Kehebohan Ditempat Kerja

1365 Kata
Satu persatu orang mulai mendekati mesin jahit yang berjejer seperti berbaris, menunggu untuk segera di operasikan. Risma mendekati salah satu mesin yang memang adalah tempatnya, sementara Nurita berada disebelahnya dan Fitri disebelah kirinya. Tapi jarak yang sangat jauh untuk Yulia Melisa dan Arum yang memang berada di grup B dan aku Grup A, dengan ketua grup adalah Beni, duda beranak satu yang istrinya meninggal setahun yang lalu. “ Apa kamu tidak sakit hati dengan perkataan si tukang nagdu itu?” ucap Nurita sambil melirikan matanya kearah Yuli yang hanya terhalang sekita tuju orang saja jaraknya dengan Risma. “ Kenapa mesti sakit hati, sih. Aku sama sekali tidak terpengaruh dengan setiap perkataanya, dan aku juga bukan Janda yang kegatelan yang bisa dengan menudah di rayu laki – laki,” jawab Risma cuek sambil mulai menjalankan mesinnya untuk menjahit lebar – demi lembar kain yang akan dijadikan pakaian. “ Tapi di aitu sudah sangat keterlaluan, Ris. Dia menganggap seolah – olah kamu itu adalah perebut pacar dia, padahal sampai saat ini, pak Damar sama sekali tidak pernah meliriknya, bahkan menganggapnya kalau si Yulia itu pacarnya,” jelas Nurita. “ Itu kan hanya anggapannya saja, justru kalau dipikir, dia itu yang sama sekali tidak tahu malu, dan terlalu percaya diri, kalau di aitu paling cantik disini,” ucap Fitri “ Cantik apaan, wajah udah kaya ondel – ondel seperti itu. kalau si Risma mengan di akui, Wanita paling cantik bukan hanya satu grup saja, tapi satu pabrik ini belum ada yang bisa menandinginya, apalagi dibandingkan dengan wajah si Yulia, sangat jauh banget.” Fitri dan beberapa karyawan lainnya yang memang satu grup pun tertawa. “ Jangan banyak ngobrol, kembali kerja,” ucap seorang laki – laki yang berdiri disamping Risma yang tiada lain adalah pak Beni pengawas grup Risma. Semua pun kembali terdiam dan lebih pokus pada pekerjaan. Suasana pun kembali sunyi dari percakapan, dan hanya suara mesin yang terdengar bersahutan. Sementara itu, umi Sondari sedang melayani karyawan yang memesan makanan, karena kebetulan saat itu sedang istirahat makan siang. Bahkan Risma pun sudah sibuk membantu umi Sondari, hingga tidak memperhatikan kalau Alkema yang baru berusia tiga tahun lebih pun keluar dari kantin, dan berjalan kearah parkir tanpa pengawasan dari siapa pun. Dan secara bersamaan, sebuah mobil yang baru saja memasuki gerbang pabrik, dan melintas di tempat parkir. “ Risma, itu Alkema berjalan kearah parkiran!” teriak seseorang mengingatkan Risma yang seketika terkejut dan segera keluar, dan tiba – tiba. “ Awassss…!” “ Alkema…!” Dengan cepat Risma berlali hendak menolong putranya yang hanya tinggal beberapa meter lagi tertabrak oleh mobil BMW yang baru saja memasuki area parkir. Untung saja mobil tersebut melaju tidak terlalu kencang, sehingga dengan cepat sang pengemudi menginjak pedal rem, dan mobil pun berhenti tepat dihadapan Alkema yang sedang dipeluk oleh Risma. “ Huhu…Alkema.” Risma memeluk tubuh putranya dengan erat Jantungnya seakan berhenti sejenak saking syoknya. Untung saja mobil tersebut dengan cepat berhenti tepat dihadapannya. Bayangan akan kehilangan putranya satu – satunya terpangpang jelas. Untung saja Allah masih melindungi agar bayangan menyeramkan itu hilang, dan tentu saja Risma merasa bersyukur putranya selamat dari maut yang hampir saja merengutnya. “ Kamu bekerja bawa anak kecil?” bentak seorang laki – laki yang baru saja turun dari mobil yang baru saja hampir menabrak Alkema. Sementara Risma tidak bisa berkata – kata karena masih syok atas kejadian yang hampir saja merengut nyawa putranya itu. “ Siapa nama kamu?” tanya laki – laki itu. “ Nama saya Risma, pak.” Jawab Risma dengan nada bergetar dan sekujur tubuhnya gemetar. Laki – laki itu terdiam mendengar nama Risma. Dia segera melihat ponselnya untuk melihat sebuah foto. Sepertinya nama Risma sangat familiar ditelinganya. Laki – laki yang dikenal sebagai Direktur di pabrik garment itu pun membandingkan Foto yang ada di ponselnya dengan wajah Risma. Dan setelah itu dia pun memasukan kembali ponsel kedalam kantong celananya. “ Ya sudah, lain kali jaga anaknya baik – baik, jangan sampai kejadian ini terulang lagi,” ucapnya sambil kembali masuk kedalam mobil, sementara Risma berjalan kembali kedalam kantin sambil menggendong Alkema. “ Gimana Alkema, Ris?” tanya umi Sondari yang juga terlihat wajahnya pucat pasi karena syok atas kejadan yang hampir merengut nyawa Alkema itu. “ Dia gak apa – apa, umi,” jawab Risma sambil mendudukan putranya dan memberikan air mineral pada Alkema. “ Syukurlah, umi sampai syok, lihat, lutut umi sampai gemeter kaya gini,” ucap umi Sondari sambil mengelus dadanya mencoba menetralisir perasaanya yang masih kaget. “ Kayanya bakalan ada yang dipecat, nih,” celetuk seseorang yang tiada lain Yulia, “ Makanya, kalau jadi istri itu yang bener, jangan main serong jadinya dicerai sama suami.” Risma yang masih syok dengan kejadian barusan tersulut emosinya saat mendengar perkataan Yulia yang merendahkannya. Dengan tanpa basa – basi lagi, tangannya melayang dan menampar wajah Yulia hingga tersungkur. “ Jaga mulut kamu, kalau tidak tahu permasalahannya jangan asal bicara,” bentak Risma. Tentu saja hal tersebut membuat banyak orang terkejut. Selama ini tidak ada yang berani berbuat kasar terhadap Yulia, karena takut dipecat. Semua orang tahu siapa Yulia, keponakan Baroto kepala personalia pabrik garment tempat mereka bekerja. Ini pertama kalinya Risma berani menampar pipi Yulia hingga membuat bibirnya sedikit berdarah karena kerasnya tamparan Risma. “ Sial, beraninya lo nampar gua. Awas gua aduan sama om gua,” ancam Yulia sambil berjalan keluar diikuti oleh Melisa dan Arum. Sementara Risma hanya memandang dengan kesal. “ Kamu kenapa Ris?” tanya umi Sondari menyayangkan. “ Habis kesel umi, mulutnya tidak bisa dijaga. Dia pikir Risma itu perempuan murahan apa,” ucap Risma terlihat masih kesal. “ Umi tahu, Ris. Tapi perbuatanmu bisa membuat kamu dipecat, karena Baroto tidak akan tinggal diam.” Risma menarik nafas berat. Apa yang dikatakan oleh umi Sondari memang benar, tapi kalau dibiarkan, dia akan semakin ngelunjak. “ Tak apa umi, semua resikonya Risma tanggung. Tapi, Risma tidak akan pernah terima jika ada orang yang merendahkan harga diri Risma. Biarlah Risma dipecat, karena Risma yakin masih bisa kerja ditempat lain,” jawab Risma sambil berjalan, “ Risma harus kembali kerja umi, Risma titip Alkeman,” ucapnya sambil melangkah meninggalkan kantin menuju kembali ke tempat kerjanya. Setelah Risma pergi, laki – laki yang hampir nabrak Alkema pun kembali, dia masuk dan duduk sambil menatap bocah kecil itu dengan teliti. “ Pak Donni mau makan?” tanya umi Sondari setelah berada didekat Donni. “ Minum saja, bu,” ucapnya pendek dan matanya menatap Alkema yang memang mirip sekali dengan Raditya. Dia lalu berjalan mendekati Alkema yang tengah makan coklat kesukaanya. “ Bu Sondari, apa boleh saya bertanya?” “ Pak Donni mau nanya soal apa?” tanya umi Sondari. “ Kalau ibunya anak ini tinggal dimana?” umi Sondari sedikit terdiam. Apa maksud Donni menanyakan alamat Risma? Apakah Donni juga naksir Risma? “ Oh…Risma tinggal didekat saya pak di kontrakan didaerah kampung Girang Desa Ciapus, pak,” jawab umi Sondari. “ Ini, anaknya bu? Ganteng banget, berapa usianya?” tanya Donni sambil mengambil ponselnya untuk merekam gambar Alkema dan akan dikirim pada ayahnya Raditya. Melihat Donni mengarahkan kamera ponsel, Alkema pun seperti mengerti. Dia segera nyengir memperlihatkan giginya yang berderet putih. Tentu saja kelakuan Alkema membuat Donni gemas. “ Lo harus banga dengan anak lo Dit, dan semoga saja kalian bisa rukun kembali,” bisik Donni dalam hatinya sambil mengirimkan Video Alkema ke Raditya “ Ini Rekaman Video anak lo, Sob. Gua sudah menemukan mereka berdua. Dan bini lo bekerja sebagai operator mesin jahit di pabrik lo sendiri.” Tak lama berselang sebuah pesan balasan masuk ke ponsel Donni “ Lo yakin?” tanya Raditya “ Tentu saja, gua hampir saja menambrak anak lo dan bini lo di pabrik barusan, kalau mau jelas, lebih baik lo datang kesini sekrang,” jawab Donni. “ Ok, sebentar lagi gua meluncur,” jawab Raditya Selesai mengirim pesan dan menghabiskan minuman, Donni pun segera kembali kekantornya. Sementara umi Sondari hanya tersenyum. Pikirnya, mungkin Donni juga naksir sama Risma. Kalau memang benar, tentu itu sesuatu yang sangat bagus, karena Donni adalah laki – laki yang baik, kaya, dan juga memiliki jabatan tinggi di pabrik, karena sebagai orang nomor satu di Gramenda Garment. Dan tentu saja, kalau Risma menikah dengan Donni, masa depannya dan juga Alkema akan terjamin.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN