JUJUR PADA GITA

860 Kata
‘Aku enggak berani telepon takut ganggu. A’a jadi berangkat hari ini?’ tanya Gita di pesan sehabis jam kuliah tadi. Membaca pesan itu Rusdi langsung menghubungi Gita. Memang mereka jarang berkirim pesan. Lebih enak langsung bicara. “Ini A’a mau berangkat kok Yank, habis shalat ashar. A’a berangkat enggak nunggu sampai jam kerja selesai,” jelas Rusdi setelah mereka bertukar salam. “Ya ampuuuuuuuuuuuuun, pakai di telepon. Semua sudah siap kan? Pakaian dan sepatu buat meeting?” tanya Gita karena kalau bahan meeting pasti sudah disiapkan Diah. “Insya Allah semua sudah sesuai dengan list yang kamu buat Yank,” sejak dulu setiap akan bepergian memang Gita yang menyiapkan list barang apa yang harus Rusdi bawa. Kalau tak dibuat kan list Rusdi akan bingung barang apa yang harus dia bawa. “Ya sudah take care ya A. Jangan ngebut,” Gita mewanti-wanti kekasihnya untuk berhati-hati membawa mobil ke Bandung. “Iya, insya Allah akan selalu hati-hati. Sampai ketemu besok,” kata Rusdi lembut. “Oke, see you besok,” jawab Gita. Gadis itu menutup pembicaraan mereka. ≈≈≈≈≈≈≈≈ ‘Bismillah, OTW ke Bandung menemui kekasih hati,’ Wati geram membaca status WA Rusdi sore ini sebelum jam kerja kantor usai. Rusdi menampilkan foto kunci mobil yang sudah terpasang di mobil. Dari interview tak langsung pada karyawan lama, Wati tahu kalau Rusdi akan segera menikah saat tunangannya selesai kuliah S2 di Bandung. ‘Aku harus jadi teman akrab Diah agar mudah mendapat akses bertemu dengan Rusdi,’ tekad Wati. Dia harus bisa mendapatkan Rusdi bagaimana pun caranya. Wati sudah bosan pacaran penuh cinta tapi tak modal dana seperti yang selama ini dia lakukan di Desa Cikawung, Indramayu. Di desanya Wati memiliki kekasih yang sangat mencintai dirinya dan dia juga cintai, tapi kekasihnya hanya preman pasar, walau ganteng dan macho. Tapi kantongnya kempes. Mereka bisa makan hanya di warung seputar pasar. Di luar lokasi itu Dadang Wiseno tak bisa sering mengajaknya. Dadang harus dapat uang palak-an banyak bila ingin mengajak makan kekasihnya di luar daerah kekuasaannya. Dadang juga harus siap bawa banyak uang karena bila ke mall selain makan di lokasi mahal, Wati juga akan merengek minta di belikan baju atau sepatu dan tas. Di Cirebon ini Wati ingin cari perbaikan dalam segala hal, dia ingin cari pasangan mapan yang bisa memenuhi semua keinginannya, bukan hanya kebutuhannya. Itu sebabnya Wati sangat tertarik saat ada panggilan kerja untuk jadi pegawai, dia melihat sosok Rusdi yang muda dan kaya. Wati tak peduli bila Rusdi telah beristri. Tapi seperti dapat durian runtuh, Rusdi malah belum menikah. Itu sebabnya sejak diterima kerja hari pertama Wati berupaya mendekat pada Rusdi. ≈≈≈≈≈≈≈≈ “Met pagi cantik ku,” sapa Rusdi yang terlihat sudah segar dan masih pakai baju santai. “Hai kok sudah ke sini?” sapa Gita sambil menerima kecup sayang dari Rusdi. “Kangen berat Yank,” bisik Rusdi. “Ha ha ha, tiap malam telepon bahkan kadang video call, sudah bilang kangen saja. Gimana orang jaman dulu yang pacaran lewat surat?” goda Gita. “Bedalah. Tiap hari video call sama ketemu pasti beda,” balas Rusdi. “Sudah siap?” tanya Rusdi. “Sudah, ini tadi sambil nunggu A’a saja jadi beberes ( beres-beres ). dari pada bengong. Kata bu Minah ayam tetangga mati karena bengong,” jawab Gita seenaknya. “Tu ayam mati bukan karena bengongnya, tapi karena dia bengong di tengah jalan raya. Jadi dia kelindes truk,” balas Rusdi. Mereka pun tertawa bersama dan langsung menuju lokasi bubur ayam yang langganan mereka buat pergi sarapan bersama sebelum menuju toko kain brokat di jalan Tamim, Kebon Jeruk, Kota Bandung. “Hoyong mesen sapertos biasa A?” tanya ibu penjual bubur ayam Betawi langganan Rusdi dan Gita. Hampir setiap minggu mereka makan bubur ayam Betawi ini. Ibu penjual bertanya pesanan mereka apa seperti biasa? “Muhun Ibu, sapertos biasa wae,” Rusdi menjawab, iya Bu seperti biasa saja. ‘Menu rutin bersama kekasih hati,’ Rusdi membuat foto sambal sebagai status WA pagi itu. Tak ada bubur ayam atau teh karena belum diantar. Semua status Rusdi pasti langsung dibaca stalker-nya. Tentu saja dia kesal membaca kalau Rusdi sedang bersama kekasihnya. Rusdi dan Gita baru saja akan memulai sarapan mereka saat ada notifikasi pesan masuk di ponsel Rusdi. ‘Selamat pagi Pak semoga hari Bapak cerah. Bagaimana istirahat tadi malam? Nyenyak kan tidurnya? Jangan lupa hari ini sarapan dulu ya biar selalu sehat.’ ‘Semangat ya Pak, saya selalu mendoakan yang terbaik buat Bapak.’ Rusdi langsung meletakkan ponselnya di meja, dia kesal membaca pesan itu. “Kenapa sih bete begitu?” tanya Gita. “A’a enggak tahu bagaimana cerita ke kamu. Ada karyawan baru yang kayanya enggak benar. Belum satu bulan dia bekerja. Sejak hari pertama masuk kerja saja sudah bikin kesal,” jawab Rusdi. “Maksud A’a bagaimana?” tanya Gita. Kunci kelanggengan LDR mereka sejak dulu adalah kejujuran dan keterbukaan. Ada hal apa pun selalu mereka bahas dengan kepala dingin. “Aa juga enggak tahu. Sejak hari pertama masuk, dia selalu bikin ulah. Bahkan A’a sudah pesan ke Pak Mahmud dan Gilbert serta Diah, sekarang semua orang enggak boleh masuk ke gedung Sekretariat.” jelas Rusdi sambil mulai menambahkan sambal pada bubur ayam miliknya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN