Dengan terbukanya topeng itu. Maka terlihatlah wajah dibalik topeng tengkorak cokelat, yang selama ini tersembunyi. Ternyata wajah itu, adalah wajah dari kernek minibus yang menjemput para pemenang kuis itu.
"JIKA BEGITU, KAU HARUS MATI!" teriak Malaikat Hitam, sambil melayangkan tendangan kaki kanannya ke arah d**a Malaikat Cokelat. Yang dengan gesitnya menghindari tendangan dari Pimpinan 7 Malaikat Kematian. Hingga serangan dari Malaikat Hitam itu pun mengenai ruang kosong.
Kegagalan itu tak membuat Malaikat Hitam kesal. Dirinya malah bertambah semangat menyerang Malaikat Cokelat. Karena merasa Malaikat Cokelat telah meningkat kemampuannya. Dari sejak awal dirinya, mengenal Malaikat Cokelat.
"Ternyata kau gesit juga ...,." ucap Malaikat Hitam, sambil menyerang kembali. Kali ini dengan tinju kedua tangannya. Yang kali ini dilayani oleh kedua tangan Malaikat Cokelat.
Mereka pun terus berkelahi seperti itu. Dengan keadaan seimbang. Yang membuat Malaikat Cokelat heran. Karena dirinya merasa, Malaikat Hitam yang sedang ia hadapi bukanlah Pimpinan dari 7 Malaikat Kematian yang selama ini dia kenal. Yang tak mungkin kewalahan menghadapi dirinya seperti ini.
"Aneh, kenapa dirinya menjadi begitu lemah?" tanya Malaikat Cokelat dengan penuh keheranannya, sambil menangkis pukulan tangan kanan Malaikat Hitam. Yang begitu bertubi-tubi menerpa dirinya, tanpa jeda sama sekali.
"Jangan-jangan benar, Malaikat Hitam ada dua. Sama seperti, Malaikat Biru," lanjut Malaikat Cokelat di dalam hatinya. Terus menangkis serangan dari lawannya. Dengan spekulasi yang berkecamuk liar di benaknya.
Keanehan yang dirasakan oleh Malaikat Cokelat pun, dapat dilihat dan dirasakan oleh Malaikat Merah.
"Apakah Si Lemah, Pimpinan saat ini. Hingga ia pun keteteran menghadapi Cokelat?" tanya Malaikat Merah, seraya terus menyaksikan duel maut itu, dengan penuh seksama.
Pertarungan antara Malaikat Hitam dan Malaikat Merah terus terjadi dengan sengitnya. Yang terus diamati oleh Malaikat Merah.
"Pimpinan, apakah kau Si Lemah? Hingga begitu sulit untuk mengalahkannya?" tanya Malaikat Merah, dengan suara keras. Hingga membuat Malaikat Hitam emosi.
"Berisik kau, Merah!" teriak Malaikat Hitam.
Perkataan dari Malaikat Merah itu sudah memancing rasa penasaran Malaikat Cokelat.
"Jadi kau Si Lemah. Pantas kau begitu payah. Jangan-jangan benar kau ada 2. Seperti Biru ...," sindir Malaikat Cokelat, berusaha memancing Malaikat Hitam dengan perkataannya.
Pimpinan dari 7 Malaikat itu hanya terdiam. Tak langsung merespon perkataan dari Malaikat Cokelat, yang menyeringai ke arahnya. Seakan sedang mengejek dirinya, jika rahasia terbesarnya sudah diketahui oleh Malaikat Cokelat.
"Dia bisa tahu, jika Malaikat Biru ada 2? Yang membocorkan ini, Mario atau Marco?" tanya Malaikat Hitam di dalam hatinya. Sembari terus menyerang Malaikat Cokelat dengan gencarnya.
"Malaikat Biru ada dua?" tanya Malaikat Merah dengan penuh kebingungannya, mendengar perkataan dari Malaikat Cokelat, yang memang sengaja berbicara keras. Agar Malaikat Merah mendengarnya dengan jelas.
"Kau jangan ngawur, bilang Malaikat Biru ada dua!" elak Malaikat Hitam, terus menyerang Malaikat Cokelat.
"Merah, apa kau masih ingat. Saat ada kapal yang keluar dari Pulau Biru. Apa kau tak tahu, siapa yang ada di kapal itu?" pancing Malaikat Cokelat kepada Malaikat Merah, yang terus memperhatikan duel maut itu.
"Ya, aku melihatnya. Tapi aku tak tahu, siapa penumpang kapal itu," jawab Malaikat Merah tegas, dengan tatapan tajam ke arah Malaikat Cokelat.
"Dia adalah Mario, Biru yang sekarang adalah Marco. Malaikat Biru yang sesungguhnya. Tapi tetap saja, dia memakai nama Mario," Malaikat Cokelat tertawa. Hingga membuat dirinya lengah. Memberi peluang Malaikat Hitam meninju perutnya. Hingga Malaikat Cokelat pun kehilangan kuda-kudanya.
Akan tetapi itu hanya sesaat. Dirinya langsung stabil kembali. Menatap tajam ke arah Malaikat Hitam, yang tiba-tiba saja menghentikan serangannya.
"Darimana dia tahu, hingga sejauh ini?" tanya Malaikat Hitam di benaknya. Tetap memandang Malaikat Cokelat dengan kegeramannya. Yang seakan dapat membaca pikiran dari Malaikat Cokelat.
"Mario sendiri yang bercerita kepadaku," lanjut Malaikat Cokelat, berdusta terhadap Malaikat Hitam. Jika Mario bercerita langsung kepada dirinya. Padahal dirinya tahu cerita itu dari Malaikat Putih.
"Dasar pembual!" teriak Malaikat Hitam, lalu menyerang kembali Malaikat Cokelat. Hingga duel di antara mereka pun terjadi kembali, dengan begitu sengitnya.
Mereka berdua terus saling menyerang dengan penuh keseriusannya. Seakan melupakan kehadiran Malaikat Merah di tempat itu.
Hingga tanpa Malaikat Cokelat sadari. Malaikat Merah telah bersiap untuk menyerang Malaikat Cokelat, dengan belati bergagang tengkorak merah, yang telah dilumuri oleh racun.
Ia genggam erat-erat belati bergagang tengkorak merah itu. Dengan tangan kirinya, ia menunggu saat Malaikat Cokelat lengah.
Terus menunggu dengan penuh kesabarannya, untuk mendapatkan kesempatan itu. Hingga akhirnya, ia pun menemukan kesempatan itu.
Dengan cepatnya, seperti angin. Ia pun bergerak dan lalu menancapkan belati bergagang tengkorak merah itu, ke punggung Malaikat Cokelat. Yang sangat terkejut dengan serangan dari belakang, yang tak ia duga sama sekali.
Malaikat Cokelat pun terjatuh, ke lantai ruangan itu. Tepat di hadapan patung raksasa Malaikat Kematian.
"Kalian benar-benar payah .... Untuk menghabisi diriku saja, kalian harus berbuat curang seperti ini ...," ucap Malaikat Cokelat lirih, dengan berusaha menahan luka di punggungnya, dengan darah yang mengalir ke luar dari dalam lukanya.
Terlihat racun pun mulai bereaksi di tubuh Malaikat Cokelat, yang membuat tubuhnya sempoyongan. Tetapi ia masih berusaha untuk melakukan sesuatu hal. Sebagai perlawanan terakhir terhadap musuhnya.
Tampak tangan kirinya merogoh sesuatu hal dari saku jubah berwarna Cokelatnya. Ternyata ia mengambil sebuah benda seperti remote kontrol. Yang ternyata, itu adalah alat pengaktif bom yang segera ia aktifkan. Agar bom yang ia tanam di ruangan itu segera meledak. Dan menghancurkan ruangan itu dengan cepat.
"Aku jamin ruangan ini akan hancur, 10 menit ke depan. Dengan bom waktu yang sudah aku taruh di ruangan ini," Malaikat Cokelat lalu mengaktifkan bom waktu yang ia taruh di ruangan itu.
Saat bom waktu itu telah aktif, terdengarlah suara sirene di ruangan itu. Yang berbunyi sangat keras sekali. Hingga memekakkan telinga bagi orang yang mendengarnya. Termasuk telinga mereka bertiga.
"Rupanya, kau sudah merencanakan semua ini. Rencana untuk menghancurkan 7 Malaikat Kematian dari dalam!" ucap Malaikat Hitam, dengan penuh keterkejutannya. Karena ia tak menyangka jika Malaikat Cokelat dapat bertindak sejauh itu. Menaruh bom waktu di ruangan itu. Tanpa ia ketahui sama sekali, kapan ia melakukannya.
"Tentu saja, aku sudah merencanakannya dengan matang," timpal Malaikat Cokelat. Yang disambut oleh jawaban dari Malaikat Merah.
"KAU AKAN AKU HABISI!" teriak Malaikat Merah, sembari melangkahkan kakinya, untuk menghampiri Malaikat Cokelat yang tengah sekarat. Akan tetapi hal itu dicegah oleh Malaikat Hitam.
"Merah, kau tidak perlu membuang waktu. Cepat atau lambat, k*****t itu pun akan mati juga. Lebih baik kita tinggalkan ruangan ini, sebelum bom itu meledak ...," tutur Malaikat Hitam, lalu melangkahkan kakinya secara bergegas. Seakan sedang berlari kecil saja. Meninggalkan Malaikat Cokelat seorang diri di tempat itu.
Mendengar ucapan dari Pimpinannya. Malaikat Merah pun lalu mengikuti langkah Pimpinannya. Untuk meninggalkan ruangan itu secepat mungkin. Sebelum bom waktu yang sudah di aktifkan oleh Malaikat Cokelat. Meledak dan menghancurkan ruangan itu.
"Dasar pecundang kalian ..., Malaikat Kematian, takut dengan kematian!" kata Malaikat Cokelat dengan suara lirih.
Seiring dengan berakhirnya ucapan dari Malaikat Cokelat. Bom waktu yang ia taruh pun meledak dengan hebatnya. Yang membuat patung raksasa Malaikat Kematian pun hancur dan menimpa tubuh Malaikat Cokelat, yang mungkin sudah tak bernyawa lagi, saat patung itu menimpa dirinya.
Setelah ledakan hebat itu terjadi, ruangan itu pun hancur, terkubur oleh reruntuhan dari material yang ada di atas ruangan itu.