Bab 46. (Rencana Pembelotan)

1067 Kata
Malaikat Putih dan Malaikat Cokelat terus berbincang, tentang rencana pembelotan mereka berdua, dengan penuh keseriusannya. Tanpa menyadari, jika mereka sedang diawasi oleh Malaikat Hitam dan Malaikat Merah. Dari atas puncak bukit di Pulau Hitam, sejak dari tadi. Seperti biasanya, mereka menggunakan teropong lipat khusus. Untuk mengamati mereka berdua, yang sedang berada di Pulau Cokelat. Yang merupakan salah satu pulau terluar dari gugusan kepulauan kecil itu. "Sepertinya, mereka sedang merencanakan sesuatu hal, Pimpinan," ucap Malaikat Merah, masih melihat dengan teropong, yang dipegang dengan tangan kirinya. "Sayangnya kita tidak dapat mendengar, apa yang mereka bicarakan tentang rencana mereka itu," timpal Malaikat Hitam. Lalu melihat ke arah Bulan yang masih dalam fase purnama, dengan teropong yang di pegang dengan tangan kirinya. "Jika mereka berani mencoba, ingin melepaskan diri dari kelompok kita. Maka mereka pun, akan kita habisi ...," tutur Malaikat Merah, sambil menaruh teropongnya. Di dalam saku jubah merahnya. "Itu pasti .... Sekarang lebih baik kita kembali ke markas. Pertemuan akan segera dimulai," ucap Malaikat Hitam, lalu membuang teropong yang ia pakai begitu saja ke udara. Yang lalu jatuh, ke bawah puncak bukit itu. Karena persediaan teropong mereka melimpah. Mereka berdua lalu. Melangkahkan kakinya, meninggalkan tempat itu. Lalu masuk ke dalam lubang yang ada di dalam bukit itu. Dengan perantara tali tambang yang menjulur ke arah bawah dalam bukit itu. Setelah beberapa menit, mereka berdua akhirnya tiba di dasar bukit itu. Mereka lalu melangkahkan kakinya, melewati lorong-lorong setinggi 3 meteran. Yang diterangi oleh lampu lampu neon dari sumber energi Matahari. Yang keberadaannya hanya diketahui oleh mereka saja. Mereka berdua lalu tiba di ruang utama, di mana patung tengkorak kematian raksasa berada, dengan penuh keangkuhannya. Tampak di ruangan itu, Malaikat Biru sedang duduk di lantai ruangan itu, dengan termenung dalam. Sepertinya ia sedang memikirkan sesuatu hal. Yang memberat di benaknya. "Kau, tampaknya sedang bosan ya?" tanya Malaikat Hitam, dengan tatapan tajam ke arah Malaikat Biru. Mendengar perkataan Pimpinannya itu. Malaikat Biru lalu bangkit dari duduknya, dengan penuh kekesalannya. "Bagaimana aku tidak bosan, aku ditinggal sendirian di tempat ini," timpal Malaikat Biru, dengan nada sinis kepada Malaikat Hitam. "Kau, pasti akan lebih bosan lagi. Karena kita harus menunggu kehadiran Putih dan Cokelat, hingga mereka tiba di tempat ini," ujar Malaikat Hitam. Seakan sedang memprovokasi Malaikat Biru. Yang memang sedang memanas hatinya. "DASAR MEREKA ITU, BISANYA HANYA MENAMBAH RASA BOSANKU SAJA!" pekik Malaikat Biru, yang tak ditanggapi oleh siapa pun. Karena dianggap tak penting. "Kenapa kalian berdua hanya terdiam. Bicaralah, aku dari tadi hanya menunggu kalian!" Malaikat Biru yang merupakan Marco pun berkata kembali dengan penuh kekesalannya kepada mereka berdua. "Kami harus bicara apa?" tanya Malaikat Hitam kepada Malaikat Biru. "Aku ingin tahu, kenapa Kuning dan Hijau bisa mati?" tanya Malaikat Biru, merengek seperti anak kecil saja. Karena ia baru saja terbangun. Tahu-tahu dirinya mendapat SMS dari Malaikat Hitam. Tentang kematian kedua rekannya. "Mereka mati karena kebodohan mereka," jawab Malaikat Hitam. Yang belum dimengerti oleh Malaikat Biru sama sekali. "Maksudmu, bagaimana Pimpinan?" tanya Malaikat Biru dengan penuh selidik. "Hijau dan Kuning ingin membunuh para pemenang kuis itu tanpa perintahku. Hingga mereka berdua kena tulah ku, yaitu mati," sahut Malaikat Hitam dengan nada s***s. Malaikat Biru begitu terkejut dengan perkataan dari Pimpinannya. "Mana mungkin dia sehebat itu, dasar pembual," kata Malaikat Biru di dalam hatinya terhadap pimpinannya. "Aku tak percaya, jika perkataan mu itu bertulah. Aku rasa mereka berdua mati. Karena kebodohan dan diri mereka yang lemah," sangkal Malaikat Biru, dengan perkiraannya. "Terserah kau!" ujar Malaikat Hitam, dengan penuh kekesalannya. Yang tak ditanggapi oleh Malaikat Biru. Yang mengetahui jika pimpinannya sedang kesal, karena dirinya tak mempercayai perkataannya sama sekali. Mereka bertiga lalu terdiam, tak saling bicara sama sekali. Seakan sudah malas untuk saling berbicara. Suasana pun menjadi hening, seperti sediakala. Seakan ruangan itu benar-benar tak ada penghuninya. Mereka seakan lebih baik diam, sambil menunggu kehadiran Malaikat Putih dan Malaikat Cokelat, di ruangan itu. Daripada saling bicara, akan tetapi malah menciptakan ketegangan di antara mereka. Keheningan pun benar-benar tercipta di tempat itu. Tanpa memiliki batas waktu yang pasti. *** Sementara itu Malaikat Putih dan Malaikat Cokelat masih saja berbincang tentang rencananya itu. Seakan mereka lupa akan semua hal. Termasuk pertemuan di dalam Bukit Hitam. Akan tetapi Malaikat Cokelat tiba-tiba saja mengingat hal itu. Dirinya lalu memandang ke arah Bulan. Lalu berbicara kepada rekannya itu. "Sepertinya, pertemuan malam ini sudah dimulai. Sebaiknya kita pergi sekarang, ke markas," Malaikat Cokelat lalu bangkit dari duduknya, dengan begitu elegannya. "Kau benar, sepertinya kita sudah terlambat," sahut Malaikat Putih, sambil berdiri. "Terlambat lebih baik, daripada kita tidak menghadiri pertemuan itu. Itu bisa membuat mereka curiga terhadap kita berdua," tutur Malaikat Cokelat. Lalu melangkahkan kakinya meninggalkan puncak Bukit Cokelat. Yang diikuti oleh Malaikat Putih dari belakang. Mereka berdua terus melangkahkan kakinya, meninggalkan puncak Bukit Cokelat, menyelusuri jalan setapak yang menuruni puncak bukit itu. Lalu menyebrangi jembatan gantung kayu untuk menuju ke Pulau Hitam secara langsung. Setibanya di Pulau Hitam, mereka berdua lalu memasuki semak belukar setinggi 2 meteran. Lalu menemukan pintu masuk ke dalam bukit di Pulau Hitam dengan begitu mudahnya. Karena mereka berdua sudah terbiasa melakukan hal itu. Malaikat Cokelat lalu memasuki kode-kode pada papan kunci otomatis itu, dengan begitu lihainya. Karena sudah terbiasa. Setelah kode itu cocok dan diterima. Maka terbukalah pintu yang terbuat dari kaca tebal gelap itu. Mereka berdua lalu masuk ke dalam bukit itu, dengan begitu santainya. Tanpa beban sama sekali. Sesudah mereka berdua masuk, pintu itu pun tertutup secara otomatis. Setibanya di dalam bukit itu, mereka berdua lalu menyelusuri lorong-lorong setinggi 3 meteran. Malaikat Cokelat dan Malaikat Putih terus melangkahkan kakinya menyelusuri lorong-lorong yang berliku itu. Hingga mereka berdua pun tiba di ruang utama di dalam Bukit Hitam. Di mana mereka telah ditunggu oleh Malaikat Hitam, Malaikat Merah dan Malaikat Biru sejak dari tadi. Ada tatapan penuh kebencian dari Malaikat Hitam, Malaikat Merah serta Malaikat Biru. Melihat keterlambatan mereka berdua. Yang membuat mereka berdua kesal, karena sudah menunggu terlalu lama mereka berdua. "Kalian seperti, orang yang sedang pacaran saja. Terlalu banyak membuang waktu ...," ucap Malaikat Hitam, dengan ketusnya. Saat mereka berdua tiba dan menghentikan langkahnya di hadapan mereka bertiga. Mereka berdua lalu saling tatap satu dengan lainnya. Seakan ingin memberi kode. Siapa yang akan merespon perkataan dari Malaikat Hitam. Hingga akhirnya, Malaikat Cokelat lah yang berbicara. "Maafkan kami berdua Pimpinan. Tadi kami keasyikan berbicara. Jadi kami lupa waktu," timpal Malaikat Cokelat, memberi alasan kepada Pimpinannya. Jawaban itu membuat suasana hening sesaat. Hingga suasana terasa janggal. Seolah tak ada kehidupan sama sekali di tempat itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN