UNDANGAN WATI

1118 Kata
“Akhirnya dia kembali juga,” desah Wati pelan ketika melihat ada mobil Rusdi di gedung sekretariat yayasan. “Punya nomornya Bu Diah enggak?” kata Wati pada seorang temannya. “Diah siapa? Sekretarisnya Pak Rusdi?” temannya memastikan. Karena kalau pakai sebutan BU pasti lebih senior atau lebih tua dari mereka. Diah sekretaris Rusdi masih sangat muda tapi lebih senior sehingga dipanggil BU. “Iya.” balas Wati. “Kamu mau apa?” tanya sang teman sambil memperlihatkan nomor Diah untuk di save oleh Wati. “Ya enggak apa apa, kan kalau punya nomornya orang penting seperti dia bila ada kebutuhan bisa minta pencerahan,” jawab Wati setelah menyimpan nomor Diah. “Dia orang penting dan sangat baik,” kata temannya yang lain, yang kebetulan ikut nimbrung. “Aneh ya orang cantik begitu Pak Rusdi enggak tergoda,” kata teman pertama yang memberi nomor tadi. “Kan calon istrinya super cantik,” jawab teman kedua. “Memang kalian sudah pernah tahu calon istrinya Pak Rusdi?” tanya Wati. “Semua orang yayasan pasti tahulah siapa ibu Gita. Dia itu seorang aktivis, juga sangat pintar dan memang sengaja ngambil S2 buat dampingi Pak Rusdi mengelola yayasan,” kata teman kedua. “Aku dengar yang mengharuskan dia langsung lanjut S2 juga ibunya Pak Rusdi karena ibunya maunya orang pintar yang jadi menantunya.” “Pantas ya Bu Diah juga sekarang lagi ambil S2 tapi dia mengambil kelas pegawai jadi kuliah nya hanya Sabtu dan Minggu. Mungkin biar dekati Pak Rusdi,” kata teman pertama. “Aku rasa mereka punya kedekatan khusus, tapi kali saja. Kan bu Diah gampang berinteraksi berdua dengan pak Rusdi. Kalau aku lihat kayanya pandangan mereka tu bagaimana begitu. Saling suka cuma ragu diungkapkan di tempat umum. Mungkin pak Rusdi malu karena kan semua orang sudah tahu dia punya tunangan resmi.” “Pernah dulu kan ada yang lihat Pak Rusdi meluk bu Diah.” lanjut teman pertama. “Iya semua juga banyak yang lihat waktu itu. Waktu Bu Diah kepleset kan, terus Pak Rusdi memijit kakinya dan memeluknya juga mengusap air matanya,” akhirnya teman kedua terbawa ikut arus membahas Diah, karena banyak yang lihat kejadian itu. “Kalau bukan orang spesial enggak mungkin lah sampai diusap air mata seperti itu,” kata teman pertama. “Iya pasti mereka tahu sama tahu lah lebih-lebih kan sering berduaan saja,” kata teman kedua. Wati hanya mendengarkan sambil tangannya tak lepas memegang ponselnya. ‘Berarti Pak Rusdi itu bukan lelaki yang setia. Artinya mudah digoda, semakin mulus lah jalanku,’ batin Wati senang. “Iya kan kalau di ruangan Gilbert juga selalu lebih sering disuruh keluar. Pasti mereka di dalam berduaan,” kata teman pertama. “Bu Diah juga enggak pernah kelihatan dijemput pacarnya atau tunangannya. Padahal katanya dia sudah tunangan, pasti cuma kamuflase,” jelas teman kedua. “Kemarin mereka rapat di hotel berbarengan loh,” bisik teman pertama. “Kalau Pak Gilbert kan berangkatnya barang kontingen dan nginepnya di mess buat kontingen. Kalau Bu Diah sama Pak Rusdi itu nginepnya di kamar dari panitia padahal kan pasti cuma di kasih satu kamar hotel. Wah kalau ketahuan bu Gita bagaimana ya?” lanjut orang pertama tadi. “Pasti kalau depan kita mereka baik-baik saja pura-pura enggak ada hubungan apa pun. Siapa pun pasti tahulah namanya sekretaris dan bosnya pasti ada macam-macam.” Wati meninggalkan tukang rumpi itu tadi dia sudah dapat nomor Diah. Dia juga sudah mendengar semua cerita tentang Diah dan Rusdi. Itu senjata terpenting untuk mendekati Rusdi dan Diah. ‘Bisa ketemu nanti jam makan siang?’ Diah membaca pesan yang disampaikan oleh nomor yang belum dia save. ‘Maaf, ini nomor siapa?’ tanya Diah pada orang yang mengajak dia makan siang itu. ‘Wati Bu, sekretaris bagian umum.’ ’Ada apa ya?’ ‘Ya ketemu saja nanti jam makan siang. Enggak bisa saya katakan dengan pesan seperti ini,’ tulis Wati lagi. ‘Maaf, jam makan siang saya akan menemani ketua yayasan dan manajer HRD untuk bicara dengan para kepala sekolah dari tingkat TK sampai SMK juga para manajer bimbingan belajar,’ jawab Diah. ‘Tapi ini penting,’ Wati ngotot minta bertemu. ‘Lebih penting urusan pekerjaan saya. Karena kalau saya kabur hanya karena urusan penting Anda, saya bisa dipecat oleh yayasan. Lalu siapa yang mau kasih makan ibu dan adik-adik saya kalau saya dipecat?’ kata Diah seakan dia adalah tunggang punggung keluarganya. ‘Baik kita ketemu besok jam makan siang.’ tulis Wati lagi. ‘Anda bisa cek ke Pak Mahmud sampai berapa hari saya akan bersama dia mulai dari jam makan siang sampai jam kerja selesai. Kalau Anda keberatan langsung protes ke Pak Mahmud saja, karena saya hanya pegawai di yayasan ini. Pak Mahmud kan manajer HRD. Bisa bahaya pekerjaan saya kalau saya melawan Pak Mahmud,’ jawab Diah. “Baik bu Diah.” kata Pak Mahmud yang langsung dihubungi telepon oleh Diah melalui direct telepon. “Sudah saya forward ya Pak pesan-pesan itu. Jangan sampai Bapak salah bicara,” kata Diah memastikan. “Iya Bu saya mengerti,” kata Pak Mahmud. Rupanya acara besok sampai beberapa hari ke depan hanya rekayasanya Diah, dia malas bertemu dengan Wati. Tapi kalau pertemuan hari ini memang sudah ter jadwal Rusdi ingin bicara dengan semua kepala sekolah berkaitan dengan kegiatan akhir semester. “Ada apa lagi sih?” tanya Gilbert penasaran melihat Diah menghubungi pak Mahmud bukan untuk urusan siang ini. “Nih lihat entah apa yang dia inginkan,” Diah memperlihatkan pesan Wati di ponselnya. “Dia enggak boleh ke sini, lalu mau apa dia memanggil kamu?” tanya Gilbert rupanya lelaki itu juga bingung apa yang diinginkan Wati pada Diah. “Aku juga enggak ngerti apa yang dia inginkan,” jawab Diah bingung. “Bagaimana kalau kamu temuin saja satu kali, tapi kamu rekam semua pembicaraan agar jelas kamu punya bukti buat lapor ke Pak Rusdi atau juga buat bahan dasar Pak Mahmud bergerak,” kata Gilbert. “Oh iya boleh juga tuh. Nantilah satu atau dua hari ke depan aku bilang ada jam kosong. Kalau nanti kan memang ada acara dengan semua kepala sekolah ‘kan,” kata Diah. Kepala SMA juga akan ikut pertemuan itu. Wati melihat memang menjelang jam 12.00 semua kepala sekolah datang ke gedung sekretariat yayasan karena biasa Rusdi memulai meeting dengan salat Dzuhur berjamaah, di lanjut makan siang baru meeting. Dari gedung bagian umum memang gedung sekretariat terlihat dengan jelas, terlebih dari tempat Wati gedung lantai dua, dia bisa langsung lihat ke lobby gedung sekretariat yang memang berada di seberang gedungnya. Saat itu terlihat kepala sekolah TK dan SD masuk bersamaan, selanjutnya datang Kepala SMP dan kepala bimbingan belajar mereka menggunakan sepeda yayasan. ‘Berarti Diah tidak bohong,’ batin Wati. Memang ada pertemuan Rusdi dengan semua kepala sekolah dan Diah juga Gilbert.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN