BAB 7

1422 Kata
Rafa membaca laporan keuangan. Keuangan pada bulan ini mengalami peningkatan. Rafa telah mempelajari keseluruhan. Hatinya cukup tenang, tidak ada masalah dalam pekerjaanya. Di tambah lagi ia bertemu dengan Dea, wanita yang dulu mengisi hari-harinya. Mengingat memori waktu SMA teman satu komplek, selalu pergi ke sekolah bersama, dan Dea termasuk dalam katagori wanita idamannya. Cantik, manis, ramah, periang dan selalu ceria. Mengingat Dea tidak henti-hentinya ia tersenyum. Dengan cepat Rafa mengambil ponsel dihadapannya. Mencari nama Dea Diandra di kontak ponsel nya. Raka menaruh ponsel di telinga. Suara sambungan terdengar. "Halo" suara dari balik telfon terdengar, ya tidak salah lagi, itu adalah suara seorang wanita yang di rindukannya. "Hai, Dea ini A'a Rafa" ucap Rafa, menutup laporannya. "Owh, A'a , A'a apa kabar? Katanya kemaren mau telfon, Dea tungguin dari kemarin loh". "Maaf, kemaren A'a sibuk, sekarang baru sempat, Dea nungguin A'a" Raka senang ternyata Dea merindukan kehadirannya, ia tak henti tersenyum, mendengar pengakuan Dea. "Iya lah Dea kan rindu sama A'a. A'a gimana sih?". "Dea ada dimana sekarang?" Tanya Rafa, Rafa memandang langit-langit plafon ruangannya. "Dea ada di kantor, mau pulang nih" ucap Dea dari . "Bagaimana kalo A'a jemput Dea, kebetulan A'a mau pulang juga". "Boleh deh, Dea tunggu ya". "Alamat kantor Dea smsin aja ya, A'a berangkat sekarang". "Iya, A'a makasih ya". Rafa dengan cepat mematikan sambungan telfon, dan memasukan ponselnya di saku jasnya. Dengan cepat ia melangkah keluar. Ia tidak ingin Dea menunggunya terlalu lama. *** Rafa menatap bangunan ruko berlantai dua di hadapannya. Bertulisan Credit Union Future. Memarkirkan mobilnya di pinggir jalan. Rafa berjalan mendekati estalase yang tertutup rapat. Dan melangkah masuk. Menatap ruangan kantor yang telah sepi. Yah kantor yang tidak terlalu besar, dan sebagian karyawannya telah pulang. Ruangan berwarna abu-abu terang terdapat loket p********n dan beberapa meja yang disekat dan kursi tunggu yang telah kosong. Rafa tersenyum Dea telah ada di hadapannya. Rambutnya di ekor kuda, rok span dan kemeja putih sangat pas di kenakannya. Dea membalas senyumanya. Lalu mendekat memeluk Rafa. Rafa membalas pelukannya. Di usapnya kepala Dea dengan lembut. Harum vanila masih sama dan tidak berubah. "Dea rindu banget sama A'a" ucap Dea, lalu melonggarkan pelukannya. "A'a juga rindu sama Dea" ucap Rafa, mengecup ubun-ubun sekilas. Rasa rindunya sudah terbalas. "Ini kantor kamu?hemmm" gumam Rafa. Dea tersenyum lalu melepas pelukannya, "iya, kecil-kecilan sih masih, baru setahun juga, yuk pulang A'a" Dea menarik tangan Rafa. Rafa menyukai sifat Dea, Dea tidak jaim, selalu terbuka, jika ia suka, maka ia mengatakan sebenarnya, dan sebaliknya jika ia tidak suka maka ia mengatakan sejujurnya. Rafa memaklumi sifat Dea yang ceplas ceplos. Rafa menyetir dalam diam, tersenyum menatap Dea, Dea membalas tatapan Rafa. "Kita mau pulang langsung atau makan dulu" tanya Rafa. "Pulang dulu deh, Dea sudah gerah, tadi banyak kerjaan, enggak apa-apakan" ucap Dea. "Siip, terus gimana kabar mami, papi dan Arin?" Tanya Rafa. "Semuanya baik, yah gitu deh biasa Dea disini sendiri, Apalagi Dea udah punya usaha, susah buat di tinggal, apalagi di rintis dari nol. Palingan mami yang kesini kalo kangen". "Syukurlah kalau begitu, yang penting semua sehat. A'a enggak nyangka kamu udah dewasa,dan tambah cantik sekarang" ucap Rafa. "Ih, A'a biasa aja kali, Dea gini-gini aja kok, A'a tu yang kemana aja, ngilang ditelan kuda nil" Dea menoel bahu Rafa. "A'a kan waktu itu kuliah di luar, mau dihubungin kamu, malah hpnya tidak aktif, hayooo siapa yang salah? Kirain A'a, Dea ikut papi di Singapur, masalahnya A'a udah nyari ke rumah yang lama". "Owh, gitu, iya deh enggak apa-apa. Yang penting A'a sehat". "A'a senang ketemu lagi sama Dea". "Dea juga" ucap Dea dengan senyum mengembang. *** Rafa memasuki bastment apartemen, memarkirkan mobil. Rafa mensejajarkan langkah Dea, naik lift, menekan tombol 10. "Dea udah berapa lama tinggal disini?"Tanya Rafa. "Udah setahun lebih, tapi sebelumnya tinggal sama mami dan papi". "A'a masih dirumah yang lama?" Tanya Dea penasaran. "Masih dong, mama sama papa pasti senang ketemu kamu lagi". "Iya, nanti kita kerumah A'a ya" ucap Dea. "Iya" Rafa tersenyum. Dea membuka pintu apartemen. Di lepasnya sepatu stelito yang di pakainya. Rafa menatap ruangan apartemen minimalis. Ruangan bernuansa biru yang menenangkan. Rafa melangkahkan kakinya duduk di di depan Tv. Hanya ruangan ini terdapat sofa yang hanya untuk di duduki, dan sepertinya di rancang khusus multi fungsi sebagai ruang Tv dan ruang tamu. "A'a mau minum apa?" Tanya Dea melangkah mendekati Rafa. Rafa melepas jas hitam yang di kenakannya, diletakkanya di atas sofa. Menggulung kemeja panjangnya sampai ke siku dan melepas dasi yang di kenakannya. Rafa menarik pergelangan Dea. Dan Dea kini duduk tepat di sampingnya. "Jangan repot-repot, A'a bisa ambil sendiri kalo haus" ucap Rafa, Rafa mengelus ubun-ubun kepala Dea. Rafa dapat melihat jelas mata indah, bulu mata lentik, alis yang terukir sempurna. Dan bibir yang menggoda untuk di cicipi. "Jadi sekarang kamu mandi dulu sana, pasti kamu pasti lelah kan". Dea mengangguk, "yaudah Dea mandi dulu, nanti kalo A'a laper semua bahan makanan ada di kulkas, berhubung Dea enggak bisa masak, Dea biasa pesen di restoran bawah, makanannya enak-enak kok, no hp nya Dea tulis pintu kulkas, terus kopi sama gula juga ada kalo A'a mau" ucap Dea sambil menunjuk arah kulkas. Rafa ingin tertawa mendengar ocehan Dea. Dea tidak pernah berubah sedikitpun. Dulu Dea yang di kenalnya gadis manja, selalu mengekorinya kemanapun ia pergi, sekarang menjelma menjadi wanita dewasa yang menggemaskan. "Iya, A'a tahu kok, cepet mandi sana" ucap Rafa. Dea mengangguk dan meninggalkan Rafa masuk ke kamar. Rafa menghela nafas, sepeninggalan Dea. Rafa meluruskan badannya, membaringkan tubuhnya di sofa, di ambil remot Tv, dan mencari acara Tv yang menurutnya menarik. Setelah beberapa menit, Rafa beranjak dari tidurnya, ia memeriksa isi kulkas. Di dalamnya hanya tersedia beberapa minuman bersoda, buah, mie instan dan roti. Rada menyibak gorden, pemandangan ibu kota di waktu senja sangat indah. Lama kelamaan matahari sudah tidak terlihat berganti gelap. Rafa menekan nomor hp di pintu kulkas. Rafa memutuskan menghabiskan malam bersama Dea. *** Rafa memandang Dea dari atas sampai kebawah. Rafa menelan ludah, penampilan Dea, ia akui sangat menggoda, walaupun si wanita terlihat biasa saja. Celana super pendek berwarna coklat dan baju kaos longgar berwarna peace yang nyaris menutupi celananya, rambut yang sedikit basah. "A'a mau mandi?" Tanya Dea melangkah mendekati Rafa. "Tadi A'a udah mandi dikantor" ucap Rafa. Rafa lalu duduk di sofa mencoba terlihat biasa saja. Rafa mengatur detak jantungnya. "A'a udah pesen makanan, jadi sebaikannya kita makan di sini saja, kamu laperkan". Dea mengangguk dan lalu duduk di samping Rafa. Rafa memandang Wajah Dea tanpa make up, ia terlihat cantik dan segar. Rafa menghadap Dea, di tatapnya wajah cantik Dea. Dea membalas tatapannya. "Kamu, makin cantik saja" ucap Rafa tanpa basa basi. Ia merapikan anak rambut, menyelipkannya di belakang telinga. Wajah Dea merona, Rafa dapat mencium harum vanila dari shampo Dea yang menyegarkan. "Ah, A'a Dea kan malu" gumam Dea. "Malu kenapa? dulu aja malu-maluin A'a" Rafa melipat tangannya di d**a. "Malu-maluin gimana? Mana ada Dea malu-maluin A'a, hayooo !!!" Dea berkacak pinggang. "Ingat? kamu yang dulu ngekorin A'a mulu, ke pasar ikut, joging ikut, sampe A'a ngumpul sama temen geng motor A'a, kamu merengek ingin ikut mulu". "Itu kan dulu, Dea enggak mau di tinggal A'a, lagian Dea seneng Uang jajan Dea utuh hahahah" Dea meleletkan lidah. "Owh jadi itu alasan kamu, ngikutin A'a" Rafa menangkap tubuh Dea. Dengan cepat Rafa menggelitikan pinggang Dea. Dea meronta-ronta, berontak diiringi dengan tawa. Rafa semakin menjahili Dea. "Ampun, A'a..." teriak Dea. Tawa Dea meramaikan seisi ruangan. Rafa menyukai gelak tawa Dea. Tubuhnya menindih Dea, masih menggelitik pinggang Dea. "Kamu ya, jadi selama ini kamu modusin A'a, enggak A'a maafin" ucap Rafa yang masih aktif menggelitik. Kaki Dea menendang tubuh Rafa, dan berlari menjauh. Dea meleletkan lidah, masih tertawa. Rafa mengejar Dea, Dea dengan lincah berlari kesana kemari menghindari serangan Rafa. Rafa dengan sengaja mencoba berlama-lama, membiarkan Dea tertawa, sungguh pemandangan yang menyenangkan. Dengan cepat Rafa menangkap tubuh Dea. Dea masih memberontak, fisik Dea tidak ada apa-apanya di banding dengan dirinya, tubuh mungil Dea, tenaga hanya seujung jari. Rafa menangkap pergelangan kedua tangan Dea, mencekal tanganya. Menindihnya, sehingga Dea tidak dapat bergerak. "Mau lari kemana hemmm" ucap Rafa dengan senyum evil nya. "Ampun A'a" nafas Dea tidak beraturan, terdengar ngos-ngosan akibat adegan kejar-kejaran tadi. "Ampun? Hemm enggak ada ampun-ampunan" ucap Rafa. "Jadi gimana dong?" Tanya Dea sambil terkekeh. Rafa menyadari posisi tubuhnya kini sangat intim. Rafa terdiam, memandang wajah Dea, rambutnya berantakkan. "A'a " ucap Dea pelan. Rafa terdiam sesaat, menangkap manik mata Dea. Wajah Rafa mendekat, kini hembusan nafas Rafa terasa di wajahnya. "Boleh, A'a cium?" Ucap Rafa pelan nyaris tak terdengar. Tiba-tiba mendadak hening, Dea menelan ludah, dan mengangguk. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN