ENAM

886 Kata
Dulu, Fara pernah dengan angkuh menyebut pada Ibra, bahwa Andra adalah pria terbaik yang akan membawanya menuju surga. ia pernah melawan sang ayah, bahwa Andra akan mencintainya sampai maut merenggut nyawa. Ia pernah bilang bahwa Andra akan membahagiakannya lahir batin, sebagaimana Ibra memberikan kasih sayangnya yang tak berbatas kepadanya. Ia membantah ayahnya hanya karena beliau meragu, apakah Andra pilihan yang baik untuknya. Namun hari ini, ia salah dan ayahnya benar. Kebahagiaan macam apa yang ia dapatkan dari Andra? Ia hanya bahagia saat Andra bersamanya. Ketika berada dalam keluarga besarnya, ia seperti patung tak bernyawa yang diejek, disindir-sindir tanpa tahu apa kesalahannya. Apakah selama ini ia bahagia atau hanya pura-pura? Semakin hari ia semakin meragukan jalan hidupnya sendiri. Fara memukul dadanya sendiri karena sesak yang tak mampu lagi ia tahan. Janji untuk tidak menangis, tak dapat lagi ia tunaikan saat membuka amplop berisi informasi yang dikumpulkan oleh orang-orang Ben. Pertahanannya runtuh. Sebelumnya, ia tetap menafikan diri bahwa apa yang ia lihat dua hari yang lalu hanyalah khayalan. Atau, ia menganggap Andra hanya setia padanya dan apa yang ia lihat adalah hal lain yang tidak sengaja ditangkap oleh mata. Namun, berlembar-lembar dokumen yang diserahkan oleh sang pengacara beberapa menit yang lalu, membuyarkan angannya. Lelakinya bukan berselingkuh, melainkan telah menikah dengan perempuan lain tanpa sepengetahuannya, seolah-olah ia hanyalah orang dungu. Rasanya sangat sakit. Sakit sekali. Fara terisak-isak memandang foto-foto pernikahan mereka. Disana, nampak ibu mertuanya yang bahagia tanpa cela. Ia tersenyum sumringah di sepanjang acara, bahkan senyuman seperti itu tak pernah ia dapatkan disepanjang pernikahannya. Fara mengelus perut datarnya. Ia meragu. Hendak kemana perahu ini akan berlayar, jika nakhodanya sendiri menyalahi jalur yang seharusnya ditempuh. Akankah ia tetap mencapai tujuannya atau tenggelam di tengah lautan luas? *** "Kamu yakin baik-baik saja?" Tanya Julian disebuah kafe tempat mereka bertemu. Julian adalah sahabatnya semenjak kecil yang sekarang merangkap sebagai dokter kandungannya. Sebulan yang lalu, Fara merayu suaminya untuk diam-diam memeriksakan diri ke dokter kandungan setelah sebelumnya Andra selalu menolak ketika berkali-kali diajak. Keengganannya berkaitan dengan ketidaksukaan Rani, ibu mertuanya. Rani selalu menganggap bahwa Fara lah yang mandul, namun tidak pernah mau jika mereka periksa ke dokter. Hari itu, Fara berkompromi dengan Ian untuk melanjutkan proses bayi tabung secara diam-diam setelah pemeriksaan. Ia terpaksa berbohong, pergi ke Singapura menemui tante Laras, sepupu dari ayahnya. Nyatanya, proses bayi tabung tersebut ia lanjutkan di Bandung dengan alasan ketenangan. Ya, Fara memutuskan mengajak Ian bertemu hari ini terkait dengan kehamilannya. Julian menjentikkan jarinya di depan mata Fara. Seketika lamunan Fara buyar. "Are you okay?" Ian mengerinyitkan kening melihatnya. Fara tersenyum tipis sambil menyeruput latte dengan pelan. "Ian, aku..." Fara menghela napas. Bagaimana ia akan baik-baik saja jika pengkhianatan sang suami terus membayangi langkahnya. Entahlah. "Aku, mau menggugurkan bayi ini" Julian tersedak minumnya sendiri. Matanya terbelalak menatap Fara. "Are you insane?!" Teriaknya hingga beberapa pasang mata menatap ke arah mereka. "Kamu gila?" Desisnya memelankan suaranya kemudian. "Aku sadar, Ian. Sangat sadar. Aku tidak menginginkan bayi ini lagi." Ian melotot mara. "Kamu kira anak itu mainan yang bisa kamu bikin lalu kamu buang seenaknya saat bosan, begitu?" "Ian, bukan begitu..." Tangis Fara pun pecah. Ian pindah ke bangku di samping Fara, menepuk-nepuk pundaknya beberapa saat sampai Fara tenang kembali. "Hey, kamu kenapa?" Tanyanya lirih. "Andra... sudah menikah lagi." Akhirnya Fara membongkar aib rumah tangganya dengan bibirnya sendiri. "Apa?!" Ian memandangnya kaget. Fara kemudian mengeluarkan berkas-berkas yang kemarin diberikan Ben dan meletakkannya di atas meja. Ian menatapnya bingung dan sejurus kemudian melihat isinya dengan mata terbelalak. "Ini serius?" "Nggak, bohongan!" Sergah Fara cepat. "Damn it, Fara. How could he did this to you?!" Teriaknya lagi sambil mengepalkan tangannya menahan marah. Mukanya yang biasanya putih langsung memerah. Terakhir kali Fara melihat Ian marah adalah saat menghajar preman-preman yang mengganggunya suatu sore ketika ia masih SMA. "I don't even know what I did wrong, Ian. Aku tahu, mungkin dia tidak sabar ingin segera punya anak hingga mengambil jalan pintas seperti ini. Ia bahkan sudah menikah dua bulan sebelum kami memeriksakan diri padamu waktu itu.” Fara terisak. “Aku mungkin akan baik-baik saja jika ia jujur padaku. Tapi apa? Ia menusukku dari belakang. Aku benar-benar tidak mengerti!" Serunya berlinangan air mata. Ian menatapnya dengan berbagai ekspresi. Sedih, marah, jengkel bercampur aduk di mata abu-abu itu. "Makanya, aku tidak menginginkan bayi ini lagi, Ian. Jika pun nanti dia lahir, apa jadinya kalau ia tumbuh tanpa seorang ayah? Aku tidak sanggup membesarkannya sendirian. Aku sudah tamat." Fara menutup wajah dengan telapak dengan dan menangis terisak-isak di depan Ian. "Andra tau kamu hamil?" Fara menggeleng. "Buat apa? Sudah lama aku punya firasat rumah tanggaku tidak akan lama, namun, aku selalu mengingkarinya. Kalau bukan gara-gara cinta pada Andra, sudah lama aku ingin menyerah. Tapi setelah semua ini, hatiku sangat sakit, Ian. Jika memang, Andra mau menikah lagi, seharusnya dia menceraikan aku terlebih dahulu. Aku merasa dikhianati, Ian. Sakit!" "Tapi, jangan pernah berpikir untuk mengakhiri hidup anakmu. Dia adalah bukti bahwa kamu tidak mandul seperti yang mereka bilang. Walaupun prosesnya tidak biasa, tetap saja kamu adalah wanita sempurna, bisa hamil dan melahirkan. Setelah sejauh ini perjuanganmu, mau menyerah begitu saja?." Ian menggenggam kedua tangannya erat, berusaha mengalirkan kekuatannya. Fara terdiam. Ian mungkin benar. Fara tidak akan menyerah demi anak ini. Tapi, ia akan menyerah untuk hal lain, pernikahannya sendiri. Bahkan Andra tidak perlu tahu tetang kehamilannya. Saat ia tahu nanti, Fara berharap semuanya sudah berakhir.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN