*Peringatan. 18+*
- berikut mengandung konten dewasa, seperti perkelahian, kata-kata kasar, s*x, alkohol dan sebagainya. Pembaca diharap bijak-
------------
Gorden pastel itu menari begitu gemulainya. Dersik menggerakkannya dengan lembut ke kiri dan ke kanan. Hal yang sama terjadi pada rambut Baekie. Mayang terurai itu meliuk-liuk indah mengikuti sentuhan Sang Bayu. Baru kali ini Baekie menikmati penghujung hari dengan senyum di wajahnya. Baekie berdiri di depan jendela. Menatap lembayung yang menyeruak di kaki langit.
"Apa ada hal baik yang terjadi?"
Suara Joice memecah kesunyian. Baekie berbalik menatap pengasuh dengan sikap elegant itu berjalan ke arahnya.
"Joice, apa langit memang selalu seindah ini?"
Baekie kembali menatap lukisan alam tersebut, sunggingan senyumnya menjelaskan semua. Bahwa dia sedang mengalami "Love Syndrome". Sebuah penyakit kelainan hati. Penderitanya memiliki sugesti otomatis. Bahwa semua yang tertangkap di matanya adalah keindahan. Bahwa penderitanya bisa tersenyum dengan alasan yang tak masuk akal. Kelainan tersebut juga bisa membuat hati penderita seperti berbunga-bunga. Dalam kasus lain, kembang api warna-warni seakan meledak di kepala mereka.
"Sudah jatuh rupanya." Ucap Joice sambil tersenyum lembut.
"Jatuh?" Raut wajah Baekie kebingungan, namun dia tetap tersenyum cerah.
"Jatuh cinta." Joice menyenggol bahu Baekie. Lalu ikut berdiri di depan jendela.
"Dari awal Joice. Aku sudah mencintainya dari awal. Tapi, kali ini... sepertinya Aku jatuh semakin dalam."
Joice kemudian menggenggam tangan Baekie. "Terimakasih, karena sudah mau membuka dirimu. Belakangan ini, Tuan Muda terlihat sangat bahagia."
"Dia tak selalu bahagia?" Baekie menatap Joice mencari jawaban.
"Bagaimana bisa bahagia, jika hatinya gersang tanpa kasih sayang?"
"Begitu rupanya." Baekie menunduk sambil tersenyum.
"Kau hebat Baekie. Setelah Mendiang Nyonya Besar, Kau wanita terhebat yang menghuni kediaman keluarga Hill."
"Kau juga hebat Joice, apa jadinya Oliver tanpamu?"
Mereka berdua saling tersenyum. Lembayung telah menghilang, lukisan di atas sana kini berubah menjadi gelap, dengan visual yang tak kalah menakjubkan.
Pukul 08.20 malam. Baekie mondar-mandir di kamarnya. Sesekali dia mengintip keluar jendela. Hujan. Tetesan dari atas sana seolah berlomba turun ke bumi. Intensitasnya bukan main-main. Sampai saat ini, Oliver masih belum pulang. Baekie menggigit kukunya cemas. Berbagai kemungkinan buruk berkecambuk di otak Baekie. Bagaimana jika Oliver terlalu lemah untuk pulang? atau dia mengamuk dan menggores dirinya di suatu tempat? kemungkinan lainnya, bisa jadi Oliver pingsan di jalanan. Semua kemungkinan itu membuat Baekie semakin cemas.
"Oliver, kau dimana? pulanglah ku mohon."
Batin Baekie seolah berteriak. Baekie akhirnya memutuskan keluar kamar dan menunggu di beranda. Bersamaan dengan dinginnya malam yang menjalari kulitnya, Baekie berusaha melihat ke dalam Hujan. mencari sosok Oliver. Sosok laki-laki dengan temprament kasar tapi berhati hangat tersebut.
Perlahan dari jauh terlihat cahaya mobil menerobos malam. Melintasi halaman rumah yang luas dan sedikit berlumpur. Mobil berhenti agak jauh dari beranda. Tanpa pikir panjang Baekie berlari ke arah mobil tersebut. Tampak Oliver turun dari mobil, sedikit terkejut, melihat gadis mungil bergaun putih itu berlari kearahnya. Baekie terengah ditatapnya Oliver dengan cemas. Memeriksa wajah Oliver, memutar-mutar tubuh Oliver dan akhirnya menghembuskan nafas lega, karena melihat Oliver baik-baik saja.
Di bawah hujan itu, Oliver menatap wajah Baekie. Wajah polos dengan warna pucat yang semakin pucat, karena basah kuyup oleh hujan. perlahan Oliver menangkupkan tangannya ke wajah Baekie, lalu mengecup bibir Baekie lembut.
"Kau khawatir? Aku baik-baik saja." Ucap Oliver sambil tersenyum. Baekie terpana. Senyuman itu begitu indah, begitu tulus, Baekie hampir meragukan penglihatannya. Benarkah ini Oliver yang selama ini dia kenal?
"Aku kira kau kambuh." Ucap Baekie agak sedikit gemetar, karena hawa dingin menyerang ke kulit tipisnya.
Oliver menggeleng pelan. "Tidak hari ini."
"Kalau begitu Aku akan kembali ke kamar." Baekie beranjak pergi, Namun tiba-tiba Oliver menahan tangannya.
"Mau kemana? Aku butuh bantuanmu."
"B-Bantuan? Apa kau mulai kedinginan?" Baekie segera menangkupkan tangannya ke wajah Oliver. Kecemasannya kembali.
Oliver menurunkan tangan Baekie lalu menggenggam tangan tersebut dan mengecupnya. "Aku butuh teman... untuk Mandi."
***
Bathup penuh dengan air hangat. Dihiasi dengan mawar yang berbau harum. Di sekitarnya terdapat lilin-lilin wangi yang menambah romantisnya kamar mandi dengan nuansa putih tersebut. Baekie berdiri gugup, menatap Oliver yang sudah lebih dulu di dalam Bathup.
"Kenapa berdiri disana? masuklah ke sini." Ajak Oliver menatap Baekie yang berdiri mengenakan gaun basah. Perlahan Baekie membuka gaun putihnya, meloloskan kain sutra itu dari tubuhnya. Mata Oliver mengawasi, menikmati pemandangan indah tersebut, Oliver menatap Baekie dari ujung rambut hingga kaki. Setiap lekukan tubuh Baekie seolah terpahat di kepalanya. Pakaian dalam terakhir terbuka, dan kini Baekie Naked sepenuhnya. Oliver tersenyum lalu mengulurkan tangan. Baekie menyambut tangan tersebut, masuk ke bathup, masih agak gugup, duduk di depan Oliver yang memeluknya dari belakang, mereka berdua merebahkan diri di dalam bathup. Baekie menyandarkan dirinya ke tubh Oliver. Tangan Kekar Oliver menyentuh leher Baekie. Mengecup leher tersebut dengan lembut. "Maafkan Aku." Bisik Oliver, dengan suaranya yang pelan, dengan nafas hangat yang menggairahkan.
"Maaf untuk apa?"
"Saat pertama kali Aku melakukannya, pasti Kau kesakitan."
Baekie terdiam, pikirannya menerawang ke malam itu.Malam dimana Oliver dengan buas memangsanya. Memukul dan menusuknya dengan kasar. Baekie menutup matanya berusaha memudarkan ingatan tersebut. Kini Oliver sudah berbeda, dia lembut, bahkan dia tersenyum dengan tulus. Mungkin malam itu tak bisa dilupakan, tapi Baekie memaklumi Oliver. Anak Manja, kurang kasih sayang yang kasar. Sekarang Oliver hanya lah Oliver. Orang yang dicintai Baekie sepenuhnya.
"Kenapa diam? Ah... Aku memang tak pantas minta maaf."
Oliver menunduk, merasa bersalah atas perbuatannya.
Baekie menggeleng pelan. "Jangan diingat lagi." Ucap Baekie sambil, memejamkan matanya.
Oliver memeluk Baekie makin erat. "Baekie... Aku mencintaimu" Bisik Oliver lagi.
Baekie menyentuh wajah Oliver, dengan pandangannya menatap mawar-mawar yang terapung di permukaan air.
"Aku lebih mencintaimu."
Oliver mengecup pergelangan tangan Baekie, lalu tangannya bermain di d**a Baekie, meremas lembut dan memutir n****e Baekie dengan pelan. Baekie memejamkan matanya, menyandarkan diri sepenuhnya ke arah Oliver. Menikmati setiap sentuhan Oliver.
Oliver menjilat leher Baekie dengan tangannya masih meremas d**a Baekie. Setelah puas bermain dengan d**a itu, tangan Oliver turun, mengelus area sensitif Baekie. Perlahan air mulai beriak, Oliver memasukkan dua jarinya, memompa keluar masuk dengan pelan. Baekie mendesah kecil sambil memegang dadanya.
"Ah... Oliver, apa kau mau bercinta lagi? sebenarnya tubuhku sangat sakit, malam sebelumnya kau juga menikmati ku sampai pagi."
"Maafkan Aku hmm." Oliver menusuk-nusukkan jarinya agak cepat, Baekie menggigit bibirnya, menegang beberapa saat, Oliver lalu memelankan tangan dan mengelus lembut area sensitif Baekie. "Setiap melihatmu Aku tak tahan."
Baekie menatap Oliver. "Kau tak bosan?"
Oliver menggeleng sambil tersenyum. "Aku tak kan pernah bosan." Ucapnya lalu mengecup leher belakang Baekie. "Tapi, karena kau lelah..." Oliver melepaskan jarinya dari area sensitif Baekie. menyentuh tangan Baekie yang meremas dadanya lalu membawa tangan Baekie turun.
"Karena kau lelah, malam ini Aku tak kan menindihmu, kau hanya harus menyentuh dirimu sendiri, kau mengerti kan? seperti ini." Oliver mengarahkan jari Baekie agar masuk ke area sensitifnya sendiri.
"Ahhh..." Baekie mendesah, menutup matanya. "Apa ini bisa memuaskanmu?" Ucap Baekie sambil masih terus mengelus miliknya.
"Tidak bisa begini, Aku tak bisa melihatnya." Oliver dengan hati-hati membangunkan Baekie lalu menggendong Baekie ala bridal style dan menempatkan tubuh Baekie yang basah ke tempat tidur. Oliver membuka kaki Baekie lalu berlutut diantaranya.
"Baekie, lakukan, masukkan jarimu ke dalam." Perintah Oliver sembari memegang miliknya sendiri yang sudah menegang.
Perlahan Baekie mulai mengelus miliknya, gugup dan ragu-ragu. Namun Oliver mengarahkan dua jari Baekie untuk masuk.
"Nah begitu, teruskan Baekie kau akan menikmatinya" Ucap Oliver lalu menggoyang goyang kan miliknya dengan tangan.
"Ahh... Ahhh..." Baekie mendesah, menyentuh dirinya sendri di depan Oliver serasa memalukan, tapi anehnya terasa nikmat, Baekie meremas dadanya lalu mempercepat jarinya-jarinya.
"Ah, Baekie..." Oliver mulai mengerang, memompa dirinya sambil menatap Baekie, suara desahan Baekie menjadi sensasi tersendiri menambah gairahnya.
"Ah Tidak! Ahhh..." Baekie mulai bermain dengan dua tangannya, tangan satu menekan bagian atas area sensitif nya dan tangan lain masih keluar masuk, semakin cepat, semakin liar."
"Lebih cepat Baekie... Kau sudah hampir keluar Ah... Baekie..."
"Oliver, ini gila! Ah..."
Mereka saling menatap dan memompa diri masing-masing, gairah yang memuncak membuat mereka menggelinjang semakin cepat. bersamaan dengan permainan tangan mereka. Begitu kenikmatan tersebut sampai puncaknya. Cairan keluar dari bagian bawah Baekie, begitu juga dengan Olive. Oliver menumpahkan Cairannya ke d**a Baekie, mereka terengah dan tumbang bersama.
Setelah membersihkan diri, mereka berbaring, saling menatap satu sama lain.
"Enak?" Oliver menyelipkan rambut ke balik telinga Baekie, Baekie
mengangguk sambil menunduk malu.
"Setelah ini, Aku yakin kau akan Masturbrasi sendiri." Ucap Oliver sambil tersenyum.
"T-tidak! Aku tidak akan..." Baekie terdiam, Oliver mengecup bibirnya, lalu terkekeh pelan.
"Aku hanya bercanda, tapi jika kau mau melakukannya, silahkan saja."
Baekie memukul d**a Oliver kesal. Oliver memeluknya, pelukan terhangat yang pernah ada. "Kau benar-benar tak akan bosan dengan tubuhku kan?" Baekie tampak khawatir.
Oliver mengecup kening Baekie lembut. "Tidak akan pernah, aku jamin itu, sekarang Ayo kita tidur, beberapa hari lagi aku tak kan sibuk. Mau jalan-jalan?"
"Benarkah? Ada suatu tempat yang namanya taman hiburan..."
"Iya, Aku akan membawamu ke sana, kemanapun yang kau mau."
"Janji?"
"Janji." Oliver mengecup Baeke sekali lagi. Lalu memeluk Baekie erat. Mereka terlelap bersama, melebur menjadi satu hanyut dalam dekapan masing-masing.
***
Nyonya Magie memperhatikan gerak-gerik Oliver beberapa hari ini, dan dia mendapati kejanggalan.
"Joice. Belakangan Oliver selalu ke kamar Baekie. Apa dia selalu kumat?"
Joice terdiam sejenak. Kemudian dia tersenyum menunjukkan wajah tenangnya. "Sepertinya begitu Nyonya. Penyakit Tuan Muda tidak bisa diprediksi."
"Kenapa dia kumat hampir setiap hari?" Nyonya Magie berpikir, Joice hanya diam, lalu meletakkan makan siang di depan Nyonya Magie.
"Nyonya ada tamu yang ingin bertemu." Salah satu pelayan mengantarkan seseorang ke ruang makan. Nancy. Wanita dengan pakaian minim dan gaya sosialita yang sangat menyebalkan.
"Selamat siang Nyonya Hill."
Nancy tersenyum lalu duduk di salah satu kursi makan tanpa dimnta.
"Siapa Kau?" Nyonya Magie tampak kesal, selera makannya langsung hilang.
"Nyonya tak kenal Aku? Aku pernah datang ke mari. Nancy, pacar Oliver."
"Hah, Oliver, bocah itu bermain dengan p*****r? pasti karena Edward sipengaruh buruk itu. Kalau benar Kau pacarnya, sekarang Aku minta kau segera putus! Aku tak ingin Oliver bergaul dengan p*****r seperti ini."
"Jadi dia boleh bergaul dengan pelayan?"
"A-apa maksudmu? pelayan? kau sudah gila?"
"Di sini ada pelayan bernama Baekie kan? Nyonya tahu keponakan nyonya menjalin hubungan dengannya?"
Mendengar pernyataan Nancy, Nyonya Magie naik darah. Tangannya mengepal, wajahnya memerah. "Tidak mungkin! Baekie hanya pelayan, tak lebih dari itu."
" Ya, jelas sekali wanita itu adalah pelayan. Pelayan yang melayani hingga urusan ranjang. Aku hanya ingin bilang, perhatikan keponakan anda. Bisa-bisanya dia meninggalkanku demi pelayan rendahan itu. Ah, asal tahu saja Aku belum pernah tidur dengan keponakan anda. Tapi, dengan pelayan itu... Aku yakin hampir setiap hari." Nancy menyeringai lalu pergi keluar dari rumah Oliver.
Kepala Nyonya Magie mendidih. Dengan geram dia segera pergi ke kamar Baekie. Joice yang khawatir mengikutinya dari belakang.
"Baekie!"
Baekie kaget ketika pintu dibuka. Dia segera berdiri, Nyonya Magie menatapnya dengan. horor. Hawa membunuh seperti keluar, berpendar di sekitar tubuhnya.
Plak! pipi Baekie memerah, bagian bawah matanya terluka terkena cincin Nyonya Magie. "Kau menjalin hubungan dengan keponakanku?"
Baekie terdiam. Rasa perih bersarang dipipinya, membuat matanya menyipit.
"Nyonya tenanglah." Joice berusaha menenangkan Nyonya Magie, tapi Nyonya Magie menjambak Baekie lalu mendorong Baekie ke lantai.
"Kau juga melakukan itu dengan keponakanku? kau tidur dengannya?"
Baekie masih bungkam, dengan geram Nyonya Magie mengambil stick golf lalu memukul tubuh Baekie.
Buk! "Dasar tak tau diri!" Buk! "Pelayan sialan, pelayan murahan!" Nyonya Magie menggila.
"Nyonya! jika Tuan Muda tahu yang Nyonya lakukan, dia akan murka!"
Nyonya Magie terhenti. Dengan cepat Joice merebut stick golf dari tangannya.
Plak! Nyonya Magie melayangkan tangannya ke wajah Joice. Joice membatu. Suasana hening sejenak, yang terdengar hanyalah suara Baekie yang berusaha merangkak, menyeret dirinya ke arah Nyonya Magie.
"b******k! jika kau masih berhubungan dengan Oliver lagi, Aku akan membunuhmu!"
Baekie terbatuk, darah keluar dari mulutnya. Dengan susah payah dia berusaha bangkit. "K-kami... saling mencintai." Ucap Baekie sambil sempoyongan. Pelipisnya mengeluarkan darah, kakinya lecet dan membiru.
"Saling mencintai? tak ada yang namanya cinta untuk pelayan rendahan sepertimu!"
Buk! Baekie tersungkur sekali lagi. Matanya menatap nanar, darah mengucur deras dari kepalanya. Cairan merah itu mengalir melewati matanya, membuat pandangan Baekie semakin kabur. Beberapa menit kemudian, Bruk!
TBC