(B)ART 12 – Sedikit Perubahan

1111 Kata
Tiga bulan pun berlalu, Syahla semakin dekat dengan Margaretha, namun tidak dengan Marco. Laki-laki dingin itu tetap meminta kepada ibunya untuk mengeluarkan Syahla dari rumahnya, sebab dia merasa malu dan tidak suka dengan keudikan yang ada dalam diri Syahla.   Namun, Margaretha yang terlanjur menyayangi Syahla pun tidak mau mengabulkan permintaan dari anaknya tersebut. Marco jadi malas dan tambah membenci Syahla.   “Hari ini temen gue mau dateng. Pokoknya lo nggak boleh keluar dari kamar.” Kata Marco.   “Wah, kenapa ndak boleh-e, Mas?” tanya Syahla.   “Udah nggak usah banyak tanya.” Kata Marco lalu berjalan mendahului Syahla.   “Masa ndak ada alasannya toh, Mas?” cecar Syahla yang penasaran.   Marco berbalik dan menatap Syahla dengan pandangan kesal, “Kalo lo bocah udik, jelek, bau, dan kampungan. Puas?” hardik Marco dengan menyakitkan.   Syahla mengamati dirinya sendiri, lalu menggaruk kepalanya karena dia pun mengakui apa yang dikatakan oleh Marco. Namun, meski kesal, dia hanya mengerucutkan bibirnya sebentar lalu kembali lagi memamerkan deretan gigi putihnya.   Marco mendengus dan berbalik lagi, dia mulai melangkahkan kakinya lagi menjauh dari Syahla.   “Ngintip boleh ya, Mas?” tanya Syahla.   “Kalo mata lo mau gue congkel nggak papa.” Kata Marco sadis.   “Mas, lucu banget kalau ngelawak.” Kata Syahla sambil terkikik.   “Orang gila.” Kata Marco tanpa mau menoleh ke arah Syahla.   “Eh, Mas. Temannya mau datang jam berapa?” tanya Syahla.   “Nanti abis ashar!” seru Marco.   Syahla menganggukkan kepalanya. Lalu dia pun memilik untuk membereskan ruang tamu yang sebenarnya sudah dia bereskan tadi pagi lalu berjalan ke kamar mengingat ashar sebentar lagi. Dia tidak mau membuat Marco malu meski dia merasa ingin sekali berkenalan dengan teman-teman Marco yang dia yakin anak SMA juga.   Selama berada di rumah Marco, dirinya tidak memiliki teman, selain para pekerja di rumah Marco, Ibunya Marco, dan Pak Satpam Kompleks.   Setelah salat dia pun merebahkan tubuhnya di atas tempat tidurnya. Dia tidak memiliki ponsel. Margaretha memang sempat menawarkan ponsel kepada Syahla namun Syahla menolaknya karena dirinya beralasan dia tidak memiliki keluarga yang bisa ditelepon.   Dia tidak berbohong, orang tua angkatnya tidak memiliki telepon dan dia tidak berniat untuk menelepon orang tuanya tersebut. Sedangkan, orang tua kandungnya, dia sendiri tidak mengetahuinya.   Sampai kapan ya nyong di sini? Gimana caranya nyari orang tuane- nyong kalau nyong gak bisa nyari. -batin Syahla.   Sudah tiga bulan, Syahla merasa kalau dirinya mulai merindukan adik-adiknya. Perasaan rindu itu memang kerap mendatanginya saat dia tidak memiliki aktivitas. Itulah yang membuatnya lebih memilih mengobrol atau mengerjakan sesuatu.   Syahla hendak memejamkan mata namun sebuah ketukan terdengar di telinganya.   TOK TOK TOK!   “Ani!” seru seseorang yang dikenal Syahla.   Suara itu adalah milik Margaretha, majikannya atau ibunya Marco.   “Dalem, Ibune.” Sahut Syahla yang langsung bangun dari tidurnya dan langsung berjalan membuka pintu kamarnya.   Syahla nyengir saat melihat Margaretha di hadapannya. Syahla menyambut majikannya itu dengan semangat padahal sebelumnya dia merasa mengantuk dan ingin tidur, namun dia tidak mau mengecewakan majikan yang sudah sangat baik kepada dirinya.   “Bantuin saya buat bikin minum untuk teman-temannya Marco ya?” kata Margaretha.   “Aduh, Ibune, maaf ya, dudune kulo mau nolak tapi tadi Mas Marco bilang kalau kulo ndak boleh keluar dari kamar, takut teman-temannya lihat katanya.” Kata Syahla mencoba menjelaskan.   “Loh, kenapa nggak boleh liat kamu?” tanya Margaretha bingung.   “Katane apa ya tadi, sebentar ibunye, katanya kulo uduk, kampungan, jelek, dan bau ibune.” Kata Syahla menagatakannya dengan enteng saja.   “Udik, Ni. Bukan uduk.” Kata Margaretha.   “Nah, iya itu maksude kulo ibune.” Kata Syahla sambil nyengir lebar.   “Surti!” seru Margaretha kepada Surti, salah satu asisten rumah tangga yang lain yang kebetulan lewat dan hendak masuk ke kamarnya. Surti yang baru menyadari kalau ada majikannya di sana langsung terkejut lalu berjalan cepat ke arah Margaretha.   “Iya, Nyonya?” tanya Surti.   “Tolong kamu siapin minuman buat Marco dan teman-temannya. Semuanya ada 6 orang sama Marco.” Kata Margaretha.   “Baik, Nyonya.” Kata Surti.   Surti pun langsung pergi meninggalkan majikannya menuju dapur. Syahla pun merasa heran mengenai mengapa Margaretha meminta Surti untuk membuatnya. Namun, seketika rasa tidak enak dirinya mulai menggerogoti tubuhnya.   “Maaf ya, Ibune. Pasti ini gara-gara kulo ya?” kata Syahla.   “Tidak. Sekarang kamu ikut saya ya?” kata Margaretha.   “Baik, Ibune.” Kata Syahla.   Syahla pun mulai mengekori majikannya yang berjalan hendak masuk ke kamar Margaretha. Namun, sesampainya di depan kamar tersebut, Syahla mengurungkan niatnya untuk masuk.   “Kulo nunggu di sini saja, Ibune.” Kata Syahla.   “Kenapa?” tanya Margaretha.   “Ndak sopan masuk kalau masuk-masuk ke kamar.” Kata Syahla.   Margaretha terkekeh lalu mengerti lalu beliau pun langsung menarik tangan Syahla untuk mengikuti beliau masuk ke dalam kamarnya, “Udah, ayo, tidak aapa-apa. Kan ada saya.” Jawab Margaretha.   Margaretha pun mulai memiliki ide yang snagat bagus untuk Syahla.   Sesampainya di dalam kamar, Margarethe pun langsung menyuruh Syahlah untuk mencuci muka lalu hendak mulai memoles wajah Syahla dengan peralatan make up yang beliau miliki.   “Eh, saya mau diapain, Ibune?” tanya Syahla panik.   Seumur-umur hidupnya, wajah Syahla belum pernah terkena sapuan make up. Itu sebabnya dia menjadi panik. Menurut dirinya, merias diri hanya untuk pengantin dan dia belum menjadi pengantin.   “Udah, kamu nurut saja sama saya.” Kata Margaretha.   Syahla pun langsung menurut. Kemudian, Margaretha pun langsung memoles wajah Syahla sedang susah payah karena Syahla tidak mau diam.   Setelah selesai, beliau pun langsung menyisir rambut Syahla dengan benar. Dan seketika beliau tersenyum kepada Syahla.   “Nah, kalau seperti ini kan cantik.” Kata Margaretha.   Syahla seketika terdiam dan berdiri, dia pun mulai mengamati wajah cantiknya di depan cermin, dia benar-benar tidak mengenali dirinya sendiri. Syahla pun senang melihat perubahan di wajahnya.   “Ibune iki kulo?” tanya Syahla yang tidak percaya dengan apa yang dia lihat di cermin.   Margaretha pun menganggukkan kepalanya. “Sebentar.” Kata beliau.   Beliau pun berjalan ke arah lemari dan memberikan sebuah dress floral selutut kepada Syahla.   “Ayo, kamu coba.” Kata Margaretha.   “Itu terlalu bagus ibune.” Kata Syahla.   “Syahla, saya tidak terima penolakan.” Kata Margaretha.   Mendengar kalimat tersebut membuat Syahla teringat kepada Marco, ntah mengapa. Namun sepertinya itu adalah salah satu sifat yang diturunkan ibunya kepada Marco.   Syahla menerimanya dan langsing menoleh ke kanan dan ke kiri.   “Kamar mandinya di mana, Ibune?” tanya Syahla.   Meski Syahla sudah sebulan bekerja di tempat tersebut, namun Syahla tidak pernah masuk ke kamar Margaretha karena Margaretha lebih memilih membersihkan kamarnya sendiri. Sebab kamar adalah tempat yang sangat privat.   “Di sana.” Kata Margaretha sambil menunjuk kamar mandi.   Syahla menganggukkan kepalanya lalu berjalan ke kamar mandi, masuk ke dalamnya, dan lansgung mengganti pakaiannya. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN