mengenal pemilik hotel?" Tanya Yudi membuat Dea mengerutkan dahinya.
"Tidak Pak," ucap Dea dan ia bingung karena Yudi menanyakan jika ia mengenal pemilik hotel.
"Hmmm...berarti anda sangat beruntung Bu Dea dan saya harap anda tidak menolak kesempatan ini," ucap Yudi dan ia menatap Dea dengan tatapan seriusnya, membuat Dea semakin penasaran dengan apa yang ingin dikatakan Yudi padanya.
"Kesempatan apa Pak?" Tanya Dea.
"Begini Bu Dea, anda akan dimutasi ke Jakarta, disana akan ada kenaikan jabatan dan juga kenaikan gaji tentunya," ucap Yudi membuat Dea terdiam, ia memikirkan bagaimana dengan Alea dan Arga jika ia mengambil kesempatan ini. Jakarta...haruskah ia kembali ke Jakarta dan ia akan sulit bersembunyi karena lambat laun keluarganya akan menemukannya. "Bagaimana Bu Dea, apakah anda bersedia?" Tanya Yudi.
Dea menghembuskan napasnya, ia tidak mungkin langsung menjawab karena ada banyak pertimbangan yang saat ini ada dipikirannya. "Maaf Pak, beri saya waktu untuk memutuskan kepindahan saya ini Pak," ucap Dea.
Yudi menghela napasnya, baginya Dea harus mau pindah ke Jakarta karena jika tidak, ia yang akan kehilangan posisinya atau bahkan ia bisa dipecat oleh Kaisar Aldebaran Bagaskara. "Sebenarnya ini kesempatan yang sangat bagus untuk karirmu karena di Jakarta kamu akan semakin berkembang dari pada kamu berada disini. Hanya ada satu pilihan yaitu Ya, jika kamu tidak mau, terpaksa saya akan mememecat kamu!" Ucap Yudi membuat Dea terkejut. "Bukan hanya itu saya tidak akan memberikan surat rekomendasi untuk kamu Dea."
Dea merasa ini semua tidak adil, ya...sepertinya ia memang dipaksa agar pindah ke Jakarta. Jika ia harus dipecat maka karir yang selama ini ia bangun akan berakhir. Ia juga harus menemukan pekerjaan baru. "Saya akan memutuskannya besok Pak, kalau begitu saya permisi!" Ucap Dea segera undur diri dengan ekspresi sendunya.
Dea hanya bisa pasrah dan ia segera keluar dari ruangan Yudi dengan langkah lunglai. Ia merasa mungkin sudah saatnya ia kembali ke Jakarta dan bersiap untuk mengahadapi semua yang akan terjadi padanya. Ia juga bukan Dea yang tidak memiliki kekuatan apapun, karena ia sekarang sudah dewasa dan mandiri.
Hari ini adalah hari yang sangat melelahkan selain pekerjaannya yang menumpuk ia masih saja memikirkan soal mutasi yang harus segera ia pilih. Jam menujukkan pukul lima sore dan saat ini ia akan segera kembali ke Rumah kontrakannya. Kebetulan hari ini adalah giliran Alea yang menjemput Arga, ia memutuskan untuk membeli nasi bungkus dan kemudian segera membawanya pulang. Beberapa menit kemudian ia sampai di Rumah dan ia tersenyum saat melihat Arga dengan riang mendekatinya dan tersenyum hangat padanya.
"Assalamualikum, Bunda..." ucap Arga dan ia mencium punggung tangan Dea.
"Waalikumsalam anak bunda yang paling tampan," ucap Dea mengelus kepala Arga dengan lembut.
"Bunda bawa apa?" Tanya Arga.
"Nasi bungkus," ucap Dea.
"Hore...Arga suka Bunda," ucap Arga membuat Dea tersenyum. Dea memegang tangan Arga dan menuntunnya masuk kedalam rumah.
Didalam rumah terlihat Alea yang baru saja mandi. Rambut panjangnya terihat masih basah dan ia sedang meyalakan televisi. "Assalamuaikum," ucap Dea.
"Waalikumsalam," ucap Alea. "Wah, nasi rendang ya?" Tanya Alea melihat kantung kresek yang sedang dijinjing Dea.
"Seratus buat Mamanya Arga," ucap Dea.
"Aku kan tahu apa kesukaanmu, nggak jauh-jauh pasti nasi rendang kalau nggak ya dendeng," ucap Alea.
"Hahaha...tahu aja," ucap Dea.
"Ketawanya kayak nggak lepas gitu De," ucap Alea. Ia sangat memahami Dea sahabatnya ini. Apalagi Dea jarang sekali menunjukkan ekspresi seperti ini padanya. Dea yang sangat dewasa menjadi pelindung baginya dan Dea pasti selalu mendahulukan kepentingannya. "Ada apa De, cerita dong!" Ucap Alea.
Dea melangkahkan kakinya mendekati dapur dan ia mencuci tangannya. Dea melihat Alea yang saat ini masih sedang memperhatikannya dan ia menghela napasnya. "Ga, cuci tangan dulu nak!" Perintah Dea membuat Arga segera mendekatinya dan Dea mengangkat tubuh Arga agar Arga bisa mencuci tangannya diwastafel. Kemudian Dea dan Arga mendekati Alea yang sedang duduk dikursi makan.
Dea duduk dihadapan Alea dan ia menatap Alea dengan dalam "Aku akan dimutasi di Jakarta Alea dan mendapatkan kenaikan jabatan, tapi aku belum memutuskan untuk pindah. Aku tidak ingin berpisah dari kalian karena aku tahu, kamu pasti tidak akan mau kembali ke Jakarta," ucap Dea membuat Alea menatap Dea dengan sendu. Alea melihat kearah Arga dan ia tidak Arga mendengar pembicaraan mereka.
"Arga makanya didepan Tv aja ya!" Ucap Alea dan ia segera mengambil makanan untuk Arga dan ia membawa Arga duduk di depan Tv.
Alea kembali mendekati Dea dan ia tersenyum lembut kepada Dea. "Siapa bilang aku tidak mau kembali ke Jakarta. Walau bagiamanapun aku juga harus menghadapi suamiku, keluargaku dan juga keluarga suamiku," ucap Alea.
"Aku juga berpikiran begitu Alea, tidak mungkin kita selalu hidup dalam persembunyian seperti ini. Tapi jika kamu dan Arga memilih untuk tinggal di Jogja aku juga tidak akan pindah ke Jakarta. Aku bisa mendapatkan pekerjaan lain Alea," ucap Dea.
"Kita pindah saja De, aku mau kembali ke Jakarta dan apapun yang terjadi nanti, kita harus menghadapinya sama-sama!" Ucap Alea tersenyum lembut membuat Dea menganggukkan kepalanya.
Kepulangannya ke Jakarta pasti akan menimbulkan masalah, apalagi ia tahu siapa Papinya dan kemungkinan besar Papinya akan segera menemukannya. Alea juga pasti juga akan mendapatkan masalah ketika kembali ke Jakarta karena keberadaan Arga, juga pasti akan segera diketahui keluarga suami Alea.
"Nggak usah khawatir karena ini juga pilihan yang terbaik untuk karirmu De, hotel di Jakarta pasti lebih mewah dibandingkan cabang hotel yang ada disini," ucap Alea.
"Iya Alea, lagian jika aku menolak untuk pindah ke Jakarta, aku akan dipecat," ucap Dea.
"Berarti fix ya kita pindah ke Jakarta," ucap Alea tersenyum dan ia merentangkan kedua tangannya agar Dea segera memeluknya. Dea berdiri dan ia mendekati Alea lalu memeluk Alea dengan erat.
"Iya Alea, kita pindah ke Jakarta," ucap Dea tersenyum lega.