Di saat semua orang tengah sibuk mengikuti jam pelajaran di dalam kelas, mereka malah membolos.
Mereka?
Tentu saja para berandalan itu. Bagas Elvano, Dika, Raka, dan Arya. Menghabiskan waktu di rooftop saat kelas berlangsung sudah seperti rutinitas bagi mereka yang tidak boleh dilewatkan.
Nilai? Mereka tidak perlu pusing memikirkan soal itu. Mereka akan menghalalkan segala cara agar setidaknya mendapatkan nilai. Mencontek, misalnya.
"Kau berangkat naik bus lagi, ya?" Arya menatap Bagas. Mulutnya sibuk mengunyah makanan ringan yang tadi dibelinya di kantin.
"Hm. Motorku masih disita oleh ayah, padahal dia sedang pergi ke Jepang dan parahnya lagi dia juga membawa kunci garasi jadi aku tidak bisa membawa kabur motorku.
"Ke Jepang? Jadi orangtuamu sedang pergi ke Jepang?" Arya berkedip dua kali.
"Iya. Mereka pergi selama lima hari."
"Wahh kalau begitu nanti malam bagaimana jika kita ke tempat biasa? Di sana ada pelayan baru yang sangat cantik." Arya menyeringai tipis. Mendengar itu, Dika langsung menjitak kepalanya dengan keras hingga pria itu berteriak.
"Dia milikku, bodoh!!"
"Aishh! Aku yang pertama kali mendekatinya! Dia milikku!" Arya tak ingin kalah.
"Kau masih kecil. Dia tidak pantas untukmu!" cibir Dika . Wajah Arya yang imut terkadang membuatnya sering dijadikan bahan ledekan.
Tak terima, Arya melayangkan beberapa pukulan di lengan Dika dan terjadilah aksi kejar-kejaran di sana.
Raka yang merasa pusing melihat tingkah kedua temannya itu pun perlahan mendekat, lalu membuang napas pelan.
PLETAK!
PLETAK!
"Begini lebih baik." Raka tersenyum tipis.
Kedua anak itu mengaduh sembari mengusap kepala mereka yang baru saja mendapat jitakan darinya.
"Ini kesempatan bagus. Nanti sepulang sekolah kita langsung pergi ke sana. Bagaimana?" usul Raka.
Bagas tampak berpikir. Beberapa detik kemudian seulas senyum mengembang di bibirnya. "Baiklah. Ini saatnya menikmati hari kebebasanku."
"Dan kalian! Jangan membuat masalah!" Raka menatap pada Dika dan Arya. Kedua anak itu dengan sigap langsung menganggukan kepalanya layaknya bocah TK yang menurut pada ayahnya.
***
Jarum jam sudah hampir menunjuk ke angka sepuluh namun Alana tak kunjung bisa memejamkan kedua matanya. Gadis itu sedari tadi mondar-mandir di ruang TV sembari sesekali matanya melirik ke arah jam. Ia menggigiti ujung kuku jemarinya, berusaha meredam kegelisahannya.
"Astaga, apa yang sebenarnya dilakukan makhluk albino itu?!" Ia mengentakkan kakinya ke permukaan lantai. Pasalnya, sampai saat ini Bagas belum juga pulang. Beberapa saat yang lalu orang tuanya menelepon karena mereka berkata kalau ponsel milik Bagas tak bisa dihubungi. Akhirnya dengan terpaksa Alana berbohong dan mengatakan kalau Bagas tengah pergi ke minimarket.
Tidak lama kemudian ia mendengar suara pintu ditutup. Alana pun segera berlari ke sana dan mendapati Bagas yang baru saja pulang. Jas sekolah pria itu nampak tersampir di bahu kirinya. Ia menatap Alana sekilas dan tetap melangkah tanpa memedulikan keberadaan gadis itu di sana.
"Kau ke mana saja, bodoh?!!" semprot Alana.
"Aishh ... diamlah. Aku lelah." Bagas berjalan melewati gadis itu.
Di saat yang bersamaan, Alana mencium bau aneh dari tubuh lelaki itu. "Heh, apa kau baru saja minum?" tanyanya sembari mengikuti langkah Bagas.
"Aku hanya minum dua gelas." Bagas menjawab dengan begitu santai, seolah tak melakukan kesalahan apa-apa.
"A-apa? Yak! Kau masih sekolah dan sudah berani pergi ke tempat seperti itu untuk minum-minum?! Ya Tuhan, Bagas Elvano. Orang tuamu pasti akan marah jika mereka tahu soal ini?!"
"Aku sudah cukup umur untuk minum. Kau berlebihan sekali." Bagas berjalan ke dapur dan mengambil sebotol air mineral dari dalam kulkas.
"Cukup umur kau bilang? Kau ini masih SMA, dasar bodoh! Bagaimana mungkin kau bisa berani pergi ke tempat laknat seperti itu dengan menggunakan seragammu?" Alana memukul bahu Bagas dengan keras hingga lelaki itu tersedak pelan.
"Aku tidak pergi ke bar, bodoh. Aku hanya pergi ke tempat biliar." Bagas melirik Alana yang masih memasang tampang masam.
"Kau tidak waras," cibir gadis itu. "Ayahmu tadi meneleponku karena dia bilang kalau ponselmu tidak bisa dihubungi. Sekarang aku tahu, kau pasti sengaja melakukannya, kan? Bisa gawat jika ayahmu tahu. Mungkin kartu ATM milikmu akan dia blokir."
"Tidak usah ikut campur. Lalu tadi apa jawabanmu?"
"Aku terpaksa berbohong pada ayahmu dan berkata kalau kau sedang ke minimarket. Bagaimana jika dia tahu yang sebenarnya? Bukan hanya kau yang akan mendapatkan masalah, tapi aku juga!" bentak Alana.
"Itu urusanmu." Bagas tersenyum miring. Ia kembali melangkah, bahkan menubruk pelan bahu milik Alana dan pergi ke kamarnya, membuat gadis itu meneriakinya dengan berbagai macam sumpah serapah.
- TBC