"Sayang, lagi ngapain?" sapa Ibram yang baru saja pulang dari kantornya, laki-laki itu mendekati sang istri yang tampak sedang melakukan sesuatu di meja makan sembari berdiri.
"Hay, Mas, udah pulang?" sambut Niswa dengan begitu ceria wanita itu meletakkan pisau kue yang sedang ia pegang di atas piring lalu langsung menyambut sang suami dengan senyum manisnya, Niswa mencium punggung tangan Ibram lalu laki-laki itu mencium kening dan kedua pipi istrinya itu seperti biasanya.
Walaupun sudah begitu lama meninggalkan dunia keartisannya tetapi Niswa tetap memiliki kemampuan akting yang begitu baik, buktinya wanita itu tetap bisa bersikap biasa saja dan begitu manis kepada sang suami walaupun di hatinya terdapat sebuah kecurigaan yang menyala-nyala saat ini.
"Kamu serius banget lagi ngapain sih sampai nggak denger aku pulang?" tanya Ibram kepada sang istri, pinggang ramping wanita itu sekarang jadi tempat bertengger tangan sang suami.
"Wah kamu bikin brownies kesukaan aku? aku aja aku lagi pengen brownies almond." Niswa tidak perlu menjawab pertanyaan sang suami tadi karena saat ini Ibram sudah melihat jika ia sedang memotong brownies tadi, Niswa hanya tersenyum menatap Ibram yang langsung mengambil sepotong brownies dan memakannya dengan penuh semangat, "ini enak banget, Sayang."
"Iya tapi itu bukan bikinan aku, itu brownies bikinan Jihan. katanya dia bikin brownies dan pengen aku nyicipin makanya dianterin ke sini," ucap Niswa sambil menatap sang suami, Ibram sedikit mengerutkan kening lalu berhenti mengunyah.
"Oh ini bukan bikinan kamu, pantes rasanya beda nggak seenak biasanya," kata Ibram tapi tetap menghabiskan sepotong brownies yang ada di tangannya Niswa mencibir kan bibir mendengar apa yang suaminya katakan.
"Hem ... gombal!" sembur Niswa sambil menahan tawa.
"Tapi emang bener sih, brownies ini enak tapi lebih enak buatan kamu," kata Ibram, laki-laki itu kembali mengecup pipi sang istri singkat.
"Oh iya, si jagoan ganteng ke mana? tumben nggak nyambut ayahnya," tanya Ibram sembari mengedarkan pandangan ke sekitar rumah yang memang terasa lebih sunyi itu.
"Kama tadi ikut sama Jihan katanya pengen main sama Kalila, tapi kok udah sore gini belum pulang ya? pasti kalau udah main sama Kalila nggak pengen pulang dia," jawab Niswa sambil menatap ke arah depan berharap dia bisa melihat Sang putra sedang berjalan pulang.
"Panggil dong, Sayang, Mas kan juga kangen sama dia," pinta Ibram pada sang istri.
"Ya udah deh aku panggil Kama dulu ya, dia juga belum mandi udah sore gini," jawab Niswa, tapi sebelum wanita itu melangkah ponselnya yang berada di atas meja malah berbunyi hingga Niswa mengurungkan langkahnya dan mengambil benda itu.
"Siapa, Sayang?" tanya Ibram pada sang istri yang sedang menatap layar ponselnya.
"Febi," jawab Niswa singkat menyebut nama seseorang yang sedang berusaha menghubunginya.
"Ya udah kamu angkat telepon Febi aja biar Mas yang panggil Kama, ya," ucap Ibram pada sang istri, Niswa yang mengetahui jika panggilan Febi untuk membicarakan hal penting langsung menganggukkan kepalanya.
"Tapi cium dulu biar nggak kangen," kata Ibram sebelum mengecup bibir sang istri singkat lalu berjalan meninggalkan wanita itu untuk memanggil Sang putra.
Niswa tersenyum tipis merasakan jika sang suami sama sekali tidak pernah berubah, setiap detik perlakuan laki-laki itu memang selalu manis dan penuh cinta padanya tidak heran jika memang begitu sulit mempercayai kalau Ibram memiliki sebuah rahasia di balik sikap manisnya.
"Halo, Feb, gimana?" tanya Niswa begitu mengangkat panggilannya wanita itu menatap punggung sang suami yang sudah semakin menjauh hingga hilang di balik pintu.
Niswa memang sengaja membiarkan sang suami menjemput Kama karena ia tidak bisa berbicara leluasa dengan Febi jika suaminya itu berada di rumah.
"Aku udah bilang sama sepupu aku dan dia setuju, mulai besok dia akan ikuti suami kamu. aku udah kirim fotonya Mas Ibram dan semua informasi yang dia butuhkan," kata Febi, Niswa tersenyum manis mendengarnya.
"Bagus deh, tapi bilang sama sepupu kamu hati-hati ya jangan sampai ketahuan, Karena Mas Ibram sama sekali nggak menunjukkan perubahan seakan-akan emang nggak pernah terjadi apa-apa," pesan Niswa, sambil tetap menatap ke arah pintu rumahnya takut jika sewaktu-waktu Ibram dan Kama kembali.
"Iya kamu tenang aja, sepupu aku bisa dipercaya kok. pokoknya kamu tunggu aja kabar dari aku selanjutnya," jawab Febi membuat Niswa menjadi lebih tenang.
"Ya udah makasih buat semuanya ya jangan lupa kabarin aku apapun Yang terjadi," ujar Niswa, Wanita itu sudah begitu siap untuk mengetahui apapun kenyataan yang terjadi dalam hidupnya dia hanya ingin tahu apa yang sebenarnya suaminya sembunyikan.
"Iya, pasti!" pungkas Febi lalu berakhirlah pembicaraan kedua wanita yang sudah lama bersahabat itu.
Niswa kembali memotong brownies yang belum selesai ia lakukan karena kepulangan sang suami tadi sambil menunggu laki-laki itu dan buah hati mereka kembali.
Sementara itu Ibram yang sudah sampai di depan rumah Jihan mengetuk pintu yang tertutup rapat.
Jihan yang membuka pintu rumahnya karena mendengar ketukan dari luar menatap Ibram, wanita itu lalu tersenyum seolah menanyakan untuk apa laki-laki itu datang ke rumahnya, Ibram juga membalas senyuman wanita itu dengan senyum hangatnya.
"Ayah .... Tante itu Ayah aku," kata Kama yang berlari kecil dari ruang tengah rumah Jihan, Ibram tersenyum lebar menatap Sang putra Jihan lalu menyingkir dari ambang pintu memberi ruang pada Kama untuk bertemu ayahnya.
"Oh, ini ayahnya Kama, Tante pikir tamu dari mana," ucap Jihan pada Kama yang sedang memeluk sang ayah.
"iya Tante kenalin ini Ayah aku, ayah pasti ke sini mau jemput aku kan!" kata Kama sambil menatap Jihan dan sang ayah bergantian.
Ibram menganggukkan kepalanya lalu menyalami Jihan dan keduanya saling berkenalan.
"Iya Sayang, ayo kita pulang Udah sore loh, kamu betah banget sih di sini," ucap Ibram sambil mengacak gemas rambut sang putra.
"Iya Ayah, soalnya di sini ada Dedek Kalila. ayo Ayah juga kenalan sama dedek Kalila!" kata kama sambil menarik tangan sang ayah untuk memasuki rumah Jihan, "boleh kan Tante?"
"Boleh, mari masuk mas Ibram," jawab Jihan mempersilakan Kama mengajak sang ayah untuk masuk, Jihan berjalan di belakang mereka, mengikuti Kama yang menarik tangan sang ayah ke ruang tengah di mana Kalila berada.
"Ini Dedek Kalila ayah, lucu dan cantik kan. ayo Ayah gendong dedek Kalila," kata Kama dengan begitu ceria, Ibram lalu menuruti permintaan Sang putra mengambil alih bocah itu dari tangan sang perawat.
"Ye ... Ayah bisa gendong dedek Kalila!" seru Kama yang terlihat begitu senang melihat sang ayah menggendong Kalila, bayi cantik itu juga tertawa ceria dalam gendongan Ibram, Jihan hanya tersenyum melihat pemandangan itu.
"Ayah kita ajak Dedek Kalila ke rumah yuk," kata Kama membuat sang ayah dan Jihan saling tatap.
"Aku sebenarnya pengen aja Dedek Kalila main di rumah aku, tapi aku nggak bisa gendongnya, Sekarang kan udah ada Ayah yang gendong dedek Kalila jadi ayah bisa ajak Dedek Kalila main di rumah aku. boleh nggak Tante?" tanya Kama dengan penuh harap pada Jihan.
"Sebenarnya sih boleh kalau kamu pengen aja Dedek Kalila main di rumah, tapi kan sekarang udah sore Dedek Kalila juga belum mandi dan belum makan. Gimana kalau Dedek Kalila main ke rumah Bang Kama lain kali aja," jawab Jihan dengan begitu lembut agar Kama tidak merasa kecewa, tapi tetap saja bocah itu merengut kecewa karena tidak bisa membawa Kalila ke rumahnya.
"Tante Jihan benar, Sayang, sekarang udah sore. Kama kan juga belum mandi, Dedek Kalila pasti kebauan, gimana kalau kita ngajak Dedek Kalila main di rumahnya lain kali aja. atau hari Minggu, jadi hari Minggu pagi kita bisa jemput dedek Kalila buat main di rumah kita," kata Ibram merayu Sang putra, bocah itu tersenyum mendengar apa yang ayahnya katakan.
"Boleh Tante Jihan?" tanya Kama kepada Ibunda Kalila itu.
"Iya, boleh," jawab Jihan sambil tersenyum manis.
"Ye ... asik, aku bisa main sama Dedek Kalila seharian kalau libur sekolah!" kata Kama dengan begitu gembira, bocah itu memeluk tubuh sang ayah dan mencium kaki Kalila yang pipinya sedang dicium oleh laki-laki itu.
Jihan hanya tersenyum melihat Kama yang begitu senang bermain dengan putrinya, mereka semua lalu menatap seorang wanita yang mengucapkan salam sambil berjalan memasuki rumah yang memang pintunya tidak kembali Jihan tutup setelah Ibram masuk tadi.
"Bunda ...." Kama begitu senang melihat sang Ibu juga datang.
"Ayah tuh tadi ke sini katanya buat jemput kamu, Kenapa Ayah juga lama di sini nggak pulang-pulang. akhirnya Bunda nyusulin kalian ke sini kan!" kata Niswa sambil mencubit gemas pipi Sang putra bocah itu malah tertawa.
"Bunda lihat deh ayah bisa gendong dedek Kalila," kata Kama sambil menunjuk Ibram yang sedang menggendong Kalila yang begitu anteng dipelukannya.
"Ternyata kamu benar, Sayang, Kama susah banget diajak pulang kalau udah main sama Kalila. Malah dia pengen aku gendong Kalila dan bawa Kalila pulang," ucap Ibram pada sang istri yang sudah berada di sebelahnya dan menggoda Kalila dengan begitu gemas, Jihan hanya tersenyum melihat kehangatan keluarga Niswa itu.
"Tapi Tante Jihan gak ngijinin kita bawa Kalila pulang sekarang, katanya hari Minggu aja," timpal Kama dengan bibir mengerucut kecewa, Niswa tertawa kecil melihat Sang putra merengut seperti itu.
"Tante Jihan bener karena ini udah sore, Kalila juga pasti sebentar lagi mau mandi. Jadi sekarang kita pulang dulu karena kamu juga harus mandi," jawab Niswa sambil mengelus Sayang kepala Sang putra.
"Iya deh Bunda ayo kita pulang, tapi nanti kita ajak Kalila main di rumah kita ya," jawab Kama sambil menatap sang ibu, Niswa menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.
"Iya Nanti kita ajak Kalila main di rumah," jawab Niswa sambil mengambil alih bocah cantik itu dari gendongan suaminya saat Ibram memberi kode agar Niswa memberikan bocah itu pada sang ibu.
Niswa tahu jika Ibram sungkan memberikan Kalila pada ibunya secara langsung.
"Kami pulang dulu ya Jihan, maaf kalau Kama suka ngerepotin kamu," ucap Niswa kepada Jihan sambil mengembalikan Kalila pada sang ibu.
"Enggak kok Mbak aku malah seneng banget kalau Kama main di sini," jawab Jihan dengan senyum manisnya.
"Abang Kama sering-sering main di sini sama Kalila ya," kata Jihan kepada bocah yang saat ini sudah menggandeng tangan sang ayah dan bersiap untuk pulang tentu saja dengan begitu penuh semangat Kama menganggukkan kepalanya.
"Kita pamit ya Jihan, terima kasih," pungkas Niswa sebelum mengajak Sang putra meninggalkan rumah wanita itu.
"Babay Bang Kama," kata Jihan sambil melambaikan tangan Kalila yang ia pegang pada Kama.
"Babay Kalila," jawab Kama Juga sambil melambaikan tangannya membuat sang ayah yang sedang menggandengnya tersenyum menatap Jihan dan Kalila.
Niswa yang berjalan selangkah lebih dulu di depan Sang putra dan suaminya menghentikan langkah di ruang tamu menatap sebuah foto yang tertempel di dinding.
"Kenapa, Sayang?" tanya Ibram pada sang istri sambil ikut menatap foto itu.
"Suaminya Jihan ganteng ya, pantes kalau Kalila cantik banget, ayah dan ibunya juga ganteng dan cantik," kata Niswa sambil menatap foto keluarga Jihan.
Di foto itu terlihat seorang laki-laki tampan berdiri di belakang Jihan yang sedang menggendong bayi Kalila, mereka mengenakan baju berwarna senada dan tersenyum ke arah kamera.