Penolakan Agra

1177 Kata
Perasaan Hasna sangat kacau, setelah kepergian suaminya yang entah kemana dia hanya bisa menangis untuk melepaskan segala kesakitan di dalam hatinya. Ucapan-ucapan sang suami berputar-putar di dalam kepalanya seperti kaset rusak. Rasanya Hasna ingin memecahkan kepalanya dengan apapun yang berada disekitarnya. Namun Ide gila itu segera sirna ketika dia ingat dengan anak-anaknya. Apalagi anak yang masih berada di dalam rahimnya. Hasna menangis sampai tertidur, dia sudah terlalu lelah menangis memikirkan hal-hal buruk. Pukul 11 siang, hasna terbangun. Dia lantas beranjak ke dapur untuk menghilangkan rasa dahaga yang terasa. Penampilan Hasna sungguh sangat kacau, rambutnya berantakan, matanya merah, bibirnya pucat serta pandangan mata yang mulai kosong. Selama ini dia tidak pernah merasakan hal sesakit ini. Ucapan sang suami sangat Membekas sampai kapanpun. Bagaimanapun Hasna bukanlah malaikat, rasa benci itu pasti ada. Namun ia berusaha tidak menghiraukannya dan mengingat tentang anak-anaknya. Bagaimanapun perlakuan suaminya ataupun penolakan suaminya terhadap janin dalam kandungannya, surya tetap suami sahnya. Dia tetap ayah dari anak-anaknya. "Ibu kenapa? " tanya Abian yang baru pulang dari sekolah. Meskipun dia masih kecil tetapi Abian tahu kalau ibunya sedang tidak baik-baik saja. Apalagi dia mendapati sang Ibu mengeluarkan air mata. Anak sekecil apapun tahu jika air mata keluar pasti ada yang menyakitinya. Hasna terkejut, dia sama sekali tidak ingin memperlihatkan betapa kacaunya dirinya kepada anak-anaknya. Namun karena terlalu lama melamun, dia tidak sadar kalau sudah pukul 12 siang. Satu jam dua hanya duduk di meja makan tanpa melakukan apapun dan hanya merenungi nasib yang tidak berpihak padanya. Hasna Pun tidak sadar kalau air matanya masih mengalir. Dia Segera mengusapnya dengan buru-buru. Tetapi Sayang Abian sudah melihatnya. Hasna buru-buru Mencari Alasan yang masuk akal, dia menjeda sedikit waktu kemudian baru menjawab pertanyaan sang anak. Ide cemerlang muncul begitu saja. "Ibu kelilipan, Adek kok udah pulang?" Pertanyaan yang sungguh tidak perlu ditanyakan lagi, jelas saja Abian sudah pulang karena jam dinding sudah menunjukkan pukul 12 siang. Biasanya Abian juga pulang pada jam 12 siang. "Ya karena udah pulang sekolah makanya Adek pulang Bu," jawab Abian. Dia naik ke kursi kemudian menggapai meja dan duduk di atasnya. Abian melakukan itu agar bisa lebih dekat dengan wajah Hasna. "Kalau Adek kelilipan Ayah Sering niupin, sini Adek tiupin Bu!" ujar Abian sambil mencoba meniup-niup mata sang ibu. Hasna tersenyum dengan penuh kepiluan, kata ayah yang keluar dari mulut anaknya membuat jiwanya seakan hampa. Abian meniup-niup mata Hasna dengan sangat pelan. Dia tidak mau sang Ibu merasakan kesakitan. "Gimana Masih sakit Bu?" tanya Abian. Hasna menggeleng sebagai respon kepada sang anak, tidak lupa dia juga memberikan senyuman sebagai isyarat bahwa dia baik-baik saja. Abian langsung turun dari meja makan, sebelum itu dia mencium pipi ibunya. Abian kemudian pamit untuk mengganti pakaian ke dalam kamar. Dengan raut wajah yang kacau Hasna langsung mencuci muka di tempat pencucian piring. Setidaknya dengan mencuci muka wajahnya bisa kembali segar walaupun hatinya tidak. Hasna mengambil bahan-bahan makanan yang ada di kulkas. Dia harus segera memasak makanan mengingat anak keduanya yang akan pulang sebentar lagi. Kebetulan hari ini jadwal sang anak ujian try out sehingga pulang lebih cepat dari biasanya. Hasna ingin membuat makanan kesukaan anak-anaknya. Dia mengikat rambutnya ke atas agar tidak kegerahan dan juga tidak mengganggu aktifitas memasaknya. Namun ketika hidungnya mencium bau bawang isi perut Hasna mendadak ingin keluar. Hasna merasakan mual  secara tiba-tiba. Biasanya dia tidak seperti itu. Huek... Huek.. Hasna mengeluarkan isi perutnya, kepalanya mendadak pusing. Dia menunggu rasa mualnya berkurang baru dia menjauh dari wastafel pencucian piring. Setelah rasa mual nya sudah berkurang, Hasna kembali untuk duduk di kursi makan. Dia menarik nafas dan menghembuskan kembali agar tekanan darahnya normal. Hasna menjauhi bahan-bahan makanan dari dirinya, dia sepertinya tidak bisa mencium bau bahan makanan tersebut. Hal ini persis seperti saat dia mengandung anak kedua dan ketiga nya yaitu Agra dan Abian. Saat mengandung mereka, Surya masih begitu aktif membantu nya memasak di dapur. Bahkan Surya sendiri yang turun tangan untuk memenuhi kebutuhan makanan anak- anak dan dirinya. Membayangkan hal tersebut hanya bisa membuat d**a Hasna terasa sakit. Hasna memanggil Abian dan meminta tolong untuk diambilkan masker. Bagaimanapun kondisinya, anak-anaknya harus terpenuhi segala nutrisi di dalam tubuh mereka. Abian tidak bertanya kepada sang Ibu kenapa memakai masker saat memasak. Biasanya masker disediakan di rumah Apabila ada anggota keluarga yang sakit, jadi Abian berpikir bahwa ibunya sedang batuk atau pilek. Hasna memaksa dirinya untuk memasak, walaupun menahan mual yang berdatangan padahal sudah menggunakan masker. Hasna tidak berhenti untuk memasak. Selang beberapa lama terdengar pintu depan berbunyi. "Abian!!! Jangan keluar dulu ya, siap makan baru boleh main." Hasna sedikit berteriak agar sang anak bisa mendengar suaranya dari dapur. "Abian nggak keluar Bu, ini lagi nonton!" jawab Abian. "Aku yang pulang Bu," ujar Agra tiba-tiba. Terjawab sudah kebingungan Hasna siapa yang membuka pintu depan, ternyata anak keduanya sudah pulang. "Ibu belum selesai masak, sabar dulu ya!" Agra tidak merespon pernyataan Ibunya, dia mendekat dan memeluk Hasna dengan erat. Sepertinya Agra sedang ada masalah, Hasna mengelus pundak Agra untuk memberikannya kekuatan psikis. Dia hanya diam dan tidak banyak bicara. Hasna ingin anaknya sendiri yang bercerita jika ada masalah. Beberapa menit kemudian Agra melepas pelukannya. Dia tersenyum kepada Hasna, senyum yang sangat jarang sekali di tampakkan oleh Agra bahkan kepada keluarganya sendiri. Agra baru sadar sang Ibu memakai masker. Tentu saja hal itu menjadi tanda tanya sendiri untuk Agra. "Kenapa pakai masker Bu? Ibu sakit?" Hasna menggeleng. Bagaimana cara memberitahu anaknya tentang kondisi dirinya sekarang. Hasna sama sekali belum siap. "Terus kenapa?" tanya Agra khawatir. "Ibu mual kalau cium bau bawang nak, ganti baju aja dulu ya!" Agra tidak beranjak, dia menatap Ibu dengan tatapan yang sulit dideskripsikan. Hasna pun jadi kebingungan. "Bentar lagi Ibu selesai Masak, kenapa natap Ibu kayak gitu?" "Ibu nggak hamil kan?" Deg, jantung Hasna berdetak cukup kencang. Kenapa anaknya bisa menebak seperti itu. "Ah i-itu nak..." "Ibu hamil lagi?" tanya Agra sekali lagi. "Kenapa bisa Ibu hamil lagi? Umur Ibu nggak muda akhhh!!!" Agra mengacak rambutnya, kenyataan yang sama sekali tidak dia inginkan. "Duduk dulu," ujar Hasna mencoba berbicara baik dengan sang anak. "Aku nggak mau Ibu hamil! Aku nggak mau!!! Ibu...Ayah nggak kayak dulu, Ayah udah berubah. Sejauh apapun Ibu berpikir Ayah tetap sama, maka itu hanya halusinasi. Kenapa Ibu malah hamil? Hasna kebingungan mencerna kata-kata yang keluar dari mulut anaknya. Kenapa Agra berkata bahwa sang Ayah nggak kayak dulu lagi? Hasna dibuat kebingungan dan juga sedih. "Jangan bilang gitu nak," ujar Hasna tidak kuasa menahan tangisnya. Setelah penolakan sang suami atas kehamilannya kenapa anaknya juga menolak kehamilannya? "Aku nggak mau Ibu hamil!" ujar Agra sebelum meninggalkan sang Ibu sendirian di dapur. Dia tidak masuk ke kamar melainkan keluar rumah dengan menggunakan seragam sekolah. Hati Hasna berkali-kali lipat sakit. Apa yang salah jika hamil di saat usianya mau empat puluh tahun? Kenapa bisa jadi begini. Sesakit apapun Hasna, dia tetap memaksakan diri untuk masak. Anak ketiganya belum makan sama sekali. Tangis Hasna tidak ada henti-hentinya. Kadang pisau seperti memanggil dirinya untuk memotong tangannya sendiri. Namun sebisa mungkin Hasna menahannya. Jika saja Hasna tidak mengingat anak-anaknya, pasti mengakhiri hidup adalah jalan gila yang dia tempuh. Hidupnya terlalu berat.     *Jangan lupa komen bunda biar semangat updatenya??*
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN