Bernaldi.
Kesibukannya hari itu, benar-benar membuat Aldi tidak sempat mengecek rekaman CCTV mansion dari laptopnya. Biasanya, ia selalu menyempatkan diri melihat Puput yang hampir tidak pernah dilihatnya mengosongkan kursi sambil menghadap komputer.
Waktu menunjukkan pukul sembilan malam, Aldi yang baru saja selesai meeting, terburu-terburu masuk ke ruang kerjanya ingin melihat laporan dari Puput setiap pukul tujuh. Tapi, laporan itu masuk bahkan pukul lima sore. Merasa heran, ia pun segera memutar rekaman dan memang Puput keluar dari ruang kantor di rumahnya pukul lima sore.
Pada layar laptop, terdapat delapan sudut arah kamera CCTV, ia mempercepatnya dan menemukan Puput menggusur koper serta menenteng tas travel besar ditangannya. Kedua mata lelaki itu membesar, kesadaran menyelinap, memberitahukan padanya bahwa gadis itu telah pergi dari mansion beberapa jam yang lalu dan tidak ada satu orang pun yang melaporkan kepergian Puput.
"Orang-orang itu gak tahu apa ya?! Kenapa mereka membiarkan Puput pergi?!" Tanpa sadar, Aldi berteriak sambil menggebrak meja kerjanya.
Tepat di saat itu, asistennya yang baru saja pulang tugas dari luar negeri telah memasuki ruangan Aldi dan sangat terkejut mendengar teriakan serta gebrakan meja.
"Ee, ladalah! Ee, apaan itu, lah mending balik badan guee ... waaa," ucapnya sambil membalikkan tubuh menghadap pintu keluar.
"Eko Subagya! Berani keluar, bulan ini tidak gajian!" teriak Aldi kepada asisten yang adalah temannya sendiri dari masa kuliah.
"Ee, kalau gak gajian kepala gue digetok si Noni entar, lagian apa salah gue sih, aduuhh ... ada apa ini?" kata Eko dengan suara rendah tanpa ingin berbalik menghadap Aldi.
"Eko!" teriak Aldi, memanggil dengan lantang.
"Iya, iya bener, nama gue Ekooo, duh kenapa kawan gue menyeramkan gini sih?" ujarnya sambil berbalik pelan-pelan.
"Lo baru balik sementara kerjaan udah beres dari empat hari lau. Lo nyuruh Noni nyusul trus pake duit perusahaan buat jalan-jalan. Lo tahu gue bisa laporin polisi karena pencurian, penggelapan apapun lah namanya. Tahu itu?" Aldi menampilkan wajah sangar yang dingin sambil menatap tajam pada Eko.
"Nah, itu dia, Bos! gue datang buat ngomongin itu," sahut Eko cepat-cepat.
"Ngomong apa? Sengaja mau bikin pengakuan dosa apa karena gue udah singgung baru lo ngomong begitu?" desak Aldi yang masih merasa geram.
"Sengaja mau ngomong ini," timpalnya dengan cepat.
"Ya udah lo mau ngomong apa? Ngomong ayo ngomong!" Aldi sudah tidak sabar.
"Ya, ngomong kalau gue pake duit sisa dinasnya dan bakal gue ganti, begitu. Pan biasa juga begitu. Kenapa sih lo marah-marah?" Eko menatap Aldi dengan heran.
"Berani lo nanya? Sejak kapan lo harus tahu gue marah kenapa?" hardik Aldi.
"Salah lagi kan gue," gumam Eko.
"Lo selalu salah, kecuali lo bantu gue. Utang lo gue anggap lunas!" seru Aldi sambil mendekat menghampiri Eko dengan tatapan tajamnya.
Eko mundur perlahan dengan mata membelalak melihat Aldi yang menjulang tinggi, melangkah padanya seolah-olah akan menerkamnya. "Ee, Bos! Sadar, Bos. Ee, mending gue utang deh, jangan hapus utang gue dari pada gue takut kaya gini, heehh," cerocos Eko dengan wajah pucat.
"Serius? Lo mau punya utang atau bantu gue trus utang lo lunas?" tanya Aldi dengan tajam.
"Yaa, ya mau lunas dong, tapi gue kudu ngapain?" Punggung Eko sudah menempel pada daun pintu.
"Bantu gue cari orang. Malam ini juga. Sini, gue tunjukin lo datanya," ucap Aldi seraya berbalik kembali menuju mejanya.
"Malam ini? Gue gak pulang malam ini? Terus, Noni gimana?" Seketika wajah Eko semakin pucat. Ia membayangkan istrinya akan ngamuk jika dia tidak pulang.
"Noni gak gimana-gimana tetep sehat dan hidup," sahut Aldi saat tangannya meraih laptop. "Lihat ini," ujarnya sambil menoleh pada Eko yang masih berdiri menyandar pada pintu. "Sini! Ngapain bengong di sana sih?" Aldi tidak sabar lagi.
Mau tidak mau, Eko melangkah ke meja Aldi dan Menerima laptop yang disodorkan padanya. Ia membaca data yang tertera di sana dan menoleh kepada Aldi dengan tatapan heran. "Puput Kharisma? Si seksi biang kerok yang bikin geger kantor? Kenapa Bos cari dia?" tanyanya merasa bingung.
"Oh, sebutkan lagi apa tadi lo bilang? Ayo, bilang lagi dari awal kalimat," pinta Aldi sambil mengayun-ayunkan jarinya ke arah Eko.
"Hah? Gak salah suruh ngulang? Ya gue lupa lah urutannya," kilah Eko semakin merasa heran dan tidak mengerti kenapa Aldi terlihat seriis dan gusar hanya karena mantan keryawannya
"Ucapkan lagi tadi bilang apa setelah menyebutkan nama Puput Kharisnya?" desak Aldi dengan wajah memerah.
"Aoa ya? Biang kerok?"
Aldi manggut-manggut. "Terus?" desaknya.
"Seksi?"
Aldi semaking mengangguk dengan wajah merona merah.
"Mantan karyawan? Di mana yang salah? Yang gue sebutkan fakta semua," ujar Eko sambil mengangkat kedua tangannya dan mencibir.
"Jangan pernah kau sebut dia dengan julukan-jukukanmu itu lagi," tegas Aldi yang merasa tidak terima.
"Ada apa sih, Bos?" Eko penasaran.
"Tidak terima pertanyaan. Sekarang cari dia sampai dapat. Terserah caranya gimana, SEKARANG!" tegas Aldi.
"Ya, terus Noni gimana?" tanya Eko, dengan harapan Aldi bisa membantunya bicara kepada istrinya.
"PERGI GAK?!" sentak Aldi sambil melotot.
"Ya, ya, ya, gue kabur, gue kabur," sahut Eko sambil ngibrit dengan ketakutan.
Aldi menghela napas panjang setelah Eko keluar dari ruangannya. Mendadak hatinya terasa hampa. Rasanya malas pulang ke mansion tapi ia harus pulang untuk lebih tahu secara detail kepergian Puput dari sana.
Ia bangkit dari kursinya dan menyambar tas kerja lalu melangkah tergesa menuju lift setelah membanting pintu dengan kesal. Entah kenapa, perasaannya menjadi tidak karuan. Ia sendiri pun merasa heran. 'Kenapa aku seperti ini ya? Apa karena merasa dirugikan karena membayar semua utang-utangnya? Tapi, tidak ah, aku ikhlas karena dia juga bekerja dengan sungguh-sungguh dan sangat cakap. Apa dia tersinggung oleh ucapanku ya? Tapi yang mana? Atau ... sakit hati karena kartu kreditnya aku gunting?' batin Aldi dengan perasaan gelisah. 'Hh .... Put, kamu di mana sih?'
Sampai di mansion, Aldi mengumpulkan orang-orang yang tadi dilihatnya berinteraksi dengan Puput pada rekaman CCTV. Tidak ada satu pun yang tahu ke mana Puput pergi dan dalam rangka apa. Saat itulah mereka baru tahu kalau ternyata gadis itu memang sengaja kabur. Tidak seperti dugaan semula yang dikira pergi sepengetahuan bos mereka.
Tidak mendapat hasil yang memuaskan, Aldi membubarkan orang-orangnya, kemudian ia memasuki kantor pribadinya dan menayangkan ulang rekaman CCTV saat ia mendatangi Puput dengan sangat marah siang tadi. Ia terduduk lemas saat menyadari bahwa dirinya telah sangat keterlaluan kepada gadis itu. Perasaannya dilingkupi rasa bersalah dan penyesalan.
Aldi meninggalkan ruang kerjanya lalu menatap pintu kamar yang selama empat bulan ditempati oleh Puput. Perlahan langkahnya tertuju pada kamar itu. Saat membuka pintu, tercium aroma khas yang disukainya, memenuhi udara kamar. Ia masuk perlahan sambil melihat sekeliling.
Teringat saat dirinya tidak sengaja melihat Puput telanjang bulat dengan bentuk tubuh yang tidak bisa ia lupakan. Seketika rasa rindu pada gadis itu membuat dadanya terasa sesak. Ia melangkah ke arah ranjang dan duduk di atasnya sambil meraih bantal dibagian yang biasa ditiduri oleh Puput.
Dipeluknya bantal tersebut dengan perasaan sedih. "Put ... kamu di mana? Dengan apa kamu membayar taksi?" gumamnya dengan sesak. Ia menyesal karena tidak pernah memberi uang tunai kepada Puput.
Matanya menangkap lipatan kain di atas kursi konsol pada ujung ranjang. Sambil mengernyitkan dahinya, ia meraih kain asing itu dan membukanya. "Scarf? Dia bisa ketinggalan barang? Heh, lucu. Tidak mungkin seorang Puput meninggalkan barang-barangnya, apalagi hasil ngutang. Jangan-jangan dia sengaja neninggalkannya? Tapi, untuk apa?" gumam Aldi terheran-heran.
Ia mencium scarf tersebut dan wangi yang sudah dikenalnya membuat perasaan Aldi melankolis. "Temani aku tidur dan tunjukkan di mimpiku, di mana Puput berada," ujarnya kepada scarf itu.
Aldi membawa scarf bersamanya keluar dari kamar, kemudian kembali ke kantor pribadinya dan duduk di depan meja kerja. Tangannya meraih gagang telepon. Ia menghubungi Eko. Memastikan bahwa lelaki itu benar-benar mencari Puput.
Deringan pertama, panggilannya diangkar oleh Eko. "Bos, gue dah nemu nih di mana Puput tinggal," lapor Eko.
"Di mana, emang?" tanya Aldi penasaran.
"Sudah dikirim kan tadi potonya," ujar Eko.
Aldi meraih telepon genggamnya dan melihat beberapa poto sebuah edung kos-kosan. Aldi nerasa kesal sekali.
"Sekarang lo di mana?" Suasana hatinya tidak mampu mengusir rasa galau.
"Bos, gue balik rumah dulu ya?" pinta Eko setengah memohon.
"Ini sih tempat kosnya yang dulu, Dodol! Gak mungkin dia balik sana.!" seru Aldi merasa kecewa dengan laporan Eko.
"Yah, gak bisa balik rumah gini caranya sih," keluh Eko
"Ya baliklah, pulang sana, kerja gak bener kok. Bayar utang!" teriak Aldi.
"Eeh, eeh ... Al--." KLIK, sambungan diputus.
Saat itu, Aldi memutuskan bahwa ia akan terjun mencari Puput sendiri Tapi, siapa yang sangka kalau dua puluh jam kemudian, pesan laporan dari Eko, mampir lagi pada telepon genggamnya.
Eko S : Kali ini bener. Ni tempat kerja Puput.
Sebuah gambar gedung berlantai tiga lengkap dengan nama usaha serta alamatnya . Aldi tediam. Seulas senyum hadir pada wajahnya, diringi kelegaan diri sambil berucap, "Put, jangan GR ya! Aku mencarimu bukan karena kangen kamu tapi, pekerjaan numpuk!"