Sakha bersama Safira, sedang Shinta bersama Dilla. Mereka ada janji fitting baju pengantin Sakha, dan Shinta hari ini.
Saat Shinta sudah mengenakan pakaian pengantinnya, dan berdiri di hadapan Safira, Sakha, dan Dilla.
"Ya Allah, cantiknya calon menantuku, cantik ya Shinta, Sakha?" Tanya Safira.
"Cantik ...."
'Kalau dilihat pakai sedotan dari puncak monas'
Sambung Sakha di dalam hatinya. Sakha sendiri sudah mengenakan busana pengantin untuknya.
"Persis Mimi saat masih muda deh," celutuk Dilla.
"Persis dari mananya, Mimi, Shinta itu persis Pipi," sahut Shinta.
"Maksud, Mimi, cantiknya persis Mimi," kata Dilla lagi.
"Maaf ya, Tante, Mimi memang suka narsis," ujar Shinta pada Safira.
"Kok Tante sih, Bunda dong, Sayang."
"Eeh ... iya, Bunda."
"Narsis itu perlu, untuk menumbuhkan rasa percaya diri, asal jangan kebablasan saja, iyakan, Dek Dilla?"
"Iya benar, Mbak."
"Cucu-cucu kita pasti nanti cantik, dan ganteng seperti kakek neneknya ya, Dek Dilla".
"Ya pasti dong, Mbak, warna mata mereka pasti biru, seperti ibu bapaknya, nah kalau rambut, bisa coklat seperti Sakha, atau agak pirang seperti Shinta."
"Iya benar, Dek, aku berharap cucuku kembar cewek, anak Salsa kan kembar cowok."
"Atau kembar sepasang seperti aku, Mbak."
"Eeh iya, kalau kembar kitakan jagi nggak rebutan ya, Dek. Supaya kembar, kalian berdua tanya tipsnya sama Mimi kalian ya," kata Safira pada Sakha, dan Shinta.
"Hahaha ... benar tuh, nanti Mimi kasih tipsnya," timpal Dilla, sembari tertawa diikuti Safira yang ikut tertawa juga.
Sementara Sakha, dan Shinta saling pandang, dan menggedikan bahu mereka berdua. Shinta mencibirkan bibirnya ke arah Sakha. Sakha justru memonyongkan bibirnya, seakan ia ingin mencium Shinta.
Dilla, dan Safira masih saja asik berceloteh berdua. Shinta sampai geleng-geleng kepala mendengar celotehan Mimi, dan calon ibu mertuanya, tentang pernikahannya dengan Sakha.
'Ya ampun kenapa ibu-ibu pada rempong begini, yang nikah siapa, yang heboh siapa,' batin Shinta.
--
Akad nikah berlangsung tepat pukul 8 pagi, disalah satu Masjid, berjalan lancar.
Meski diiringi dengan derai air mata haru dari Sekar, Arini, Safira, dan Ardilla.
Setelah dari Masjid, mereka makan-makan di rumah David.
"Sudah sah, bisa tuh langsung disikat!" bisik Satria, di telinga Sakha. Sakha tertawa mendengar bisikan Unclenya.
"Tunggu setelah resepsi nanti malam saja, Uncle," sahut Sakha akhirnya.
"Dp dulu saja," bisik Satria lagi.
"Kalau dp dulu, nanti aku yang sakit kepala, Uncle," sahut Sakha juga berbisik. Bicara dengan Uncle nya tak ada yang perlu ditutupi, Unclenya meski sudah berumur, tapi enak diajak ngobrol, curhat, ataupun bercanda. Bahkan mereka kerap saling menggoda.
"Hahaha benar juga, eeh memang kamu sudah pernah ya, Sakha?" Tanya Satria menyelidik.
"Belum, Uncle, aku perjaka tulen, tapi untuk urusan begitu tahulah teorinya."
"Hahaha ... praktek jauh lebih segalanya dari teori."
"Nanti praktek habis resepsi."
"Abang bisik-bisik apa?" Tanya Safira.
"Tidak apa-apa, hanya pembicaraan sesama pria," sahut Satria.
"Awas ya, jangan ngajarin keponakannya macam-macam!" Ancam Safira.
"Keturunan Adams family tidak perlu di ajari, Fi, darah yang dialirkan, sudah membawa semua apa yang diwariskan turun temurun," sahut Satria lagi.
"Hhhh, iya." Safira akhirnya mengalah.
Sementara itu, Shinta sedang berbicara dengan Dilla.
"Ingat ya, Shinta, layani suamimu dengan baik, belajar mengurus rumah, jangan semaumu lagi."
"Shintakan belum ingin nikah, Mi, ya belum siaplah untuk mengurus rumah tangga!"
"Ingin nggak ingin, siap nggak siap, Sakha sudah sah jadi suamimu, wajib kamu hormati, kamu hargai, kamu punya hak, dan kewajiban sebagai istri, begitupun dia sebagai suami, paham!"
"Iyaa, paham ...."
--
Shinta, dan Sakha beristirahat untuk menunggu acara resepsi nanti malam. Setelah akad di Mesjid, makan-makan di rumah orang tua Dilla. Kini mereka berada berdua di dalam kamar Dilla, di rumah orang tuanya.
"Lo di luar saja sana, gue mau ganti baju dulu!" Shinta menyuruh Sakha yang duduk di tepi ranjang, untuk ke luar dari kamarnya. Pintu kamar ia biarkan tidak tertutup sempurna.
"Mau ganti baju ya ganti saja, nggak usah sok malu-malu, atau ada sesuatu di tubuhmu yang bikin kamu malu, dadamu kecil mungkin, atau perutmu buncit, atau ...."
Bukk
Bantal menghantam tepat di wajah Sakha.
"Jangan asal bicara ya, dadaku besar, perutku rata! Lo nggak akan bisa kedip kalau sudah liat tubuh gue!" Seru Shinta gusar.
"Mana, coba aku lihat!" Tantang Sakha.
"Iiishh, gue nggak akan terbujuk trik modus lo ya! Dasar Cakhar ayam!" Shinta segera masuk ke dalam kamar mandi, diiringi suara Sakha yang bernada mengejeknya.
Sakha mendengar suara shower, dan suara air yang jatuh di lantai kama mandi.
'Ehmmm dia mandi, usul Uncle tentang dp dulu, boleh juga nih, pasti asyik ya!' Batin Sakha.
Sakha melepas pakaian, menyisakan celana dalamnya saja. Diketuknya pintu kamar mandi.
"Chinta, buka, aku sudah kebelet nih!" Panggil Sakha.
"Apa sih lo, gue belum selesai mandi!"
"Aku mau buang air nih, cepat buka, kalau nggak aku kencing di depan pintu kamar mandi nih!" Ancam Sakha.
"Iiishh belum apa-apa, lo sudah nyusahin banget ya!"
Pintu kamar mandi terbuka. Tampak Shinta melilitkan handuk di atas dadanya. Masih ada busa shampoo di atas kepalanya.
"Cepetan! Gue belum selesai mandi!" Rungutnya dengan wajah kesal.
Sakha menutup pintu kamar mandi. Di sandarkan punggung Shinta di daun pintu kamar mandi.
"Iissh lo mau apa, dasar m***m, lep ... hummpp ...."
"Aku mau dp malam pertamaku sekarang," jawab Sakha disela ciumannya.
"Ap ...." Shita berusaha berontak dari kungkungan lengan, dan tubuh besar Sakha. Handuk yang dipakainya sudah terlepas dan jatuh di bawah kakinya.
Perlawanan Shinta berhenti, ia membalas ciuman Sakha. Bahkan ia mendesah pelan saat Sakha menyusuri lehernya dengan lidahnya yang terasa panas. Sakha mengangkat tubuh Shinta. Shinta melingkarkan kedua tangannya di leher Sakha, dan kedua kakinya di pinggang Sakha. Wajah Sakha tenggelam di d**a Shinta. Desahan Shinta semakin nyaring.
"Shinta, Sakha!" Suara panggilan Dilla terdengar sampai ke dalam kamar mandi. Tapi tidak ada satupun dari mereka yang peduli. Dilla membuka pintu kamar lebih lebar. Terlihat pakaian Sakha yang teronggok di atas ranjang.
Samar terdengar suara desahan, dan erangan dari dalam kamar mandi.
'Ya ampun, anak jaman sekarang, apa tidak bisa menunggu sampai nanti malam, si Shinta juga, katanya nggak mau, tapi desahannya begitu banget hhhhh ....'
Dilla segera ke luar dari kamar Shinta.
Ia bertemu David saat di depan kamar mereka.
"Ada apa, My Queen?"
"Ke kamar yuk, My Kingkong." Dilla mengedipkan sebelah matanya. David tertawa lalu membimbing lengan istrinya memasuki kamar mereka.
***BERSAMBUNG***