Baekie Milikku

1777 Kata
*Peringatan. 18+* - berikut mengandung konten dewasa, seperti perkelahian, kata-kata kasar, s*x, alkohol dan sebagainya. Pembaca diharap bijak- ------------ Oliver berlari kecil ke arah kamar Baekie, dengan wajah tersenyum ceria. Matanya tak henti menatap kotak perhiasan mungil di tangan kanannya. Ketika hendak memutar gagang pintu, tiba-tiba Joice berdiri di depan Oliver. "Tuan, Baekie sedang tidak bisa diganggu." "Apa maksudmu? Kau sudah gila?" "Baekie... sedang sakit. Dia melarang Tuan Muda menemuinya, takut jika penyakitnya menular." Oliver terkekeh. Baru kali ini dia dilarang melakukan sesuatu di rumahnya. Oliver memutar gagang berwarna emas tersebut. Pintu terkunci, Oliver menarik nafas untuk meredam amarahnya, sambil memejamkan matanya dia mengetuk. "Baekie, buka pintunya." Tak ada jawaban dari dalam sana. Oliver mengusap dahinya, bertingkah tak sabaran. Tuk! tuk! "Baekie! Aku bilang buka pintunya!" "Tuan, jika Tuan marah Baekie mungkin akan tidak nyaman, dia benar-benar sakit." Joice menangkap gelagat Oliver, beberapa detik lagi, laki-laki itu akan mengamuk. Joice tak ingin ada kekacauan lain lagi terjadi di rumah. Oliver menarik nafas dalam, "Joice, tinggalkan kami." Joice terdiam, dia tak segera beranjak. Oliver menyandarkan dirinya ke pintu kamar. "Aku tak kan memaksa masuk, tinggalkan saja kami." Joice menunduk lalu segera meninggalkan Oliver. Oliver duduk di lantai, menatap kotak perhiasan di tangannya. Dia menghela nafas, tubuhnya masih bersandar erat ke pintu. "Baekie, Kau baik-baik saja?". Hening, tak ada suara apapun dari dalam kamar, Oliver menerawang menatap langit-langit rumahnya. "Kau sakit apa? kapan Aku boleh menemuimu?" Terdengar suara langkah kaki, sangat pelan namun Oliver tahu pasti, itu langkah kaki Baekie, dengan kakinya yang selalu telanjang tanpa alas. Terdengar Baekie menyandarkan dirinya ke pintu. Mereka saling bersandar seolah tak punya dinding penghalang. "Tenggorokanmu tak sakit? Aku mendengar, Kau hampir berteriak." Suara lembut dari balik pintu itu, menyejukkan hati Oliver. Dia tersenyum, api dalam dirinya perlahan meredup. "Kenapa tak biarkan Aku masuk?" "Aku tak mau Kau tertular." Mendengar jawaban Baekie, Oliver terkekeh. "Yang benar saja Baekie, Kau sakit apa, hingga bisa menularkan ke orang lain?" "Kudengar, demam bisa menular." Oliver berdiri, berbalik ke arah pintu, dan menyentuh pintu tersebut. Baekie ikut berdiri. Telapak tangannyapun menempel di pintu. Mereka seolah saling bertatapan. "Akan kupanggilkan Dokter Ryan." Ucap Oliver pelan. "Dokter sudah kemari. Bisakah Kau tak menemuiku dalam beberapa hari?" "Tapi... bukannya kita mau ke taman hiburan?" "Hanya beberapa hari Oliver. Aku mohon." Oliver terdiam. Sementara Baekie meneteskan air mata tanpa terdengar. Wajahnya masih membiru, kepalanya diperban, kaki dan tangannya juga penuh dengan memar, dia hampir seperti mumi dengan semua perban di sekujur tubuhnya. "Baiklah, Aku akan berusaha." Oliver melangkah dari tempatnya berdiri. Dengan lesu pergi ke kamarnya. Baekie terduduk, berusaha menahan tangis. Hari ini dia merindukan Oliver, tapi tak bisa menatap wajah laki-laki itu, tak bisa memeluknya erat. Dia tak mungkin menunjukkan keadaannya saat ini kepada Oliver. Oliver bisa mengamuk, dan Baekie benci melihat laki-laki yang dicintainya dalam keadaan seperti itu. *** Oliver gelisah, mati-matian dia menahan diri untuk tidak memasuki kamar Baekie, tapi percuma saja. Tak ada yang bisa menahannya untuk melihat wanita bermata indah itu. Bahkan walau itu permintaan dari Baekie sendiri. Oliver segera bergegas mengambil kunci cadangan sebelum dia menjadi gila. Klik, "Baekie Aku tak bisa..." Oliver terbelalak, Baekie sama kagetnya. Dia tak menduga jika Oliver akhirnya menerobos masuk. Oliver mendekat. Jelas sekali dia terlihat shock. Ditatapnya Baekie. Pipi Baekie membengkak. Perban di kepalanya. Goresan di bawah mata. Ada balutan juga di pelipis Baekie. Memar terlihat hampir di sekujur tubuh wanita itu. Wajah Oliver meruam. Matanya memerah. Disentuhnya wajah Baekie. Dia bahkan tak sanggup berkedip. "Sudah kubilang, jangan menemuiku." Baekie terisak. "Siapa yang melakukan ini?" "Oliver, Aku baik-baik saja. Dalam beberapa hari akan sembuh, dan kita bisa..." "Aku tanya siapa yang melakukan ini!" Oliver meledak. Baekie memeluk Oliver erat. Berusaha menenangkan Oliver. "Tidak apa-apa, tenanglah..." Oliver melepaskan pelukan Baekie. Mata mereka beradu. Oliver tersenyum getir. "Bibi." Ucapan Oliver membuat Baekie terdiam. Oliver tahu pasti pelakunya. Tak kan ada yang berani menyentuh Baekie di rumah ini, kecuali dia dan Nyonya Magie. Dengan geram Oliver bangkit dari tempat tidur. Baekie menggenggam tangan Oliver lalu menggelengkan kepalanya, setetes air mata jatuh dari mata indahnya. Oliver tak bisa ditahan. Dia melepaskan tangan Baekie dengan kasar. Berjalan cepat menuju kamar Bibinya. Diperjalanan dia meraih stick golf yang terpajang di lorong. "Oliver! kau mau apa?" Nyonya Magie kaget melihat Oliver yang masuk ke kamarnya, tangan Oliver menggenggam stick golf dengan erat. Hingga telapak tangannya memerah. "Apa yang kau lakukan!" "Tepatnya apa yang sudah Bibi lakukan terhadap Baekie? sudah kubilang tidak ada yang boleh menyentuhnya selain Aku!" Nyonya Magie menutup telinganya. Oliver mengamuk. Prang! Oliver memukul meja dengan stick golf. Memukul meja rias dan vas-vas bunga yang terpajang. "Oliver! Kau gila? hanya karena pelayan itu, Kau..." "Pelayan itu milikku! kuperingatkan sekali lagi, jangan menyentuhnya! jika ini terulang lagi, Aku akan membakar rumah ini!" Oliver melemparkan stick golf ke lemari. Kamar Nyonya Magie berantakan. Serpihan kaca dimana-mana. Oliver segera keluar sementara Nyonya Magie terduduk dengan wajahnya yang pucat. "Baekie..." Oliver kembali ke kamar Baekie lalu memeluk Baekie erat. "Kenapa tak beritahu Aku? Kau membuatku hampir gila." "Aku tak ingin melihatmu mengamuk seperti ini. Bahkan Nyonya Magie benar, seorang pelayan sepertiku..." "Jangan di teruskan, atau Aku akan mencekikmu." Baekie terdiam, Oliver melepaskan pelukannya. "Sakit sekali?" Oliver menyentuh pipi Baekie yang membengkak. Baekie mengangguk. Oliver lalu menidurkan Baekie dan memperbaiki selimut Baekie. "Tidurlah, Aku akan menjagamu." Baekie menggenggam tangan Oliver, matanya menatap Oliver, sangat lama, hingga pandangannya samar dan terlelap. Oliver perlahan mengecup kening Baekie. Menatap wajah Baekie yang tertidur. Bahkan dengan perban dan memar di wajahnya. Wanita itu masih terlihat begitu indah. "Maafkan Aku Sayang." Gumam Oliver lalu mengecup lembut tangan Baekie. *** "Baeki! Kau sudah siap?" Oliver berdiri di beranda dengan stelan jas panjangnya, menunggu Baekie yang dari tadi belum keluar. Hampir seminggu berlalu. Baekie sembuh dengan cepat. Sel regenerasi di tubuh Baekie pasti sangat sehat. Tinggal bekas memar yang hampir memudar. Baekie memaksa untuk ke taman hiburan, karena Oliver telah berjanji mengajaknya ke sana. "Sudah, maaf Aku membuatmu menunggu." Baekie berjalan perlahan ke beranda. Oliver terpana, tak berkedip menatap Baekie yang tampak indah dengan Gaun merah pemberian Oliver sebelumnya. Sapuan lipstick dan dandanan tipis membuat Baekie terlihat cantik dan menggemaskan. "Kalau begini sih, seumur hidup pun Aku akan tetap menunggu." Ucap Oliver tersenyum, lalu mengulurkan tangannya, Baekie menyambut tangan itu dan merekapun melaju. *** "Sudah puas? mau naik permainan apa lagi ?" tanya Oliver yang sebenarnya sudah lelah mengikuti Baekie. Baekie berlarian kesana kemari seperti anak kecil. Menaiki hampir semua wahana. Oliver menemaninya walau jantungnya hampir lepas saat naik roller coaster karena dia takut ketinggian, atau nyawanya terasa pergi meninggalkan tubuh, saat mereka naik kapal bajak laut, tentu saja karena Oliver takut ketinggian. Ajaibnya, Oliver tetap mengikuti Baekie, dan tetap tersenyum seolah tak terjadi apa-apa. "Boleh aku makan Es Krim?" Baekie menunjuk gerobak es krim yang di parkir di sudut taman. "Ambil saja, sekalian gerobaknya pun tak masalah." Baekie tersenyum senang, lalu berlari ke arah penjual es krim tersebut. Oliver menghela nafas panjang lalu ikut mengejar Baekie. Buk! tiba-tiba Baekie menabrak seseorang. "Ah, maaf Aku tidak sengaja." Baekie membungkuk merasa bersalah. "Baekie?" terdengar suara yang tak asing. "Hai Baekie, tidak apa-apa ini Aku." Baekie dengan heran menatap orang itu. Wajah tampan dengan rambut hitam yang agak sedikit panjang hingga mencapai bahunya. Tubuh tinggi hampir setinggi Oliver. Senyum ramah dengan suara yang merdu. "Chris!" Baekie berseru, dia tersenyum sambil menutup mulutnya. "Kau baik-baik saja? Ah, tanganmu baik-baik saja kan?" Chris Memeriksa tangan Baekie, karena tabrakan tadi lumayan keras. Tiba-tiba Oliver dengan marah mendorong Chris, lalu menarik tangan Baekie dengan kasar. "Jangan sentuh wanitaku! b******n!" Chris terkekeh. Oliver musuh bebuyutannya berada tepat di depannya dan tampak akan meledak. Karena apa? karena bertemu Chris yang berkali-kali berusaha membunuhnya? bahkan hampir membunuhnya terakhir kali? karena cuaca panas? yang membuat Oliver menjadi berapi-api dan akan membakar seluruh isi taman hiburan? bukan. Orang bodoh saja tahu kalau dia hampir menggila karena Chris bicara pada Baekie. Wanitanya katanya? Hampir saja Chris tak bisa menahan tawa. Seorang Oliver Geoffrey Hill, bicara seperti itu, dan merasa sangat terganggu hanya karena Chris memulai pembicaraan dengan Baekie. Benar-benar pemandangan yang unik menurut Chris. Karena selama ini Oliver tak pernah peduli dengan wanita manapun di sekitarnya. Sementara wanita itu, Baekie dengan kulit pucat dan tubuh mungil yang rapuh. Berusaha melepaskan genggaman erat Oliver, wajahnya yang seolah tanpa ekspresi tapi terlihat kesakitan benar-benar sesuatu yang lebih unik lagi di mata Chris. "Oliver. Kau menyakitinya." Chris menatap Oliver dengan tatapan remeh. Oliver menatap Baekie lalu melepaskan cengkramannya dari pergelangan tangan Baekie. Bekas merah terlingkar dikulit Baekie yang pucat, dengan sedikit ekspresi yang entah bagaimana sulit digambarkan, Baekie menunduk sambil mengusap pergelangan tangannya. "Oliver, jangan berlaku kasar pada wanita, Baekie Kau baik-baik saja?" Chris mengulurkan tanganya ke arah Baekie. Namun dengan kesal Oliver menepis tangan Chris, dan berdiri di depan Baekie, menyembunyikan Baekie di belakangnya seperti anak kecil yang tak ingin mainannya di rebut. "Jangan berani menyentuhnya b******k! Dia milikku!" "Baekie, Aku tidak salah dengar? sejak kapan..." "Sejak kapan Kau kenal dia!?" Oliver mengeluarkan suara beratnya yang memekakkan telinga. Chris tersenyum kecut, dia mengerutkan dahi melihat tingkah laku Oliver yang kekanakan. "Dia yang mengantarku pulang, saat Aku kabur!" Baekie bicara, Oliver berbalik menatap Baekie. Yang benar saja. Musuh bebuyutannya mengantarkan orang yang dicintainya kerumahnya. Ya ampun kejadian apa lagi yang lebih buruk dari ini? "Baekie, apa waktu itu kau kabur darinya? Hah, kalau Aku tahu, Aku tak kan mengantarmu kembali ke sana." Chris menggeleng sambil tersenyum, entah karena kesal atau memang karena ingin membuat Oliver meledak. "Baekie, Ayo pulang!" Oliver menarik Baekie, namun Baekie terhenti karena tiba-tiba Chris menahan tangannya. "Apa yang Kau lakukan! b******k!" Oliver menggeram, dengan cepat berusaha melepaskan genggaman Chris dari tangan Baekie, namun Chris dengan mudah menepis tangan Oliver "Oliver Hill, Kau hanya orang lemah, Kau tak bisa apa-apa tanpa teman-temanmu, Kau bahkan hampir mati di tanganku, jadi... kenapa orang lemah sepertimu berusaha memenjarakan Baekie? Kau berhak melakukannya?" Emosi Oliver sudah di ubun-ubun. Ingin sekali dia menghajar wajah Chris sampai babak belur. "b*****t! Kau yang tak berhak menyentuh Baekie, Baekie milikku!" "Baekie bukan milik siapapun!" Chris menarik Baekie lebih dekat sementara Oliver pun menarik Baekie ke arahnya. "Cukup!" Baekie berteriak, Oliver dan Chris seketika terdiam. "Chris, lepaskan Aku." Mendengar suara Baekie, Chris dengan enggan melepaskan tangan Baekie dan menatap sinis ke arah Oliver. "Baik, kali ini Aku biarkan. Lain kali Baekie akan jadi milikku!" "Jaga bicaramu b******k! Baekie ayo pulang!" Oliver, menarik Baekie dengan cepat menuju mobil. "Oliver!" Oliver terhenti sejenak. "Jaga dia dengan baik, Kau tak kan pernah tahu apa yang bisa kulakukan." Oliver menatap Chris dengan amarah yang memuncak. "Coba saja Kau dekati Baekie. Aku pastikan akan membunuhmu dengan tanganku sendiri." TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN