Bab 10 : Morning Temptation

673 Kata
Waktu telah menunjukkan hampir pukul tujuh saat Alana tengah sibuk membuat sarapan. Telinganya sudah panas mendengar ocehan Bagas yang terus-terusan memintanya memasak. Maka gadis itu berinisiatif untuk bergerak sebelum lelaki super menyebalkan tersebut memberi perintah lagi. Namun, sampai sarapan telah siap pun Bagas belum juga menunjukkan batang hidungnya. Suaranya juga belum sampai pada indra pendengaran Alana, membuat gadis itu menaruh curiga. "Ck, sedang apa sih makhluk albino itu?" cibir Alana sesaat setelah meletakkan dua mangkuk berisi sup jagung di atas meja. Tanpa pikir panjang, ia berjalan menaiki tangga, menuju kamar Bagas yang berada di lantai dua. "Heh, Bagas! Kau sudah bangun, 'kan?! Kau bisa terlambat!" teriak Alana di depan pintu kamar lelaki itu. Ia menggedor pintu tak beraturan hingga menimbulkan bunyi nyaring di pagi hari. Tidak ada jawaban. 'Apa dia masih tidur?' batin Alana. "Yak! Cepat bangun atau aku akan mendobrak pintunya!" ancam Alana, namun masih tak terdengar sahutan dari dalam. Masih tidak ada jawaban. Gadis itu mulai kesal. "Kita bisa terlambat, Bodoh! Bangun! Kenapa diam saja? Kau tidak mati di dalam, 'kan?" "Bagas Elvano, cepat-" Baru saja Alana hendak menggedor lebih keras, pintu kamar terbuka perlahan hingga sang pemilik terlihat. "Astaga, kau berisik sekali," ucap Bagas dari balik pintu. Gadis di depannya seketika mematung dengan kedua mata yang berhenti berkedip. Hingga beberapa saat kemudian ia dengan cepat membalikkan badannya membelakangi Bagas, membuat lelaki itu menaikkan salah satu alisnya. "Pa-pakai bajumu, bodoh!" Rona merah perlahan menyembul di pipi Alana yang mati-matian dia sembunyikan. Bagaimana tidak, Bagas keluar hanya memakai handuk yang menutupi bagian bawah tubuhnya saja, sementara dadanya yang bidang sengaja diperlihatkan. Bahkan rambutnya masih terlihat basah dengan tetesan-tetesan air di beberapa ujung. "Aku pasti sudah memakai baju jika kau tidak berteriak di depan kamarku," ujar lelaki itu. "Kau tidak menjawab! Aku tidak tahu kalau kau sedang mandi," tukas Alana kesal. Wajah gadis itu semakin memerah. Menyadari sikap Alana yang seperti salah tingkah, Bagas mengernyitkan dahi. Detik berikutnya, guratan senyum terbentuk di kedua sudut bibirnya. Tidak, mungkin lebih tepatnya sebuah seringai. "Ka-kalau kau sudah selesai, turunlah. Aku sudah menyiapkan sarapan," ujar Alana. Gadis itu masih belum berani menatap tubuh Bagas yang setengah telanjang. Baru saja kakinya mengambil beberapa langkah, pergelangan tangan Alana diraih dari belakang. Dengan sigap, Bagas membawa gadis itu masuk ke kamar dan menyudutkannya di dinding. "Apa yang kau lakukan?!" hardik Alana. Ia berusaha keras melepaskan jeratan pergelangan tangannya dari Bagas namun tenaganya tak sebanding. Bukannya menjawab, Bagas malah terdiam. Ia mendekatkan wajahnya hingga membuat gadis itu memundurkan wajahnya, namun percuma karena tubuhnya terkunci. Kedua tangannya ditahan oleh Bagas, membuatnya semakin tak bisa bergerak. "Hanya ada kita berdua di sini," lirih Bagas dengan seringaiannya. "Ba-Bagas," lirih Alana terputus, suaranya bahkan nyaris tak terdengar. Ia dapat merasakan debaran jantungnya sendiri bertalu-talu di dalam d**a. "A-apa yang kau lakukan? Cepat bersiap-" "Bersiap untuk apa, hm?" Suara Bagas semakin berat, entah karena alasan apa. Ia menatap sepasang manik indah itu lekat, membuat bulu-bulu tengkuk Alana meremang saat melihat bibir pemuda itu membentuk sebuah seringai aneh. Mirip seringai om-om yang kegirangan mendapat mangsa di dalam gang jalanan yang sepi dan remang. "Menurutmu apa?" desis Bagas persis di samping telinga Alana, sementara gadis itu menelan salivanya dengan susah payah. "Kita bisa terlambat, tahu!" Alana berusaha menyingkirkan tangan Bagas dari sisi tubuhnya. Namun, di luar dugaan, Bagas malah semakin mencengkeram tangan gadis itu, lalu semakin mendekatkan wajahnya. 'Ya Tuhan, sebenarnya apa yang dia rencanakan? Ah, Ibu~ tolong aku!' Alana memejamkan kedua matanya rapat. Dalam hari ia berdoa agar Bagas tak benar-benar melakukan hal bodoh padanya. Apalagi seperti yang lelaki itu bilang tadi, kalau di rumah itu hanya ada mereka berdua. Alana semakin murka atas tindakan konyol orang tua mereka yang tak masuk akal. Semakin gadis itu memberontak, semakin kuat juga cengkeraman Bagas. Perlahan, Alana bisa merasakan deru napas lelaki itu di permukaan wajahnya. "Ba-Bagas," panggil Alana yang nyaris menangis. - TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN