TUJUH

830 Kata
"Jangan menyentuhku, Mas!" Teriak Fara pada Andra sambil mengangkat tangannya mengisyaratkan agar Andra berhenti. "Jelaskan apa yang harus kau jelaskan, aku hanya mendengarkan satu kali. Dan jangan coba-coba membohongiku!" Fara melipat tangannya mencoba menyembunyikan tubuhnya yang bergetar menahan lara. Ia menguatkan kakinya agar tidak roboh menghadapi suaminya yang terlihat sudah berkaca-kaca. Ya, Fara memutuskan pulang kerumahnya setelah berkali-kali menguatkan hati dan menyusun berbagai kata dan tanya yang akan ia hamburkan pada pria yang menghalalkannya bertahun-tahun yang lalu. Pria yang juga menghadirkan luka berdarah-darah yang mengoyak batinnya. Hatinya menjerit merindukan pelukan Andra. Apalagi kondisinya yang sedang hamil membuat psikisnya tak menentu. Akalnya mencoba menolak, namun pesona pria yang sudah menjadi suaminya itu tetap tak pudar di matanya. Berkali-kali ia mengepalkan tangannya agar tidak lancang membelai rahang pria yang kusut tidak terurus itu. Hormon kehamilan benar-benar mengkhianatinya dengan tak tahu malu. Fara muak, sungguh muak. Dan disinilah ia sekarang. Menunggu kejujuran yang akan pria itu ungkapkan. Sudah dari jauh-jauh hari ia menguatkan hati bersiap mendengarkan apa saja alasan dan pembelaan pria itu walaupun apa yang akan didengarkannya, tidak akan mengubah fakta bahwa hatinya sudah terlanjur terkoyak. "Sayang, maafkan aku." Andra mendongak menatap Fara perih. Fara mendengus dan tersenyum masam. "Aku tidak butuh maafmu, Mas. Berkali-kali kau menyakitiku sebelumnya, tak pernah kau melantunkan maaf padaku. Apa harus menunggu kesalahanmu begitu besar baru kau meminta maaf padaku?" Decihnya pedih. Andra kembali membisu menatap istrinya. Tubuh kurus itu semakin ringkih. Sungguh, saat ini Andra ingin membawa istrinya kedalam pelukannya. Membelai punggung rapuh itu, mencium puncak kepalanya dan berkata semua akan baik-baik saja. Tapi kali ini kata 'baik-baik saja' tidak akan cukup mengingat sudah berkali-kali ia mengingkari janjinya. Dan ini adalah puncak kesakitan istrinya. Istri yang sangat dicintainya tapi tak pernah mendapatkan pembelaan apapun ketika mulutnya terkunci melihat ibunya sendiri memperlakukan wanita rapuh itu tak sebagaimana mestinya. Dan kali ini, kelemahannya menjadi kesalahan yang teramat fatal. Ia adalah pengkhianat besar! "Mama memaksaku menikah lagi." Jawabnya lirih. "Dan kau tak mampu menolak, seperti biasa." Desis Fara sinis. Andra semakin menunduk memandang ujung celananya. Dadanya berdenyut pedih tatkala Fara mengingatkan bahwa ia hanyalah lelaki lemah yang tak berkutik melawan ibunya sendiri. Andra tahu, surganya berada di telapak kaki ibunya. Namun bodohnya, walaupun permintaan ibunya sangat menzalimi istrinya, ia tetap tak mampu menolak. "Aku tak mengerti, seberapa pentingnya anak bagi kalian." Fara kembali mendengus. Ia sudah mati rasa. Satu-satunya pilihan kali ini adalah mengeluarkan apa yang selama ini tertahan dalam kalbunya. Kali ini akan melepaskan segalanya. Sesuatu di otaknya mengatakan 'cukup' dan tak sanggup menahan apapun lagi. "Tetapi, walaupun aku mampu mendahului kehendak Tuhan dan menghadirkan cucu bagi Mama, tak akan mampu mengubah pandangannya tentang aku. Wanita yang tidak dia inginkan menjadi menantunya. Aku selama ini memang diam, Mas, tapi aku tidak bodoh. Ibumu akan tetap suatu hari menendangku walaupun aku mampu menghadirkan selusin cucu untuknya. Dan kali ini, Mas, aku tak akan mengemis lagi di kakinya mengharap ia mampu menyayangiku layaknya anak perempuannya sendiri. Aku menyerah, Mas!" Andra mendongak sementara Fara kembali melanjutkan. "Jadi inilah kesempatanmu, menyuarakan dengan lantang kenapa kau tega mengkhianatiku. Selantang suaramu melafazkan ijab untuk perempuan itu!" Andra mengusap wajahnya dengan kasar. Ia tak bisa mundur lagi. Entah sejauh apa yang istrinya ketahui. Ia dilema. Ia takut menyakiti istrinya, tapi sudah terlambat untuk berkata menyesal. Lalu kemudian ia menceritakan perihal bagaimana ia sampai menikahi Livia. Siapa Livia di masa lalunya, bagaimana Rani kala itu membuatnya tak bisa mundur, bagaimana Rani sangat berharap Livia mampu melahirkan seorang anak. "Maafkan Mas, Sayang. Mas mohon, maafkanlah suamimu yang lemah ini. Mas tidak mampu memilih antara dua wanita yang sangat Mas cintai. Mas mohon, mengertilah!" "Bagian mana lagi yang harus aku mengerti, Mas? Berulangkali kalian menggarami lukaku. Aku tak punya siapa-siapa lagi kecuali kalian yang kuharapkan mampu menggantikan keluargaku, Mas. Tapi kau tega menyakitiku, Mas. Aku sakit, Mas!" Air mata Fara kembali bercucuran. Ia terisak-isak sambil memegang dadanya. "Tak cukupkan hanya aku sebagai wanitamu, Mas? Tak mampukah sekali saja kau mempertahankanku? Apa karena aku sebatang kara, kalian seenaknya saja membunuh perasaanku? Apa kurangku, Mas? Aku melepas cita-citaku, melepas impian orangtuaku, menjaga jarak dengan kakakku karena aku lebih memilih mengiringi langkahmu, Mas. Bahkan aku melawan Papaku demi menikah denganmu. Apa salahku?!" Fara berteriak sambil terisak-isak. Andra mengusap air matanya yang juga menganak sungai. Bahunya merosot. Ia menatap istrinya tak berdaya. Ia juga terluka, bahkan sangat terluka melihat kesedihan Fara akibat ulahnya. Wajahnya sendu, matanya penuh penyesalan. Kakinya melangkah memperpendek jarak dengan istrinya. Ia ingin memeluk Fara. Berharap pelukannya mampu meredam lara. Bibirnya bergetar terus memohon maaf. Ketika selangkah lagi ia menggapai Fara, istrinya tersebut lalu tersadar dan kembali mendesis sinis, "Jangan coba-coba menyentuhku, Mas. Aku jijik melihatmu!" Andra membatu. Perih ia rasakan di dadanya mendengar kata 'jijik' dari mulut istrinya. "Fara, Mas mohon – " "Mundur!" Seburuk itukah aku dimatamu, sayang? Hingga kau jijik dengan sentuhkanku? "Mas tahu, Mas salah, Sayang. Tapi Mas mohon, dengarkan. Mas tidak mencintai Livia. Mas hanya mencintaimu. Percayalah." Fara memandang suaminya sinis, lalu pertanyaan berikutnya seakan membuat Andra berhenti bernapas. "Apa kau sudah tidur dengannya?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN