Bab 35. (Malaikat Merah Melarikan Diri)

1050 Kata
Matahari siang masih bersinar di langit Gugusan Pulau Kematian, dengan begitu teriknya. Seakan ingin mengukuhkan dirinya sebagai raja langit yang sebenarnya. Yang berkuasa atas langit Bumi. Terlihat walaupun langit masih dihiasi oleh awan-awan putih besar, yang berarak secara perlahan di langit, karena tertiup oleh angin. Tetapi panasnya Matahari tetap sangat terasa di Gugusan Pulau Kematian itu. Bahkan mereka semua merasa. Jika panasnya Matahari di atas Gugusan Pulau Kematian. Lebih panas dari panasnya Matahari tempat mereka tinggal selama ini. Tampak di Pulau Hitam, yang merupakan pulau terbesar dari Gugusan Pulau Kematian. Andi dan Aryo akhirnya menemukan tubuh Tigor, yang sudah tak bernyawa lagi. Dengan tubuh yang sudah memucat. Terlihat tubuh Tigor berada di dalam lubang sedalam 3 meter dan dengan diameter 2 meter. Dengan tubuh tengah di gerayangi oleh puluhan ular berbisa. Mereka berdua, sangat terkejut menyaksikan akan hal itu. Ketika tiba di pedalaman bukit di Pulau Hitam. Yang belum mereka jamah sama sekali. Memang mereka kemarin hanya mengitari pantai di gugusan kepulauan kecil itu. Jadi mereka semua tak tahu, ada lubang seperti itu di Gugusan Pulau Kematian. Di tempat yang sangat asing bagi mereka sama sekali. "Mereka benar-benar keterlaluan dan s***s! Membunuh orang tidak berdosa, seenak diri mereka saja," ucap Aryo, saat menyaksikan hal yang mengerikan itu. Dengan berdiri sejauh 1 meteran dari bibir lubang itu. Dengan penuh kegeramannya, dengan apa yang sedang ia lihatnya. Tampak emosi Aryo bergejolak begitu hebatnya. Dengan suaranya yang bergetar menahan amarah di dadanya. "Ya, mereka benar-benar keterlaluan. Sebenarnya, apa yang mereka inginkan? Dengan melakukan hal ini?" timpal Andi, dengan datarnya. Yang tak ditanggapi oleh Aryo sedikit pun. Hingga terciptalah kesunyian di antara mereka berdua. Tanpa mereka sadari, Malaikat Merah telah berada sejauh 5 meter di belakang mereka berdua. Dan langsung menanggapi ucapan Andi itu. "YANG KAMI INGINKAN, ADALAH KEMATIAN KALIAN SEMUA ...!" ujarnya dengan lantangnya, sambil melemparkan belati bergagang tengkorak merahnya ke arah Andi. Yang untung saja segera diketahui oleh Aryo. Dan dengan sigapnya, ia pun lalu mendorong tubuh Andi ke samping. Hingga mereka berdua pun terjatuh, ke tanah. Secara berdampingan. Sedangkan belati milik Malaikat Merah hanya mengenai ruang kosong. Dan lalu terjatuh ke tanah. "KAU! AKAN AKU TANGKAP!" teriak Aryo, lalu bangkit dari jatuhnya. Dan segera berlari untuk menangkap Malaikat Merah. Yang telah berancang-ancang untuk pergi dari tempat itu. Tanpa berniat sama sekali untuk berduel dengan mereka berdua. Apalagi membunuh mereka berdua. Karena tanpa perintah Malaikat Hitam, Malaikat Merah tak berani untuk membunuh siapa pun. Malaikat Merah takut, akan terkena tulah oleh Malaikat Hitam. "KEJARLAH AKU, JIKA KAU MAMPU!" timpal Malaikat Merah yang segera berlari, meninggalkan tempat itu. Sembari tertawa dengan penuh kepuasannya. Aryo lalu mengejar Malaikat Merah. Yang entah kenapa, ia begitu cepat menghilang dari pandangan Aryo. Mungkin karena ia sudah begitu paham dan mengenal keadaan pulau itu. "s**l! IA HILANG BAGAI DITELAN BUMI!" ujar Aryo, dengan penuh amarahnya. Ia pun lalu berniat untuk kembali, di mana Andi tadi berada. Tetapi saat ia ingin membalikan dirinya. Andi pun sudah berada di belakang dirinya. "Lebih baik kita kembali ke pertigaan tadi, semoga saja yang lainnya baik-baik saja," ucap Andi, sambil melangkahkan kakinya, untuk meninggalkan tempat itu. "Ya, kau benar juga," jawab Aryo, lalu berjalan di belakang Andi. Sambil terus berbincang dengan Andi. "Apakah kau memiliki pandangan dengan semua kejadian ini?" tanya Andi kepada Aryo, dengan penuh selidik. "Maksudmu, pandangan tentang apa?" tanya balik Aryo, dengan ketidakmengertiannya itu. "Pandangan tentang mereka yang sudah menjebak kita seperti ini, ke Gugusan Pulau Kematian ini?" jelas Andi. Sambil terus berjalan, yang kali ini berdampingan dengan Aryo. "Kalau menurutku, mereka adalah kelompok psikopat yang terorganisir. Kejadian ini, sama dengan kejadian 5 tahun lalu. Di mana ada kuis seperti ini. Tapi para pemenangnya, tidak diketahui rimba nya sama sekali. Setelah mereka pergi, pergi entah ke mana?" ujar Aryo, tentang kejadian 5 tahun yang lalu. Kejadian yang ia ketahui, tetapi mungkin tak diketahui oleh Andi. "Kejadian apa?" tanya Andi, dengan seribu tanda tanya. "Mungkin kau sudah melupakan kejadian, yang sangat menghebohkan itu. Yang disiarkan di seluruh jaringan televisi yang ada pada saat itu," papar Aryo, dengan menerawang ke masa lalu. "Aku tidak mengingat kejadian itu sama sekali. Waktu itu, mungkin aku masih SMP," jelas Andi, lalu tersenyum kecil. "Sepertinya kau tidak mengetahuinya. Ya sudah jangan dibahas lagi akan hal itu," ujar Aryo, seakan tak ingin membahas masalah itu lagi. "Mungkin kau benar, karena pada masa itu. Aku sedang suka-sukanya bermain. Tapi kenapa kau masih menanggapi kuis semacam ini. Kalau kau masih mengingat akan kejadian itu?" Andi pun bertanya kembali dengan penuh selidik. "Karena aku penasaran saja ...," timpal Aryo, dengan entengnya. Tanpa beban sama sekali. "Hanya itu alasannya?" kata Andi, seakan tak mempercayai perkataan dari Aryo. Dengan alasan tak jelas. "Ya, hanya itu alasannya," jawab Aryo. Yang membuat Andi tak mempercayai alasan Aryo itu. Walaupun itu hanya di dalam hatinya saja. Akan tetapi dirinya hanya tersenyum. Menutupi apa yang ada di dalam hatinya. "Aku tidak percaya dengan alasanmu itu, jika kau hanya penasaran saja ikut ke gugusan pulau kecil ini. Pasti kau memiliki alasan lainnya, yang kau simpan sendiri, atau kau memiliki misi yang tersembunyi?" tanya Andi di dalam hatinya. Yang tak ia ungkapkan kepada Aryo. Mereka berdua terus berjalan. Hingga mereka bertiga tiba di pertigaan Pulau Hitam kembali. Mereka berdua lalu duduk di rerumputan hijau yang tumbuh di sekitar tempat itu. "Sepertinya mereka belum kembali. Dan semoga saja tidak terjadi apa-apa dengan mereka," ucap Andi. Saat mereka telah tiba di pertigaan. Di mana tadi mereka berpisah dan akan bertemu kembali di tempat itu "Ya, lebih baik kita tunggu saja mereka di sini," ucap Aryo kepada Andi. Mereka berdua lalu menunggu di pertigaan itu dengan duduk. Untuk menunggu yang lainnya kembali ke tempat itu. Sementara itu Malaikat Merah terus berlari di Pulau Hitam. Tanpa dapat dikejar oleh Aryo sama sekali. Yang kehilangan jejak dirinya. Yang sangat mengenal medan dari Gugusan Pulau Kematian. Merasa pengejarnya, tak mengejarnya lagi. Malaikat Merah menghentikan larinya. Ketika dirinya sudah berada di tempat, dibalik tempat Aryo dan Andi berada saat ini. "Jika saja Pimpinan memberi perintah untuk membunuh mereka. Aku pasti sudah membunuh mereka. Aku tak ingin berbuat bodoh seperti Kuning dan Hijau. Membunuh tanpa perintah dari Pimpinan," kata Malaikat Merah di dalam hatinya. "Lebih baik sekarang aku ke dalam Bukit Hitam," Malaikat Merah pun lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam ilalang raksasa. Untuk masuk ke dalam Bukit Hitam. Melalui pintu rahasia, yang diketahui oleh mereka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN