Dea mengerutkan dahi, sementara tangan kanannya menggenggam pisau dapur, menatap bahan makanan yang sedari tadi bingung mulai dari mana ia bekerja. Ini Pertama kalinya ia memasak, Dea melipat tangannya di d**a. Pikirannya mulai menerka-nerka.
"oke, kita mulai dari kamu bombay" gumam Dea. Dea berusaha keras membuka kulit luar bawang bombay.
Raka keluar dari kamar, telah lengkap dengan boxer dan kaus dalamnya, ia menatap Dea dengan tatapan yang memprihatinkan. Bahan makanan mulai berserakan di atas meja sebelum memasak di mulai. Raka melangkah mendekat, melipat tangan di d**a. Dea membalas tatapannya, dan Dea tersenyum menatapnya.
"Kamu sebenarnya bisa masak tidak sih?" Raka mengerutkan dahi.
Dea menggeleng, "tidak".
"Terus, kenapa tadi sok bisa masak? Sok masak steak lagi" ucap Raka sakartis.
"Ini demi mas, Dea mau buat mas seneng".
"Kalo tidak bisa masak bilang saja" Raka mengambil pisau dari tangan Dea.
"Iya mas, maaf, nanti Dea belajar masak biar mas seneng" ucap Dea. Dea melangkah mendekat ke arah Raka yang tidak jauh darinya.
"Mas Dea mau ngomong sesuatu sama mas".
"Mau ngomong apa?" Tanya Raka datar.
"Tapi mas jangan marah dulu".
"Iya saya enggak marah" Raka melipat d**a.
"Saya cinta sama mas".
"Apa !!!".
Raka mengusap tengkuknya, ia sendiri bingung, Dea terlalu terus terang dan berani. Jika ia sudah berpikiran jahat, mungkin ia akan memanfaatkan situasi seperti ini. Siapa yang tidak tergiur dengan penampilan wanita di hadapannya ini, ia selalu menampilkan lekuk leher, paha yang mulus, kulit yang bersih dan ia terlalu fashionable, sehingga bajunya terlalu terbuka. Raka pasti sangat mudah melepaskan seluruh pakaiannya. Raka mulai frustasi, melipat tangannya di d**a. Raka tidak habis pikir apa yang ada di dalam otak Dea. Seharusnya para pria lah yang menyatakan seperti itu. Raka menatap Dea tepat di hadapannya.
"Dengar Dea, saya sudah punya pacar" Raka mulai menjelaskan.
Dea menatap Raka, Dea semakin mendekat, sehingga tepat di hadapannya. Dea menyentuh tubuh Raka pelan, Raka membiarkan Dea menyentuhnya, Raka mencoba bertahan agar tidak terangsang. Sungguh ia adalah lelaki normal, yang haus belaian wanita. Sentuhan pelan tapi pasti, seperti ada dorongan yang cukup kuat untuk mendekat. Raka memejamkan matanya.
"Sebelum janur kuning melengkung, sebelum ijab kabul berlangsung, mas masih milik bersama" gumam Dea pelan. Dea melingkarkan tanganya di pinggang Raka.
Raka tidak bisa berbuat banyak, ia tidak bisa mengelak, apa yang di lakukan Dea saat ini, membangkitkan sisi prianya. Raka membuka kelopak matanya, Dea begitu dekat denganya. Raka dapat mencium harum vanila dari tubuh Dea. Raka dapat melihat jelas, mata bening, hidung mancung, bibir tipis yang menggoda. Raka begitu frustasi, Dea sungguh menggoda imannya. Hembusan nafas terasa di permukaan wajahnya.
Cup
Bibir Dea mendarat tepat di bibir Raka, hanya sebuah kecupan. Bibir itu lalu menjauh. Bibir lembut Dea yang pernah ia rasakan sebelumnya.
"Mas, Ini bukan yang pertama, tapi Dea enggak masalah kok untuk mengulangi yang ke dua kalinya" gumam Dea pelan.
Raka menarik nafas, jari jari tangannya merapikan anak rambut Dea menutupi sebagian matanya. Raka mengelus pipi lembut, dan selanjutnya di bibir Dea.
"Seharusnya kamu tidak mengatakan itu, saya pria dewasa, dan saya normal. Oh Tuhan aku tidak bisa menolak ini" ucap Raka.
Raka menangkup wajah Dea dengan kedua tanganya, dengan cepat menyambar bibir tipis Dea. Ia pernah merasakan sebelumnya, dan rasanya manis, bahkan sekarang lebih manis. Raka menyesap, mengisap bibir tipis Dea. Raka menghimpit tubuh Dea ke dinding. Raka menyesap bibir atas dan bawah. Helaan nafas semakin cepat. Dea membalas kecupan Raka. Raka merasakan bibir tipis Dea menyesap bibirnya. Walau Dea cukup amatir membalas kecupannya, tapi ia akui Kecupan seperti ini membuatnya b*******h.
Entah berpa lama ia terkurung di sudut ruangan. Raka melepas kecupannya, mengambil oksigen di masukan kembali ke dalam paru-parunya.
Raka membelai bibir bengkak akibat ulahnya. Entah dorongan apa, Raka menarik Dea, menjatuhkan tubuh Dea di sofa. Raka kembali menciumnya, kali ini lebih lembut, sama sama saling b*******h, tidak ada niat saling menghentikan.
Tangan Raka mulai berpindah di tubuh Dea. Oh Tuhan ia baru menyadarai, Dea memakai dress mini, pahanya terlihat jelas sampai atas, dress yang cukup mudah di lepaskannya. Bibir Raka mulai berpindah di bagian leher jenjang Dea. Lidahnya tidak berhenti menyesap. Suara serangan dari mulut Dea, membuatnya semakin b*******h. Raka menyesap setiap inchi leher Dea. Ia kehilangan kendali, tubuh Dea seperti candu untuknya. Ia bahkan tidak dapat menghentikannya.
Suara erangan Dea sungguh menggoda, Raka semakin bersemangat ingin menginginkan lebih. Oh Tuhan tolong hentikan semua ini. Hati dan pikiran saling bertolak belakang. Raka dapat merasakan tonjolan lembut di tanganya. Sangat pas di tangkupan tanganya, tangan Raka reflek meremas d**a yang tidak terlalu besar, dan tidak terlalu kecil.
Raka berusaha keras melepaskan kecupannya yang telah beralih di lehernya. Kini dengan cepat menarik bibirnya. Menatap Dea yang berantakan oleh ulahnya. Raka dengan cepat berlari masuk ke dalam Wc, dengan cepat juga Dea mengejarnya.
"Mas kenapa?" Tanya Dea.
"Mas, bibirnya enggak kanapa-napa kan? Dea enggak kasar kan" tanya Dea lagi.
Raka frustasi, Oh Tuhan godaan Dea maha dahsyat. Hampir saja ia lepas kendali.
***