BAB 5

1087 Kata
Aroma kopi menyusup paru paru Raka, di keluarkan lagi melalui hidungnya. Ah, begitu nikmat, secangkir kopi toraja buatannya. Pikirannya lelah karena seminggu ini, Dea tidak henti mengganggunya. Dea sudah seperti jelangkung, pergi tak di jemput, pulang tak di antar. Ia selalu ada dimanapun ia berada. Seperti di lakukannya beberapa waktu lalu, ia berada di rumah keluarganya, selalu mengantar bekal makanan setiap jam istirahat. Kini di pikirannya sudah penuh nama Dea Diandra. Dea Diandra, entahlah selalu saja mengusiknya, tapi semenjak dua hari ini, ia menyukai keberadaanya, walaupun sedikit menyebalkan. Tok tok tok "Masuk" ucap Raka, masih membaca buku, sambil menikmati kopi. "Siang mas". Raka mengerutkan dahi, ia tau betul pemilik suara cempreng itu. Raka menutup bukunya. Dan memandang wanita di hadapannya. Ia dengan balutan dress selutut di padu dengan jas berwarna merah menggoda, rambutnya di ikat ekor kuda. Ia terlihat smart dan sexy. Entahlah beberapa hari belakangan ini ia juga menyukai selera fashion Dea, yang menurutnya sangat pas di tubuhnya. Ah sialnya kenapa ia memuji wanita kempret seperti dia. "Ada apa?" Tanya Raka datar. "Mau nganterin bekel makan buat mas" Dea memperlihatkan rantang berwarna biru. "Saya sudah kenyang". "Kata suster Mila mas belum keluar dari ruangan, berarti mas belum makan" Dea meletakkan rantang. "Sudah selesai kan urusannya? Makasih bekalnya". "Tapi Dea mau mungguin mas makan dulu" . "Saya masih kenyang Dea Diandra". Dea terperangah, "APA? Mas bilang apa tadi? WAH SENANGNYA.... !!!. Pertama kalinya mas nyebut nama Dea". Raka menepuk jidat, Raka beranjak dari kursi. Membuka jas putihnya, manaruhnya di sandaran kursi. "Mas mau kemana". "Mau pulang" Raka membenahi dirinya. "Ikut ya". "Enggak". "Pokoknya ikut" Dea menarik ujung baju kemeja Raka. Raka tidak mengubris, lalu berjalan. Membiarkan Dea menarik ujung bajunya. Dea tidak lupa membawa rantang bekelnya kembali. Dea bergelanyut di lengan Raka, menghirup parfum dari tubuh Raka yang menurutnya sangat menenangkan. Raka mulai jengah, berkali-kali ia berontak, di biarkan saja Dea begitu. "Ciyeee, mesranya" ucap suster Mila. Pas tepat di lintasan dokter Raka. "Eh suster Mila, oiya ini bekel buat suster saja" Dea berhenti sejenak, sebenarnya ia ingin bergosip ria dengan suster mila. "Makasih embak, tau saja kalo saya belom makan, tapi mau kemana embaknya?". "Kencan dong" bisik Dea. "Ciyeee, semangat ya embak, semangat mengejar cinta sejati". "Sip, saya akan terus semangat". "Mas tangguin" teriak Dea setengah berlari. *** Disinilah ia duduk di depan kemudi bersama Dea. Raka mencoba tidak terpancing emosi. Karena percuma, Dea masih menghantuinya. "Kira-kira di kulkas ada apa ya? Aku mesti buat spesial buat mas" ucap Dea. Ide terlintas, lalu mengambil smart phone di saku jas merahnya. "Mas mau makan apa?" Ucap Dea. Dea masih menscrol aplikasinya. Ia meminta bantuan kepada google. mencari makanan enak. Walaupun ia tahu tidak bisa memasak, tetapi menyangkut soal makanan ia selalu bersemangat, apalagi bersama Raka sang pujaan hati. "A H A !!! Kita makan seteak ya mas". Raka tidak menjawab, ia masih mengemudi dengan baik. "Mas, nanti kita ke supermarket dulu ya, ada yang ingin Dea beli". Setelah beberapa menit, ia memasuki besmen memarkir mobilnya. Dea setengah berlari mengejar Raka. "Cepat sekali mas jalannya, kan Dea capek ngejar mas mulu". "Siapa suruh lambat". Dea bergelanyut mesra di lengan Raka. "Mas ganteng deh kalo marah". "Saya emang ganteng". "Seneng deh, gemes pengen deket mas" Dea menggapit lengan Raka. Dea menarik Raka ke supermarket lantai dasar apartemen. Memilih beberapa bahan. "Mas, lada hitam yang mana ya?". Raka mengerutkan dahi, "Hah!!! Lada hitam enggak tau? Lada hitam, Yang warna hitam lah, cari disana" ucap Raka menunjuk rak bumbu secara asal. "Oke" Dea berjalan ke arah bumbu, sementara Raka menunggu troli. Dea, memilih lada hitam, bawang bombay, kecap, paprika, cabe besar dan daging sapi impor. "Seneng ya mas, kita seperti suami istri belanja bulanan" ucap Dea sambil memasukan bahan makanan. "No way, saya enggak sudi punya istri seperti kamu". "Yes way, Dea terus ngejar mas, menjadikan mas suami satu satunya". "Terserah" Raka mengedikkan bahu. Dea mendorong troly ke kasir, antrian masih panjang. Tidak biasanya di jam kerja seperti ini, orang banyak berbelanja. "Dea" suara terdengar tepat di belakangnya. Otomatis tubuh Dea menoleh kebelakang. Menatap pria berkemeja putih, tubuh atletis tepat di hadapannya. Ia mengingat memori di otaknya. Pria yang sering di temuinya, sepertinya ia sudah mengingat siapa di hadapannya. "A'a Rafa ya" Dea mengerjapkan mata tidak percaya. A'a Rada kakak kelas waktu SMA. "Dari mana aja, A'a cariin kemana-mana". Dea tersenyum kikuk, "ah A'a, emang Aa Rafa cariin Dea dimana". "Cariin di komplek rumah yang dulu, pindah dimana sekarang?". "Iya kak, sekeluarga pindah, soalnya Arin kan kuliah di Melbourne, jadi mama sama papa memutuskan pindah ke apartemen, soalnya Dea sering di tinggal sendiri katanya biar lebih aman, mama sama papa tinggalnya di Singapore, kadang-kadang aja balik ke Jakarta, kalo kangen anaknya" ucap Dea mencoba menjelaskan. "Owhhh gitu, iya nanti A'a bakal nemenin Dea lagi, biar enggak kesepian gimana?". "Beneran? Ih seneng deh, A'a baik banget sih, A'a kerja di mana sekarang?" Tanya Dea penasaran. "A'a nerusin usaha papa, Dea tambah cantik aja, aa seneng ketemu Dea lagi". Wajah Dea merona, "A'a bisa aja, Dea kan malu". Raka menatap dua insan yang baru saja bertemu. Pria di hadapannya sepertinya bukan pria sembarangan. Ia terlihat rapi, charming price, dan tubuhnya profesional. Bisa-bisanya ia dekat dengan , Dea si k*****t ini. "Ehemm... ehemm" Raka mencoba untuk menegur Dea. Kini keberadaannya sudah diabaikan oleh Dea. "A'a, ini mas Raka" ucap Dea mencoba memperkenalkan Raka. "Hei, saya Rafa " Rafa mengulurkan tangan. "Raka" ucap Raka, Raka menyambut uluran tangan Rafa. Dea melirik kedua pria di hadapannya. Merasa tidak enak, saling canggung. Dea melirik Raka yang hanya diam, dan Rafa tak kalah diamnya. Ia seperti dihadapi oleh dua pilihan. "A'a Rafa, Dea bayar kasir dulu ya, ini sudah giliran Dea" ucap Dea mencairkan suasana. Rafa tersenyum, lalu mengeluarkan dompet miliknya, "A'a bayarin sekalian aja, A'a cuma beli ini kok" ucap Rafa menunjukan minuman kaleng di tanganya. "Enggak usah, saya saja yang bayar" Raka mengeluarkan kartu kredit miliknya terlebih dahulu. "Makasih ya mas". Raka merasa dirinya menang, melipat tangan ya di d**a. Sementara Rafa masih terdiam tidak mengerti. Rafa masih memperhatikan Dea. "Dea, A'a boleh tau nomor Hp Dea?". "Boleh kok kak, jangankan no hp, BBM, WA juga Dea kasih kok". Rafa tersenyum, mengeluarkan smartphone di saku celannya. "Nanti A'a telfon". "Iya A'a di tunggu ya". Di balik obrolan Rafa dan Dea, Raka ingin sekali menarik Dea ke kamar, membekapnya begitu aja. Enak aja main nyosor, baru aja ketemu udah minta no hp. Kenapa juga si kunyuk cepat sekali luluh. Padahal baru berapa menit yang lalu ia merengek-rengek manja denganya. Dasar w*************a. Raka terlihat tidak suka. ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN