Melihat Hantu.

1369 Kata
Naira membawa nampan ke dalam ruangan tempat Giordan biasa menikmati makanan. Setelah semuanya tersaji, Naira duduk bersimpuh di atas bantal duduk. "Silahkan, Tuan." Giordan mengangguk. Ia lantas meraih mangkok dan sumpit. Mencoba beberapa jenis makanan yang Naira sajikan untuknya. "Maaf, saya belum bisa membuat sushi, tapi saya berjanji akan belajar membuatnya," tutur Naira lirih. "Tidak buruk. Meski tak seperti masakan Jepang pada umumnya, tetapi masakan mu mempunyai ciri khas sendiri." Naira tersenyum senang, merasa begitu lega dengan respon Giordan. "Kau sudah makan?" tanya Giordan. Naira menggeleng. "Saya makan setelah Anda, Tuan." "Kau boleh makan bersamaku. Aku tak keberatan." Naira menatap tak percaya pada Giordan, sedangkan Giordan segera membuang muka. Tak mau Naira menyadari mukanya yang mungkin saja memerah karena malu. Aneh sekali. Sejak kapan dirinya mengizinkan orang asing makan bersamanya? "Terimakasih atas tawarannya, Tuan. Tapi Saya akan makan bersama Nyonya Kristin." Giordan mengangguk, mungkin Naira merasa tak nyaman makan berdua dengannya. Beberapa menit kemudian Giordan selesai menghabiskan menu makan malamnya. Naira dibantu oleh Krisitin membersihkan meja. "Biar saya kembalikan, Nona. Anda bisa menyiapkan air hangat untuk mandi, Tuan." "Baik. Malam ini beliau mau mandi menggunakan ekstrak apa, Nyonya?" tanya Naira sebelum memasuki kamar Giordan. "Karena cuaca dingin, mungkin saja Tuan menginginkan larutan garam epsom untuk menghangatkan tubuhnya." Naira mengangguk kemudian segera memasuki kamar Giordan. Naira menyiapkan pakaian bersih, ekstra garam epsom, serta handuk bersih di samping kotak pemandian. Naira menyentuh air yang terasa hangat suam kuku. Ia mulai membuka tabung kecil berisi bubuk garam dengan tesktur kasar dan menaburkannya ke dalam air. Tangan Naira sejenak bermain di dalam kotak onsen (pemandian). Aroma garam epsom membuat perasaan Naira begitu nyaman dan tenang. Naira sampai memejamkan mata membayangkan betapa menenangkannya bisa berendam di dalamnya. 'Seandainya saja aku bisa berendam disini.' gumam Naira dalam hati. Saking terbuainya dengan suasana saat itu, Naira tak mendengar langkah kaki Giordan memasuki ruangan. Cukup lama Giordan membiarkan Naira bermain air menggunakan jarinya hingga akhirnya Giordan memutuskan untuk menyadarkan lamunan Naira. "Sampai kapan Kau akan membiarkan ku berdiri disini melihatmu bermain air?!" Deg! Mata Naira seketika terbuka dengan jantung hampir copot karena kaget. "Tu-Tuan??" Naira mendadak berdiri saking takutnya. Posisi yang terlalu minggir membuat Naira kehilangan keseimbangan dan.. BYURRRR!! Kini apa yang beberapa detik lalu dibayangkan Naira menjadi kenyataan. Untuk pertama kalinya Giordan tertawa karena melihat kekonyolan Naira saat ini. Tapi, tawa Giordan berubah ketika melihat wajah panik Naira. Gadis itu menampakkan wajah ketakutan dan mulai berteriak histeris. "Akhh!!! Tidak!! Tolong!! Jangan sakiti saya!!" tangannya melambai-lambai seperti seseorang yang hampir tenggelam. Giordan segera turun dan memegang bahu Naira. "Naira!! Kau kenapa? onsen ini dangkal! Kau tak mungkin tenggelam!" "Tidak!! Keluarkan saya dari sini. Kumohon-- Ayah! jangan sakiti Nai!! Akkhh!! Jangan bunuh Naira! kumohon..." teriakan berubah menjadi tangisan pilu. Naira terdengar seperti seseorang yang tengah disiksa. "Nai!! NAIRA, TENANG!!" bentak Giordan membuat Naira tersentak dan mendadak diam menatap mata Giordan. "Naira! ini aku. Tak ada yang menyiksamu!" tegas Giordan. Naira terisak dengan bahu bergetar. "Tuan?" "Ya. Ini aku. Giordan Abraham." "Saya--takut." Naira menunduk berurai air mata. Entah mengapa ada dorongan dari dalam diri Giordan untuk menarik tubuh Naira ke arahnya, mendekapnya dengan erat dan mengusap lembut rambut panjang gadis di depannya itu. Naira masih berada dalam pelukan Giordan ketika tiba-tiba terdengar sebuah suara. "Kak! Dimana gadis itu? biasanya dia diluar?!" Giordan dan Naira menoleh ke arah suara. Aslan berdiri di depan pintu dengan wajah shock. "Ups!! Kalian sedang berendam ya--" Splashh!! Aslan lantas berbalik menembus pintu dan pergi. Aslan merasa sudah datang di saat yang tidak tepat. Naira shock tak percaya dengan apa yang baru saja dilihat oleh matanya. "Di-Dia? B-bagaimana d-dia bisa melakukan it--tuu". Belum juga mendapatkan sebuah jawaban, tubuh Naira lebih dulu melemas. Ia mendadak pingsan setelah melihat Aslan menembus pintu yang tertutup. Untung saja Giordan segera menangkap tubuh Naira sebelum kepalanya kembali menyentuh air. "Naira? Hai!! Bangun!" Giordan menepuk nepuk pipi Naira. "Argghh!! Aslan sialan! menyusahkan saja!!" umpat Giordan. __________________________________________ Bola mata Naira bergerak ke kanan dan ke kiri. Rasanya pusing sekali. Perlahan Naira membuka matanya yang terasa berat. "Nona?" Suara Kristin terdengar memanggilnya. "Aku dimana?" Naira mencoba bangkit, teyapi kepalanya sakit sekali. Naira memijat kepalanya dan baru tersadar ketika merasakan rambutnya masih basah. Berkhayal. Tercebur ke bak pemandian. Lalu pingsan. "Nyonya Kristin! tadi--tadi aku melihat hantu! aku melihat hantu! pria yang selama ini kukira pengawal ternyata hantu!!" Naira tersengal sengal menjelaskan apa yang baru saja dialaminya. "Nona, tenanglah! Anda harus berbaring duli. Jangan banyak bergerak--" "Tapi aku melihat hantu. Ya Tuhan, bagaimana dia bisa melakukannya? aku yakin aku tak salah lihat!" Kristin merasa iba dengan keadaan Naira. Ternyata benar apa yang Giordan ungkapkan bahwa Naira selama ini mengalami trauma akibat perlakuan buruk dari keluarganya sendiri. * (Flashback On) "Kristin! tolong Kau gantikan bajunya!" Kristin yang baru saja memasuki kamar terkejut melihat Naira pingsan dalam gendongan Giordan dengan kondisi basah kuyup. "Baik, Tuan." Tanpa banyak bertanya, Kristin segera berlari mengambil pakaian kering untuk Naira. Setelah mengganti pakaian Naira, Kristin menyelimutinya dan menghidupkan perapian. "Tuan, apa yang terjadi?" tanya Kristin ketika melihat tuannya masuk ke dalam kamar Naira. "Dia tak sengaja terjatuh ke dalam onsen. Tiba-tiba dia berteriak histeris dan meminta ampun untuk tidak disiksa." "Disiksa?" ulang Kristin tak percaya. "Aku mengutus seseorang untuk menyelidiki latar belakang keluarga Wicaksono. Dan tak ada data apapun tentang Naira. Dia hanya tertulis sebagai putri dari pernikahan pertama Darius dan Rose." "Tapi mengapa dia disiksa, Tuan? apa salah Nona Naira?" Kristin seolah tak terima dengan apa yang terjadi pada gadis malang yang terbaring lemah di atas kasur. "Aku juga belum tahu pasti. Sepertinya ini bukan hal sepele karena setiap malam dia selalu menggangguku dengan mimpi buruk yang dialaminya." "Ya Tuhan... " Kristin menutup mulut dengan telapak tangannya, merasa begitu miris dengan apa yang dialami Naira. "Keadaan keluarga Wicaksono sangat rumit. Bisnis Darius mulai kacau sejak pernikahannya dengan Farida. Mengapa tetap bisa bertahan sampai saat ini karena mereka rela menyelundupkan barang terlarang dari luar negeri. Hanya tinggal menunggu waktu sampai semuanya terbongkar. Berurusan dengan keluarga Wicaksono sama saja bunuh diri, Kristin," jelas Giordan panjang lebar. "Lalu apa yang akan Tuan lakukan padanya? Tuan akan mengembalikan nona Naira pada keluarga kejam nya itu?" Kristin menatap Giordan dengan tatapan nanar. Giordan terdiam. "Aku tak punya pilihan, Kristin. Resiko nya terlalu besar. Bukan hanya aku korbannya, Kalian mungkin akan menerima dampak jika gadis ini tetap bersama kita." "Ya Tuhan.. Malang sekali nasibmu, Nona." Kristin terisak seraya mengusap dahi Naira. (Flashback Off) * "Nona? saya ambilkan teh panas dulu, ya," kata Kristin ketika Naira sudah lebih tenang. "Jangan tinggalkan aku, Nyonya. Aku takut." Lirih Naira, teringat kembali akan sosok Aslan yang ternyata hantu. "Aku akan menemanimu." Suara Giordan membuat Naira dan Kristin menoleh bersamaan. Kristin tersenyum. "Lihatlah, tak perlu takut jika ada tuan disini." Naira mengangguk lemah. Setelah Kristen keluar, Giordan mendekat. Dia duduk pada kursi di samping ranjang Naira. Keduanya hanya diam dengan pikiran masing-masing. Naira ingin sekali bertanya tentang Aslan karena dia yakin Giordan pun melihat apa yang ia lihat. Namun, Naira terlalu takut untuk bertanya. Jika Kristin saja tak mempercayainya apalagi Giordan, pria idealis yang terlihat tak mempercayai takhayul. "Kamu tak perlu khawatir. Aku juga bisa melihatnya," ucap Giordan tiba-tiba seolah menjawab apa yang ada di pikiran Naira saat ini. "Maksud Anda?" "Namanya Aslan. Dia mengikutiku setelah aku membantu usaha perdamaian di Vietnam." Naira menelan saliva. "Dia han--tu?" Giordan mengangguk. Naira menutup mulutnya dengan telapak tangan. "Apa Nyonya Kristin tidak bisa melihatnya?" "Tidak bisa. Hanya aku dan Kamu yang bisa melihat Aslan." Naira lagi-lagi menelan saliva. "Itu salah satu bakat yang Kau miliki. Tapi sepertinya Kau belum sepenuhnya menyadari hal itu." Lanjut Giordan. Naira tak tahu saat ini harus menangis atau tertawa bahagia. Dia akhirnya memiliki bakat, memiliki keahlian. Tapi mengapa harus melihat hantu? mengapa bukan keahlian lain? Telepati dan membaca pikiran. Bukankah itu keahlian yang seharusnya menurun padanya? "Tapi-- mengapa hal itu baru terjadi di tempat ini? dan mengapa harus melihat hantu? bukan hal lain yang bisa dibanggakan untuk keluargaku." Tanpa sadar Naira meneteskan air mata. "Kita tak pernah tahu hal lain apa yang mungkin saja Kau miliki. Karena dalam beberapa kasus, sebuah anugerah atau bakat tertentu harus dirangsang agar bisa terlihat." Naira mendongak menatap pada Giordan. "Bagaimana cara merangsangnya?" Deg! Giordan terdiam. "Caranya dengan menikahimu, Naira. Karena aku harus menyentuhmu untuk membuktikannya." Jawab Giordan dalam hati. (Next➡)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN