Naira menutup pintu kamar. Tubuhnya merosot ke bawah hingga terduduk di lantai. Ia tak tahu lagi harus bagaimana. Rencananya gagal.
Farida sengaja mengatur agar pertemuan diubah di kediaman Sean, hal ini menyebabkan dirinya terlambat sehingga Deryn lah yang akhirnya menjadi menantu keluarga Abiyasa.
Lalu bagaimana dengan Naira?
Naas sungguh, sudah kehilangan calon suami, kini dirinya harus menikah dengan pria asing yang sama sekali tak dikenalinya.
Menikah dengan keluarga terpandang masih menjadi ukuran derajat dan martabat seseorang, dan keluarga Abraham adalah salah satu keluarga paling berpengaruh di seantero kota.
Tak diragukan lagi jumlah kekayaan yang dimiliki oleh keluarga Abraham. Namun, ada sebuah rumor yang menyatakan bahwa setiap keturunan Abraham hanya akan memiliki satu anak sebagai penerus. Jika penerus saat ini tidak menikah, maka terputus lah silsilah keluarga Abraham.
Naira teringat percakapan terakhir di ruang tengah sejam yang lalu.
(Flashback On)
"Nona? bersedia kah Anda menjadi calon istri bagi tuan Kami?" tanya Jody.
Naira tak menjawab sebab hatinya terlanjur tertambat pada Sean. Hal ini membuat Farida geram, menjadi salah satu keluarga Abraham adalah impian setiap orang. Berkali kali Farida berbisik meyakinkan Darius untuk menerima tawaran itu tanpa berpikir panjang.
Akan tetapi kali ini Darius memiliki pemikiran sendiri, tampaknya ia memberikan kesempatan pada Naira untuk memutuskan sendiri apakah menerima perjodohan ini atau tidak.
Lama Darius menatap Naira hingga akhirnya ia memutuskan untuk meminta waktu beberapa hari ke depan sebelum memberikan jawaban pada utusan keluarga Abraham.
"Baiklah, kami akan kembali meminta jawaban tiga hari lagi." ucap Jody.
(Flashback Off)
Naira memeluk lututnya dengan derai air mata. Bukan hanya menangisi nasibnya sendiri, tetapi juga nasib ketiga bawahannya.
Tok Tok Tok
Pintu kamar diketuk dari luar. Naira segera mengusap air matanya.
"Nona? Anda baik-baik saja?" Alma berdiri di depan pintu, menatap Naira dengan wajah sendu.
Naira membiarkan Alma masuk ke kamarnya. Keduanya duduk di atas lantai beralaskan tikar.
"Maafkan aku, Alma. Aku tak bisa menyelamatkan Kalian. Sean akan menikah dengan Deryn." Naira tersedu dalam pelukan Alma.
"Jangan menangis, Nona. Saya tak mempermasalahkan hal itu. Anda tak perlu merasa bersalah. Saat ini yang terpenting adalah menolak perjodohan dengan keluarga Abraham. Lebih baik kami terjebak seumur hidup di rumah ini daripada harus merelakan Anda menikah dengan seorang psik0pat," jelas Alma panjang lebar.
"Psi-kopat?" Naira menatap bingung.
"Ya. Tuan Giordan adalah seorang mayor tinggi angkatan darat. Hampir tak seorang pun pernah melihat wajahnya. Dia pemimpin pasukan khusus, penembak jitu, pembunuh bayaran dan spesialis kriminal di negara ini."
"Tapi, dari yang kudengar tadi dia hanyalah seorang pria tua yang menginginkan keturunan."
"Tak ada yang tahu pasti, Nona. Tapi, yang jelas semua orang paham bagaimana tertutupnya kehidupan keluarga Abraham. Bahkan rumornya tiga calon istri tuan Gio kabur dari rumah itu sebelum pesta pernikahan digelar. Sampai saat ini tak ada yang tahu keberadaan tiga wanita tersebut. Ada yang bilang mereka dibunuh secara brutal oleh tuan Gio sendiri," ucap Alma lirih.
"Di bunvh??" Naira masih belum paham. "Lalu mengapa tidak dilaporkan pada pihak kepolisian?"
"Tak semudah itu karena tak pernah ada bukti. Selama ini tuan Gio selalu bisa menutup setiap kasus yang melibatkan keluarganya. Selain itu, dia memberikan upeti tak biasa setiap kali mengadakan lamaran."
"Jadi, seolah menjual putri mereka sendiri?" Naira tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
Alma mengangguk pasti. "Begitulah informasi yang saya dapatkan."
"Aku tak mau menjadi korban selanjutnya. Kamu juga tak perlu khawatir karena ayah tak mungkin menyerahkan ku pada mereka."
"Apa Anda yakin, Nona? bagaimana dengan Nyonya Farida? dia wanita matre yang melakukan segala cara untuk mencapai tujuan. Bukan tidak mungkin dia akan membujuk Tuan Darius untuk menerima lamaran itu."
"Tidak, Alma. Aku yakin ayahku tidak seperti itu."
Alma menghembuskan nafas berat. Ia hafal betul bagaimana sifat Naira. Naira adalah seseorang yang selalu berfikir positif pada orang lain meski kenyataannya dirinya selalu disakiti oleh orang tersebut.
Beberapa saat kemudian terdengar ketukan pada jendela. Alma dan Naira saling bertukar pandang, terlihat waspada dengan apa yang ada di luar kamar.
"Nai!!" panggil seseorang.
"Sean??" Naira segera membuka jendela. Di luar Sean membungkuk memanjat atap rumah.
"Apa yang Kau lakukan?"
"Kemasi barang-barangmu! ayo kita pergi!" perintah Sean dengan nafas memburu.
"Apa? kabur?"
"Aku sudah mendengar kabar tentang kedatangan keluarga Abraham ke rumah ini. Dengar Nai! apa Kau mencintaiku?" tanya Sean. Naira mengangguk.
"Kalau begitu malam ini juga kita pergi ke tempat dimana tak seorang pun mengenali kita. Aku akan menikahimu dan kita hidup berdua dengan bahagia."
"Tapi, Sean--"
"Nona! Pergilah! pergilah bersama orang yang mencintaimu dengan tulus. Pergilah dan hidup bahagia!" Alma mengambil tas berukuran sedang dari dalam lemari dan mulai memasukkan pakaian Naira ke dalam tas. Naira sudah terlalu menderita hidup di rumah itu. Alma percaya Sean mampu membuat nona mudanya itu bahagia.
"Tapi, bagaimana denganmu dan yang lain?"
"Jangan memikirkan Kami. Jika tak ada Anda, Kami sudah pergi dari rumah ini sejak dulu. Selama ini Kami bertahan hanya untuk Anda, Nona."
Tak sadar Naira kembali meneteskan air mata. Ia baru menyadari betapa setianya Alma, Mirna dan Aryo padanya selama ini.
"Pergi dan berjanjilah untuk hidup bahagia. Kita pasti bertemu lagi suatu hari nanti." Alma memeluk erat tubuh Naira. Keduanya menangis haru.
"Nai!! berikan tas nya, aku tak punya banyak waktu." Sean mengulurkan tangan. Alma melepas pelukan. Ia menyerahkan tas pada Sean lalu memapah Naira keluar melalui jendela kamar.
Sean terlebih dahulu turun hingga mencapai pagar lalu melempar tas ke samping mobilnya. Ia lantas kembali ke atap untuk membawa Naira turun.
"Aku takut, Sean--" cicit Naira.
"Jangan lihat ke bawah, berpeganganlah pada tanganku."
Naira menuruti ucapan Sean. Keduanya perlahan turun melalui atap rumah hingga menyentuh pagar dan berhasil mencapai tanah.
Alma meneteskan air mata melihat Naira berhasil kabur dari rumah yang sudah seperti penjars itu.
Ia melambaikan tangan melepas kepergian Nona muda yang sudah hidup bersamanya selama lebih dari dua puluh tahun. Alma perlahan menutup jendela, ia lantas mengendap endap keluar dari kamar Naira. Dalam hati tertawa menanti kegemparan esok pagi ketika Farida mendengar kabar tentang kaburnya calon menantu idamannya, Sean bersama putri tiri yang selama ini sangat dibenci olehnya, Naira.
***
Darius meremas rambut di kepalanya. Tepat setelah kepergian keluarga Abraham, dia mendapat panggilan darurat untuk segera bertemu Mario, salah satu rekan bisnisnya.
Sudah dua bulan lebih Darius menyelidiki karyawan yang melakukan korupsi bertahun-tahun di perusahaannya. Malam ini Mario sudah menemukan penyebab ambruknya perusahaan hingga menyebabkan kerugian milyaran rupiah.
Darius harus memutar otak untuk mendapatkan uang sebesar dua puluh milyar demi membayar hutang perusahaan yang terlanjur menumpuk.
Selain korupsi karyawan, Darius juga dikagetkan dengan gaya hidup heddon Farida dan Deryn selama ini. Namun, dia tak ingin mempermasalahkan hal itu. Baginya kebahagiaan istri dan anak adalah yang utama.
"Mas, coba Kamu tadi nurutin saran aku untuk menerima keluarga Abraham. Kamu nggak bakalan pusing seperti ini." Farida memijit bahu Darius.
Darius menghela nafas.
"Meski Naira memiliki banyak kekurangan, aku tak bisa memaksanya, Sayang. Apalagi rumor buruk tentang keluarga Abraham sangat mengusikku. Aku tak ingin terjadi sesuatu dengan Naira. Walau bagaimanapun dia tetap putriku."
Farida tersenyum kecut." Justru karena dia putrimu seharusnya bisa bermanfaat untuk orang tua nya. Lihat Deryn! dia bahkan ikut bekerja di kantormu meskipun masih kuliah. Dia berkali kali membantumu mendapatkan banyak proyek berkat kepandaiannya berbicara," ungkap Farida begitu bangga.
"Sedangkan Naira? apa yang sudah dia berikan selama ini untuk mu?"
Darius terdiam. Memang benar ucapan Farida, tetapi apa Naira mampu menghadapi Abraham.
"Kita pikirkan besok pagi. Aku lelah." Darius beranjak dari kursinya. Sesaat kemudian pintu kamar digedor gedor dari luar.
"Tuan!! Nyonya!! NONA NAIRA KABUR!!!"
Darius segera membuka pintu dan menemukan Amel yang berteriak histeris di depan kamarnya.
***
PLAK!!
Darius menampar keras wajah Naira.
"Tuan!! dia tidak salah! saya yang mengajaknya kabur!" Sean berusaha membela Naira.
BUG!!
Seorang pria menendang perut Sean.
"HENTIKAN!!" teriak Deryn berusaha melindungi Sean akan tetapi Amel dan Farida melarangnya mendekat.
Naira dan Sean berlutut di depan Darius. Kedua tangan mereka di pegang oleh pria besar ajudan keluarga Wicaksono.
"Hubungi keluarga Abiyasa!" perintah Darius pada salah satu ajudan. Panggilan terhubung, tanpa basa basi, Darius langsung berbicara.
"Tuan Abiyasa, malam ini putramu mengendap-endap untuk menemui putriku. Oleh karena itu, mari kita nikahkan keduanya besok pagi. Sean dan Deryn."
"Tuan??" protes Sean.
"Ayah!!" protes Naira juga, tapi Darius sama sekali tak peduli.
"Sekarang hubungi Jody, utusan keluarga Abraham!" perintah Darius selanjutnya.
"Ayah? apa yang Kau lakukan? Maafkan Nai, Ayah!!" Naira mencoba memberontak, tetapi tubuh mungilnya tak mampu melawan bodyguard ayahnya.
"Halo, sampaikan pada tuan Abraham bahwa kami keluarga Wicaksono menerima lamaran Kalian. Malam ini juga aku akan mengirim putriku ke kediaman Abraham," tegas Darius membuat semua orang tersentak kaget.
Alma dan Mirna bahkan menutup mulutnya. Sedangkan Farida tampak tersenyum puas mendengar keputusan itu.
"Ayah, maafkan Nai---"
"DIAM!! Ayah sudah memberikan kesempatan padamu tapi Kau malah melakukan hal gila dengan calon suami adikmu!! Aku sudah membesarkan mu selama dua puluh tiga tahun! sekarang saatnya Kau membalas kebaikanku, Naira!! MENIKAHLAH DENGAN GIORDAN UNTUK MENYELAMATKAN AYAH!!"
(Next➡)