Deva merutuki kebodohannya membawa Leora pulang ke apartemennya. Padahal selama ini dia mati-matian membuat batasan untuk tidak terlalu dekat dengan siapapun di kantor. Itu semua demi menjaga penyamarannya supaya tetap aman. Semakin sedikit berinteraksi dengan mereka, maka semakin kecil pula celah Deva keceplosan. Termasuk dengan Leora yang notabenenya adalah atasannya di kantor.
Namun, sekarang justru dengan gobloknya dia sok peduli ke adik dari musuh bebuyutannya itu. Harusnya tadi dia meninggalkan Leora disana. Toh, bukan dia yang mengajaknya datang hingga mabuk di Mirror. Kalaupun sampai terjadi apa-apa itu juga bukan urusannya. Sayang, sialnya Deva tidak tega melakukannya.
Leora memang adik Faris. Terlepas dari sifatnya yang judes, Deva akui dia atasan yang baik. Selama mereka bekerja bersama, Leora tidak pernah mempersulit. Dirinya orang baru di Golden Grove. Awal dia masuk ada banyak hal yang Deva kurang pahami, namun Leora tetap sesabar itu menjelaskan hingga dirinya benar-benar paham.
“Hah, sampai juga akhirnya!”
Deva tertatih memapah Leora masuk ke apartemennya. Nafasnya sampai ngos-ngosan kewalahan menghadapi ulahnya yang konyol. Bayangkan sepanjang perjalanan gadis yang sedang teler itu terus memeluknya erat. Beberapa kali Leora tiba-tiba bangun dan mengoceh tak jelas memakinya. Kalau tebakannya tidak meleset, pasti dia sedang bertengkar dengan pacarnya atau bahkan patah hati. Deva pernah melihatnya bergandengan mesra dengan pria yang menjemput di kantor.
“Duduk dulu!” Tanpa sadar Deva menghempaskan tubuh Leora di sofa.
"Haish! Sialan!” umpatnya meringis meregangkan pinggangnya yang terasa mau putus setelah memapah Leora.
Setengah berlari Deva bergegas ke toilet. Bisa-bisa dia beneran ngompol di celana gara-gara sejak tadi menahan ingin buang air kecil.
“Arghhh …,” helanya lega begitu bisa melampiaskan hajatnya. Namun, baru juga mulai tiba-tiba pintu dibuka kasar dari luar. Deva menoleh, melongo kaget setengah mati melihat Leora nyelonong masuk sambil membekap mulutnya. Dia tampak celingukan panik, lalu mendorong Deva menyingkir dari kloset.
“Hehhh!!” teriak Deva buru-buru berbalik dan menarik resletingnya.
Belum sempat dia mengomeli wanita kurang ajar itu, lagi-lagi Leora bikin ulah yang lebih keterlaluan.
“Hueekk! Hueekk!”
Mata Deva melotot lebar. Tangannya terkepal mendapati sekujur tubuhnya belepotan oleh muntahan Leora. Padahal dia sudah berdiri di depan kloset, tapi malah menyemburkan isi perutnya yang menjijikkan itu ke arahnya.
“Haish!” geramnya bergidik mual oleh bau menyengat dan kotor di tubuhnya.
“Maaf, aku …. hueekk!!”
“Leoraaa!!” teriak Deva sudah tidak bisa lagi menahan amarahnya, begitu wanita pembawa sial itu kembali muntah mengenai celana dan kakinya.
Tidak, bukan hanya dirinya yang belepotan. Bahkan muka dan pakaian Leora juga terkena muntahannya sendiri. Luar biasa! Deva sama sekali tidak menyangka atasannya yang cantik dan biasa anggun berkelas, ternyata sejorok ini.
“Dasar jorok!” umpatnya jengkel setengah mati. Sementara Leora setelah dua kali muntah kembali sempoyongan jatuh terduduk di lantai.
Tanpa pikir panjang Deva melepas pakaian yang melekat di tubuhnya, hingga hanya menyisakan celana dalam. Semua dia buang ke tempat sampah. Wajahnya terus menyeringai jijik. Bau muntahan yang menyengat membuatnya mual ingin muntah.
Baru saja dia hendak beranjak ke arah shower, matanya tertuju ke Leora yang duduk miring memeluk pinggiran bathtub. Menghela nafas kasar. Deva memijat keningnya yang berdenyut pusing. Tahu bakal berakhir begini, dia tidak akan sudi membawanya pulang ke sini. Niatnya baik ingin menolong malah ketiban sial.
“Leora!!” Berlutut, Deva berusaha membangunkannya.
“Hei, bangun! Mandi dulu! Muka dan bajumu kotor kena muntahan. Leora!!” serunya keras menggoyang bahunya. Kali ini berhasil. Leora membuka matanya, tapi malah mendelik kesal karena merasa terganggu.
“Haish! Berisik!” dengusnya mendorong muka Deva hingga terjengkang jatuh terduduk di lantai.
Sempat cengo, Deva yang sudah habis kesabaran beranjak berdiri meraih gagang showers, lalu mengguyur tubuh Leora dengan air dingin. Jelas saja Leora gelagapan kaget. Dia sempat berusaha bangun, tapi Deva menunduk menekan bahunya tidak memberinya kesempatan kabur dan bikin ulah lagi.
“Lepas! Dingin, sialan!” teriaknya menggigil, barulah Deva menghentikan guyuran dari showernya.
Dibilang kurang ajar juga tidak apa. Deva tidak punya cara selain menanggalkan pakaian kotor dan basah Leora.
“Jangan sentuh aku! Lepas!” seru Leora meronta tidak membiarkan dirinya ditelanjangi. Sayangnya dia tidak lagi punya cukup tenaga untuk mempertahankan pakaian yang Deva tarik paksa.
“Diam! Aku juga capek, Leora!” bentak Deva saat mulai kewalahan karena wanita bandel itu terus meronta.
Hanya pakaian dalam yang melekat di tubuh Leora. Deva yang tadinya emosi seketika diam menelan ludah menatap tubuh molek di hadapannya. Jantungnya berdegup kencang. Harusnya dia buang muka, bukan malah menikmati lekuk indah yang membuatnya seketika tegang.
“Sialan! Cobaan apalagi ini?!” umpatnya lirih segera menghempas pikiran kotor di kepalanya.
“Bangun! Mandi dulu, lalu ganti pakaian!” ucapnya ke Leora yang duduk memeluk lutut menyembunyikan buah dadanya yang menyembul dari bra hitam. Wajahnya masih memerah karena pengaruh alkohol yang diminumnya.
“Keluar!” usir Leora masih dengan suara cadel tidak begitu jelas. Kewarasannya kacau, belum lagi tubuhnya masih sempoyongan seperti tidak menginjak tanah.
“Kamu pikir aku mau disini belepotan muntahan. Dasar merepotkan!”
Menulikan telinga, Deva mengangkat tubuh Leora ke bathtup. Kemudian dia menyalakan air yang sudah disetel suhu hangat dan menambahkan minyak aroma terapi.
Menunggu airnya penuh, Deva sekalian mengguyur tubuhnya di bawah kucuran shower. Peduli setan dengan Leora yang mendelik kesal karena merasa risih harus mandi bareng. Lagi kalau bukan karena kena muntahan yang menjijikkan, dia tidak harus mandi bareng tamu pembawa sialnya itu.
“Aku mau pulang!” rajuk Leora, tapi Deva tidak menggubrisnya.
Menggosok tubuhnya dengan sabun sampai berkali-kali, lalu mengendus apakah masih menyisakan bau muntahan di tubuhnya. Siapa sangka saat rambut dan sekujur tubuh Deva masih dipenuhi busa, Leora benar-benar bangun hendak keluar dari bathtub. Baru juga kakinya menjamah lantai, Deva menarik tangan Leora dan mendorong tubuhnya memepet tembok.
“Sialan! Lepas!”
Deva menyeringai, lalu menyalakan air hingga muncrat dari shower di atas mereka.
“Devaaaa!” teriak Leora gelagapan berusaha lepas dari cekalan pria sinting itu.
“Mandi, Yang! Masa cantik-cantik bau muntahan. Jorok!” goda Deva meluluri tubuh Leora dengan sabun, setelah mencengkram kedua tangannya ke atas.
“Sialan!” umpat Leora lirih dengan suara bergetar menahan tangis.
Bukan maksudnya menyalahkan Deva, hanya merasa dirinya seperti w************n. Apa kata keluarganya kalau tahu dia mabuk sampai menginap dan mandi bareng pria, yang bahkan baru beberapa bulan bekerja di perusahaan mereka.
Melihat Leora yang berhenti meronta, Deva melepaskan cekalannya. Keduanya sama-sama diam di bawah guyuran air.
“Maaf, aku tidak bermaksud kurang ajar padamu,” ucap Deva menatap lekat wajah Leora yang menunduk.
“Iya, aku tahu,” gumamnya menghela nafas kasar.
Sialnya mata Deva justru menatap makin ke bawah. Leher jenjang dengan kulit putih mulusnya, lalu sepasang bongkahan montok yang menyembul menggoda untuk dijamah. Tanpa sadar Deva menelan ludah kasar. Di sana rasanya berdenyut begitu pandangannya merayap turun. Indah, lekuk tubuhnya benar-benar membuat Deva kelimpungan. Yang benar saja, dia pria normal dan sekarang mandi bareng perempuan cantik. Bagaimana mungkin birahinya tidak tersulut.
“Mau berendam?” tanyanya mematikan air shower.
“Nggak,” geleng Leora dengan tubuh basah kuyub.
“Sebentar aku ambilkan handuk!”
Deva berbalik membuka rak di pojok kamar mandi, lalu mengambil dua handuk kimono. Yang satu langsung dia pakai, sedang satunya dipakaikan ke Leora.
“Keluar! Aku carikan baju ganti untukmu!” titahnya, tapi Leora bergeming menyandar dinding karena tidak kuat menyangga tubuhnya.
“Leora!” panggil Deva bingung apalagi maunya.
Rambut panjangnya basah. Titik air meleleh di wajah cantiknya. Menyambar satu handuk kecil, Deva mendekat dan mengeringkan rambut Leora. Sumpah! Deva benar-benar merasa tersiksa terjebak dalam situasi seperti ini. Coba saja kalau perempuan di hadapannya ini bukan Leora, pasti sudah dia seret ke atas ranjang.
“Dev …”
“Hm …,” sahutnya tanpa berani membalas tatapan Leora. Deva takut kehilangan kewarasaannya.
“Maaf,” ucap Leora meraih handuk di tangan Deva yang masih membantu mengeringkan rambut basahnya.
“Sudahlah! Tidur dan besok saat keluar dari tempat ini kita anggap tidak pernah terjadi apapun. Kita hanya rekan kerja. Aku juga tidak akan mengungkit kejadian malam ini. Jadi, kamu tidak perlu khawatir akan ada yang tahu soal ini!” tegas Deva tidak ingin Leora takut namanya tercoreng.
“Ayo, keluar!” ajaknya berbalik meninggalkan Leora.
“Arghhh ….”
Baru saja beberapa langkah, Deva dibuat jantungan dengan suara jerit tertahan Leora. Menoleh ke belakang, mata Deva melebar melihat tubuh Leora yang menghambur cepat ke arahnya.
Telat! Meski Deva berusaha menangkap tubuh Leora, namun kalah cepat hingga menabrak keras dan keduanya terjungkal jatuh di lantai.
“Arghh ….” Kali ini ganti Deva yang merintih kesakitan. Tubuhnya terkapar di lantai, sedang Leora tengkurap di atasnya.
“Ma … mamaaf!” ucap Leora gagap saking gugupnya. Dia berusaha bangun, tapi alkohol sialan itu membuatnya kehilangan tenaga. Berkali-kali dia ambruk di atas tubuh Deva, hingga pria itu menggeram bangun dan duduk merengkuh pinggang Leora.
“Kamu sengaja menggodaku?” bisiknya meringis menahan pangkal pahanya yang kian berdenyut karena Leora justru meronta di pangkuannya.
“Diam! Jangan malah membangunkannya, Leora!!” desis Deva menarik tubuh Leora merapat.
Mata mereka bertemu. Leora yang gugup terlihat salah tingkah ditatap seintim itu. Terlebih posisi mereka yang sekarang sangat mendukung suasana jadi makin panas. Ada yang memgganjal di bawah sana. Leora sampai salah tingkah. Pergi tak bisa, tetap duduk rasanya tersiksa.
“Dev ….”
Runtuh sudah sisa pertahanan Deva mendengar panggilan dengan suara lirih dan tatapan polos Leora. Mata anak perempuan keluarga Wiryamanta itu melebar begitu Deva tanpa permisi menyambar bibirnya dan melumat panas. Tangan Leora mencengkram bahu Deva tegang. Mati-matian dia mencoba bertahan, tapi akhirnya menyerah kalah dan membiarkan Deva mendapatkan apa yang diinginkannya.
Memejamkan mata, Leora menikmati cumbuan Deva. Membalas ciuman dan lumatan panasnya yang ternyata mampu menyulut gairahnya. Kesetiaannya dibalas pengkhianatan, maka Leora juga tidak punya alasan untuk menolak Deva.
Iya, dunia itu luas. Tidak semata tentang Gading, pacar brengseknya. Kalau dengan sedikit gila bisa membuat mentalnya tetap waras. Kenapa,tidak?!