Miko sudah melajukan mobilnya untuk pulang ketika, laki-laki itu melihat dompet Bina tergeletak di bawah kursi samping kemudi. Laki-laki itu mendengus kesal, sejujurnya dia tidak mau terlibat jauh dengan gadis yang menurutnya menyebalkan itu. Pertama karena sejak bertemu Bina malam-malamnya mulai tidak lagi tenang. Kedua karena gadis itu selalu membuat perasaanya campur aduk. Dan yang terakhir, menurut Miko, Bina itu merepotkan.
Seperti sekarang saja buktinya, sudah diantar pulang dompetnya segala di jatuhkan bukan? “Dasar merepotkan!” Gerutu Miko sambil memutar balik mobilnya. Kemudian terlihat dari layar ponsel yang Miko letakkan di samping kemudi Bobi memanggil. Miko segera menggunakan headsetnya untuk menjawab panggilan Bobi. Sore ini memang rencananya Miko ada Meeting lanjutan dengan Gevan yang waktu gagal gara-gara menolong Bina.
“Hm” Miko menjawab singkat.
“Lo dimana? Mobil gue bocor bannya.” Ucap Bobi memberitahu. Miko kemudian menyebutkan alamat gang kosan Bina dia akan menunggu Bobi di sana nanti rencananya kemudian keduanya akan pergi bersama menemui Gevan. Tapi ketika Miko turun dati mobilnya dan masuk gang sempit tempat tadi Bina turun, laki-laki itu mendengar suara keributan dan suara itu adalah suara Bina. Gadis itu meminta tolong, Miko mempercepat langkahnya semakin dalam.
“Tidak akan ada yang menolong kamu Bina! Bawa dia dan jual! Aku mau setoran uang setiap kali dia melayani para laki-laki hidung belang.” Suara seorang wanita paruh baya yang terlihat berada di hadapan Bina sementara gadis itu sedang di cekal ketakutan. Kepala Miko mendidih ketika Bina memberontak dan salah satu dari orang yang mencekal Bina memukul wajah gadis itu hingga terlihat memerah. Bina semakin menangis. Miko menendang dengan keras laki-laki yang tadi memukul Bina hingga tersungkur. Kemudian mata Miko bertemu dengan Bina. Gadis itu sudah banjir air mata dan semakin menangis ketika melihat Miko. Laki-laki itu bisa melihat dengan jelas bahwa Bina sangat ketakutan sekali.
“Lepasin dia!” Ucap Miko dingin. Sambil menatap sinis pada wanita yang kira-kira seumuran ibunya. Wanita yang tadi memerintah dua laki-laki itu untuk menjual Bina.
Salah satu orangnya yang tadi Miko tendang bangkit tidak terima dan menyerang Miko. Bina di dorong begitu saja hingga jatuh ke tanah karena laki-laki yang mencekalnya juga hendak membantu rekannya menyerang Miko. Suara ringisan Bina membuat Miko semakin marah, matanya sesekali menatap Bina yang terliaht masih menangis sambil ketakutan. Apalagi ketika wanita tadi mendekat dan menjambak Bina. Miko segera melumpuhkan dua laki-laki itu dan mencengkeram tangan wanita itu sambil menatapnya dingin.
“Jauhkan tangan kotor anda dari wanitaku!” Ucapnya dingin. Cekalan Miko kencamg sehingga wanita itu melepaskan cekalannya di rambut Bina. Sedikit ketakutan melihat semua orang yang di bawanya berhasil di tumbangkan oleh Miko.
“Jangan ikut campur! Kau tidak tahu apapun!” Hardik Arumi marah.
“Saya tidak peduli dengan masalah anda, yang jelas jika anda menyakiti Bina maka anda berurusan sama saya.” Balas Miko lagi. “Saya yakin anda mengenal saya bukan?” Ucap Miko terdengar narsis memang. Tapi Miko memang pernah bertemu dengan wanita ini di meeting belum lama ini. Sepertinya wanita ini berasal dari salah satu perusahaan yang menawarkan kerjasama dengan perusahaan Miko. “Jangan ganggu Bina lagi jika anda masih ingin perusahaan anda baik-baik saja.” Miko tersenyum menyeramkan. Bina bahkan sampai merinding melihatnya, tapi sekaligus lega bukan main melihat ibu tirinya tampak
takut dan kemudian memilih pergi. Akhirnya setelah sekian lama Bina menemukan orang yang bisa melindunginya, orang yang ditakuti Arumi.
“Lo nggak papa?” Miko bertanya. Berjongkok di depan Bina setelah melepaskan jaketnya dan memakaikannya pada Bina yang bajunya terlihat berantakan. Bobi mendekat, tadi laki-laki itu sempat menyaksikkan hal yang sangat langka menurutnya. Kemarahan Miko yang jarang sekali dia tunjukkan pada siapapun karena pembawaan Miko yang tenang. Bobi melirik ke arah Bina dan mengulum senyum. Akhirnya ada satu hal yang bisa mengusik ketenangan Miko. Dan Bobi tidak menyangka bahwa ternyata seorang wanita.
“Bawa ke Rumah Sakit aja boss, lengannya kayaknya lumayan sakit.” Usul Bobi membuat Miko menoleh. Miko tidak menjawab, Bina masih menangis sesenggukan dan tanpa aba-aba Miko menggendong Bina membawanya ke mobil setelah melemparkan kunci mobil pada Bobi. Sambil mengulum senyum, Bobi mengikuti Miko di belakangnya kemudian membukakan pintu mobil dan membiarkan dua orang yang terlihat seperti drama korea dimatanya sekarang itu duduk di belakang. Miko duduk dengan kaku sambil sesekali melirik ke arah Bina yang masih menangis. Jarang sekali dia melihat raut khawatir di wajah Miko, ini adalah kejadian yang langka.
Mata Miko melirik ke arah kaki Bina dan memang lecet-lecet akibat di dorong tadi. Lengannya memar terlihat biru, pipinya kemerahan bekas pukulan tadi. Di ujung bibir wanita itu bahkan ada sedikit darah. Miko ingin menyuruhnya berhenti menangis tapi tidak tega. Mengambil sebotol air mineral di dekat pintu, membukakannya dan menyerahkannya pada Bina tanpa mengucap apapun. Bina menerimanya dengan tangan gemetaran dan itu terlihat oleh mata Miko. Gadis itu meminumnya setengah kemudian menyerahkan kembali pada Miko. Tidak
Lama kemudian mereka sampai di Rumah Sakit.
“Cari tahu wanita tadi.” Ucap Miko singkat ketika sedang menunggu Bina di obati. Tanpa ekspresi, tanpa menoleh pada Bobi.
“Buat apa Boss? Ini kaya bukan lo deh? Biasanya lo juga nggak peduli sama urusan orang lain kan? Gadis itu spesial yah?” Ucap Bobi setengah meledek. Miko tidak
Menjawab semakin membuat Bobi mengulum senyum.
“Gue mau laporannya sebelum rapat dengan perusahaan rekanan lagi.” Ucap Miko beberepa menit kemudian. Bobi tersenyum geli. Miko sebenarnya mulai peduli tapi dia malu mengakuinya. Dan entah kemapa itu terlihat manis di mata Bobi.
“Oke, oh iya tadi Laras hubungin gue katanya nomornya di blok sama lo?” Ungkap
Bobi.
“Nggak usah urusin dia! Nggak penting!” Balas Miko Bobi manggut-manggut. Tentu saja tidak penting karena sekarang Miko sudah menemukan orang yang penting. Seperti itu pikiran Bobi sambil menahan
Senyumannya. Yang dia tidak tahu, dua hari lalu Miko baru saja memergoki Laras sedang berciuman dengan laki-laki lain. Cuma seperti kebiasaan Miko dia tidak akan menegur Laras. Miko hanya berlalu pergi sehingga gadis itu tidak tahu Miko melihat kelakuannya. Dan Miko juga tidak akan membicarakannya dengan siapapun. Laki-laki itu akan menyimpannya seorang diri seolah tidak ada yang terjadi.
***
“Kemana Boss?” Bobi bertanya ketika mereka sudah masuk kembali ke mobil. Bina sudah cukup tenang dan sudah di obati.
“Rumah!” Balas Miko singkat.
“Tolong nanti antar saya ke gang tadi saja mas, terimakasih banyak sudah menolong saya pak Miko dan mas.” Ucap Bina tidak enak.
“Bobi, panggil gue Bobi aja Bin.” Bobi menanggapi.
“Nggak! Lo balik ke rumah gue.” Miko berucap tegas, tidak ingin di bantah dengan nada memaksa. Bina menoleh ingin protes sementara Bobi mati-matian menahan senyummnya. Si manusia Robot Miko yang suci rupanya sudah mulai posesif dan itu menghibur sekali.
“Nggak usah pak, saya ngekos tidak jauh dari tem—”
“Nggak usah bantah! Lo tuh udah ngerepotin, cengeng, keras kepala, ngeyel lagi.” Potong Miko sambil menatap Bina kesal. Bina langsung mengatupkan bibirnya.
“Maaf pak!”
“Minta maaf mulu emang ini lebaran?” Ujar Miko sinis. Bobi sungguh-sungguh ingin tertawa melihat interaksi bosnya dengan gadis di sampingnya itu. Miko yang peduli tapi sok-sok-an terlihat cool, yang justru tidak tampak keren dimata Bina malah gadis itu ketakutan. Inilah kenapa Bobi tidak yakin Miko akan mendapatkan jodoh. Sebab laki-laki itu terlalu kaku dan dingin. Juga menakutkan serta tidak ada manis-manisnya. Tidak bisa bersikap baik di depan wanita. Imagenya selalu saja seperti akan memakan siapapun yang berbicara dengannya. Tapi herannya Miko yang seperti kulkas empat pintu itu masih saja memiliki banyak fans sejak masih di bangku sekolah apalagi sekarang setelah dia sukses besar.
“Tapi nanti saya ngapain di rumah bapak?” Cicit Bina polos. Sungguh jika Bobi jadi Bina dia akan memilih diam saja dan menurut saja dengan perkataan Miko daripada terus-terusan mendengarkan ucapan dengan nada menusuk dari Miko. Tapi rupanya Bina cukup polos dan ini malah jadi terlihat menarik karena Miko sepertinya akan di uji kesabarannya menghadapi gadis ini.
“Kupasin bawang.” Miko menjawab dengan kesal. Bobi tertawa ringan tidak bisa di tahan lagi.
“Ohh, emang mau hajatan? Bapak mau nikah?” Bina bertanya lagi pelan sekali dan seketika tawa Bobi meledak. Miko mendesah kesal melirik ke arah Bina yang sedang mengerutkan dahinya tanda sedang berpikir. Miko malas berbicara panjang kali lebar untuk menjelaskan, sementara Bina bukan Bobi yang ketika Miko tidak menjawab saja sudah langsung paham. Karena itu muncullah pertanyaan-pertanyaan bodoh yang sungguh sangat menghibur Bobi.
“Bodoh!” Gumam Miko kemudian mengalihkan tatapannya ke jalanan.
“Saya?” Bina menjawab lagi. Bobi semakin tertawa. Miko tidak lagi bicara, masih diam sambil menahan kekesalan. “Saya kan tanya baik-baik pak? Malah di bilang bodoh.” Ucap Bina sedikit tidak terima. Dia merasa tidak bodoh, Miko saja yang tidak jelas. Gadis itu kemudian mengerucutkan bibirnya kesal.
“Manusia di kasih otak itu untuk berpikir, bukan buat pajangan. Gue males ngomong! Kalau lo nggak ngerti sama maksud ucapan gue berarti lo bodoh!” Miko berkata kesal. Bibir Bina semakin mengerucut.
“Dasar menyebalkan.” Gumam Bina pelan tapi terdengar oleh Miko.
“Lo bilang apa tadi?” Laki-laki itu menoleh dengan raut wajah kesal.
“Nggak bilang apa-apa?” Cicit Bina takut-takut.
“Lo bilang gue nyebelin huh? Nggak ada terimakasihnya udah di tolongin!” Miko kesal sekali.
“Siapa yang bilang nyebelin, nggak ada yang bilang gitu.” Bina tetap menyangkal dengan takut.
“Lo pikir telinga gue tidak berfungsi? Semua indra gue berfungsi dengan baik termasuk mata gue yang berfungsi sangat baik untuk melihat bukan untuk menangis.” Jawab Miko penuh sindiran. “Cengeng, keras kepala, ngeyel, tukang menggerutu, lemah, kaya gitu mau kerja di perusahaan gue? Mental kaya gini mau jadi karyawan gue? Hah! Jangan ngimpi!” Tambah Miko lagi.
“Yaudah kerjaan banyak, nggak cuma di tempat bapak doang.” Bina jengkel. Bobi cekikikan menyaksikkan perdebatan tidak penting keduanya hingga mobilnya berhasil di parkirkan di halaman rumah Miko. Laki-laki itu kemudian keluar di ikuti oleh Miko.
“Keluar lo! Nggak usah kaya tuan putri mau di bukain pintu!” Dengus Miko sinis. Bobi tersenyum geli. Bina keluar dari mobil sambil menghentakkan kakinya kesal tapi kemudin meringis karena kakinya sakit.
Yuli yang melihat putranya kembali dari mengantar Bina tapi melihat Bina turun dari mobil penuh luka langsung setengah berlari keluar dari rumah dengan khawatir.
“Binaaa kamu diapain sama si nakal ini huh? Sampai kaya gini ya ampunn?” Ucap Yuli kemudian mendelik ke arah Miko. Laki-laki itu mendesah, Bobi sendiri langsung menghampiri Yuli dan mencium tangannya hormat sambil tersenyum geli. “Miko Bina diapain sampai kaya gini?” Cecarnya.
“Nggak diapa-apain mah.” Desah laki-laki itu kemudian melirik Bina. “Bicara lo jangan diem aja, mulut lo nggak berfungsi juga?” Ucapnya sinis. Kepalanya langsung dapat pukulan dari Yuli membuat Bobi tertawa dengan tidak berperasaan.
“Dibilangin yang sopan kalau ngomong, heran banget punya anak gak ada lembut-lembutnya. Sikap lembutnya kayaknya udah diambil sama Nana semua nggak ada sisa buat kamu makanya gini nih kelakuannya.” Ujar Yuli kesal. Bina masih diam dia bingung mau menjelaskannya. Bingung hendak mulai darimana.
“Kepala Miko di pukulin mulu heran, nanti kalau Miko bodoh gimana?”
“Biarin aja jadi bodoh tapi tahu sopan santun daripada pinter nggak berperasaan kaya kamu. Bina ini lembut loh Mik, kamu jangan kasar-kasar! Jahat banget jadi cowok.” Omel Yuli. Miko mendesah frustasi.
“Tadi dia mau di tangkap sama orang, di pulul sama orang Miko yang nolongin.” Akhirnya Miko menjelaskan dengan malas.
“Nah gitu loh kalau ditanya jawabnya yang jelas. Kamu pikir mama cenayang apa bisa baca pikiran kamu. Cuma Bobi doang yang paham arti diamnya kamu. Jangan kamu pikir semua orang bakal paham sama kelakuan kamu itu Miko!” Jawab Yuli masih mengomel. Miko serba salah. Setelahnya bahkan dia dicueki karena Yuli memilih mengajak Bina masuk dan luar biasa lemah lembut pada gadis itu. Miko kesal jadinya.
Pelan-pelan Yuli menanyai Bina di dalam dan gadis itu kemudian menceritakan segalanya. Bobi dan Miko yang sedang di dapur untuk minum ikut mendengar kisah tidak menyenangkan milik Bina.
“Assalamu’alaikum.” Semua orang reflek menoleh ke arah pintu setelah mendengar ucapan salam itu. Dan di pintu yang masih terbuka itu Laras berdiri. Terdiam melihat Bina sedang duduk berdekatan dengan Yuli, keduanya terlihat akrab. Miko langsung menbuang muka, itu terlihat oleh Bobi. Laki-laki itu kemudian paham pasti ada masalah yang tidak di beritahukan oleh Miko.
Biasanya laki-laki itu memang tidak begitu peduli pada Laras, tapi tidak pernah terlihat sebenci sekarang.
“Wa’alaikumsalam. Laras sini masuk!” Ucap Yuli ramah. Bina menunduk sedikit tidak enak karena ada tamu sementara dia sedang berantakan di rumah orang. “Duduk dulu Laras, sebentar yah tante mau antar Bina ke
Kamar dulu. Ayok Bin, ikut ibu!” Ucap Yuli lembut. Dan mendengar kata kamar itu entah kenapa perasaan Laras semakin tidak enak. Apalagi melihat sikap Miko yang biasa saja, padahal laki-laki itu dulu menolak keras ketika Laras hendak menginap di rumah karena hujan deras malam hari.
Bina sendiri segera mengikuti Yuli tanpa banyak bertanya. Memberi ruang pada tamu yang mungkin hendak membicarakan hal
Penting.
“Sementara kamu tinggal di sini saja yah Bin, daripada bahaya kalau di kosan. Kamar ini kosong kok kamu boleh pakai. Nggak perlu bayar! Ibu malah seneng ada temennya di rumah.” Ujar Yuli lembut. Tapi Bina tidak enak.
“Bina kayaknya menginap semalam aja deh buk, besok Bina minta temen Bina buat jemput. Bina pindah kosan aja.” Jawab Bina sesuai dugaan Yuli. Dia tersenyum dalam hati, ternyata dugaanya benar, Bina bukan tipe orang yang suka memanfaatkan orang lain. Tapi Yuli berencana untuk memaksa Miko meminjamkan salah satu Apartemennya yang aman untuk tempat tinggal Bina. Lagipula Bina kan akan jadi karyawan Miko nantinya. Lagipula Apartemen itu juga bersebalahan dengan Apartemen yang sering Miko tempati, itu ide yang cemerlang untuk mendekatkan keduanya bukan?
“Yasudah, kamu istirahat aja yah! Ibu mau nemuin Laras dulu sebentar. Nggak usah terlalu mikirin ucapan Miko yan Bin, dia emang kaya gitu sama siapa aja! Tapi aslinya dia baik kok.” Ujar Yuli sebelum meninggalkan Bina sendirian di kamar yang terlihat mewah itu. Setelah Bina mengangguk dan mengucapkan terimakasih.
***