Ibu Minta Maaf

1249 Kata
Sejak penolakan yang dilontarkan baik oleh Surya ataupun oleh anaknya Agra, mereka berdua tidak kunjung menampakkan diri hingga larut malam. Hasna sudah kelinglungan mencari keberadaan Agra maupun sang suami. Dia melihat jam dinding, ternyata sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Hasna tidak akan terlalu khawatir jika hanya Surya yang tidak kunjung kembali ke rumah, namun sang anak yang menjadi fokus utama yang membuat dia sangat khawatir. Jika saja Hasna bisa mengeluh saat ini, dia pasti akan melakukannya. Bagaimana dia akan kuat untuk menghadapi segalanya. Apakah memang keputusan Hasna untuk hamil salah besar? Jika menurut anak dan suaminya salah, maka jangan salahkan anak yang masih berada di dalam rahimnya. Cukup mereka marah kepada Hasna. Anak yang ada di rahimnya tidak salah apa-apa. Hasna sudah mencoba menghubungi ponsel Arga, tetapi sayang sekali sang anak tidak membawa ponselnya saat meninggalkan rumah. Dia hanya membawa badan yang terbalut seragam sekolah. Hasna sangat khawatir apabila Agra melakukan hal aneh-aneh di luaran sana. Dia tidak akan memaafkan diri sendiri jika hal itu terjadi. Hasna duduk di depan rumah. Dia mondar mandir tidak tentu arah. Bahkan dari pagi perutnya belum terisi apapun. Dia tidak nafsu makan sama sekali, bahkan dia tidak ingat makan. Hasna berulang kali mengusap air matanya yang mengalir deras, dia menahan isak tangisnya agar tidak terdengar oleh siapapun. Anak bungsunya sudah tertidur sejak tadi. Rasa sesak di dalam dadanya kian membunuh secara perlahan. Rasa sakit perutnya sama sekali tidak membuat Hasna untuk berhenti menunggu sang suami dan anaknya. "Nak pulang, Ibu mohon hiks!!!" lirih Hasna pilu. Pandangannya masih mengarah ke jalan. Berharap anaknya menampakkan diri. Dia sudah bertekad jika sampai jam satu dini hari sang anak belum pulang, maka dia akan mencari keluar rumah. Walaupun Hasna tidak tahu keberadaan pasti anaknya, tetapi dia akan berusaha untuk mencarinya. Detik demi detik berlalu, Hasna juga sudah mencoba menghubungi sang suami. Tetapi malah operator yang berbicara bahwa nomor sang suami tidak aktif. Pesan yang dikirim Hasna di w******p juga hanya ceklis satu, dan terakhir aktif pada jam sembilan pagi. Hasna ingin sekali tertawa dengan keras, memertawakam hidupnya yang tiba-tiba saja berantakan seperti ini. Padahal di luaran sana banyak orang di umurnya sekarang bahkan lebih dari Hasna juga hamil. Apakah keluarga mereka menolak kehamilan itu? Ingin rasanya Hasna menanyakan itu kepada mereka. Sudah jam satu kurang delapan menit dini hari. Hasna tidak bisa diam. Dia segera masuk ke dalam rumah untuk mengambil jaket dan juga penutup kepala. Suasana jelas saja dingin dan sepi. Hasna tidak bisa keluar jauh-jauh, dia akan berjalan ke persimpangan yang ada di depan kompleks. Sebelum itu, Hasna melihat Abian terlebih dahulu. Dia harus memastikan sang anak sudah nyenyak tidur sehingga dia tidak akan terbangun nantinya. Dirasa cukup aman, Hasna langsung keluar rumah. Dia membuka pagar secara perlahan agar tidak mengganggu orang lain. "Ibu mau kemana?" Hasna kaget. Dia baru saja mau menutup pintu pagar tetapi suara yang amat dia kenal menghentikan aktivitasnya itu. Hasna segera membalik kan badannya untuk memastikan apakah itu nyata atau hanya halusinasi saja. Ternyata benar, itu suara anaknya Agra. Dia sedang berjalan ke arah rumah sembari mendorong motornya. Hasna merasa sangat teriris, penampilan sang anak sangat berantakan. Apakah anaknya sudah makan hari ini atau tidak membuat Hasna merasa gagal menjadi seorang Ibu. "Ya Allah nak hiks... Hiks..." Hasna langsung menubruk tubuh sang anak yang penampilan masih sama seperti saat meninggalkan rumah siang hari tadi. Dia menangis di d**a bidang anaknya. Agra sudah layaknya laki-laki remaja pada umumnya. Tinggi badannya sudah menyamai sang Ayah. "Jangan hukum Ibu kayak gini Nak hiks, Ibu nggak sanggup!!!" Hasna memukul pelan d**a anaknya. "Kamu boleh marah sama Ibu hiks, Ta-tapi jangan ninggalin Ibu hiks...!!!" Agra syok melihat betapa hancurnya sang Ibu karena dirinya. Dia sama sekali tidak berniat untuk membuat sang Ibu menjadi seperti sekarang. Agra masih syok mengetahui kehamilan ibunya. Setelah merenung di luar rumah, Agra tahu bahwa apa yang dia lakukan sangat menyakiti hati ibunya. "Agra liat Ibu nak hiks..." Hasna menangkup wajah sang anak dengan kedua tangannya. Dia melihat dengan pandangan yang sulit diartikan, air mata tidak pernah lelah untuk mengalir ke pipinya. Hasna ingin memastikan apakah keadaan anaknya baik-baik saja atau ada yang lecet. Agra tidak kuasa melihat Ibunya menangis seperti ini. Bagaimanapun Agra menahannya dia tidak akan bisa. "Maafin Ibu ya Nak, maafin karena Ibu belum bisa menjadi Ibu yang baik buat Agra hiks... Ibu belum bisa buat Agra bahagia hiks. Ibu minta maaf hiks, Jangan tinggalin Ibu nak. Ibu mohon!!!" Agra menggeleng. Sampai kapan pun dia tidak akan meninggalkan Ibunya. "Da-da I-Ibu sakit nak hiks membayangkan kamu nggak pulang ke rumah hiks. Sakit sekali hiks... Ibu mohon nak, maafin Ibu hiks!!!" Hasna berbicara sambil memukul dadanya yang memang terasa amat menyakitkan. Sekuat apapun Hasna memukulnya tidak akan bisa menghilangkan rasa sakit kecuali dengan kehadiran sang anak di sisinya. "Agra yang salah Bu, maafin Agra!" Agra langsung meminta maaf. Dia tidak sanggup lagi melihat sang Ibu yang terlihat hancur di depannya. Agra ingin bersujud kepada sang Ibu untuk meminta maaf, tetapi sang Ibu melarang. "Udah nak hiks, Udah... Kamu pulang aja itu udah lebih dari cukup!" Hasna kembali memeluk sang anak. "Maafin Agra ya Bu hiks...Maafin Agra yang udah buat Ibu nangis kayak gini. Maafin Agra karena nakal...Agra nggak mau ibu tersakiti, malah Agra yang buat ibu tersakiti... Agra jahat banget Bu. Maafin Agra hiks maafin!!!" Hasna mengangguk cepat, apapun yang dilakukan sang anak Hasna akan selalu memaafkannya. Dia hanya ingin Agra berada di sisinya, keinginannya sesimple itu. "Udah Nak, lihat Agra pulang dan baik-baik aja udah cukup buat Ibu senang Nak!" Hasna mengusap air mata sang anak. Dia tersenyum agar anaknya juga ikut tersenyum, "Senyum nak, jangan nangis lagi. Anak Ibu ganteng kalau senyum!" Agra mengalihkan pandangannya ke arah lain. Menahan air matanya agar tidak menetes lagi. Mencoba menampilkan senyum indah agar Ibunya senang melihatnya. Agra tersenyum dengan lebar, senyum yang tidak seperti biasa. Senyum itu dibarengi dengan air mata yang mengalir. "Anak Ibu ganteng sekali!!!" puji Hasna dengan tulus. "Makasih ya Nak hiks, makasih udah jadi anak Ibu nak...." sambung Hasna lagi. Agra berulang kali mengusap air matanya. Dia yang sangat jarang memperlihatkan emosi sedih nya, namun jika menyangkut dengan Ibunya maka akan sangat berbeda. Dia akan seperti sekarang, menangis karena kebodohan dia sendiri. "Agra yang harusnya bilang makasih Bu... Terima kasih udah jadi Ibu yang luar biasa buat Agra!" Setelah lama mereka mengeluarkan segala resah gelisah, Hasna membawa sang anak ke dalam rumah karena cuaca diluar sangat dingin. Sebelum itu dia membantu sang anak mendorong motor untuk memasuki bagasi. Hasna tidak bisa membayangkan dari mana sang anak mendorong motor tersebut. Pasti sangat melelahkan. "Agra udah makan seharian ini?" tanya Hasna dengan pandangan yang sulit diartikan. Agra saja tidak mempunyai uang untuk membeli bensin motor yang kebetulan habis sehingga dia mendorong motornya untuk pulang, apalagi uang untuk makan. "Ibu jangan khawatir, Agra udah makan tadi siang!" Hasna tahu sang anak berbohong. Kebiasaan Agra yang tidak akan berani menatap ibunya apabila berbohong. Itulah yang dia lakukan sekarang. Hasna langsung membawa sang anak ke dapur. Dia membuka tudung saji, ada makanan kesukaan sang anak. "Ibu tadi masak semur Ayam kesukaan Agra, dimakan ya nak!" Agra sangat terpukul melihat bagaimana Ibunya masih memikirkan dirinya padahal Dia sudah sangat jahat. Agra langsung memakan masakan sang Ibu dengan lahap. Entah apa yang Agra rasakan, Dia menahan air matanya yang ingin menerobos untuk keluar. Hasna tersenyum melihat sang anak yang makan dengan begitu lahapnya. Setidaknya dini hari itu, setengah hatinya yang hancur dapat kembali menyatu meski tidak sepenuhnya. . . . *Jangan lupa komen, biar tambah semangat update hehe. Jangan lupa ibadah ya*?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN