Masih dengan mata terpejam Leora meringis merasakan sesak menghimpit dadanya. Mengerjap pelan, ingin buka mata tapi kepalanya berdenyut sakit bukan main.
“Pusing,” gumamnya pelan.
Karena alarmnya belum berdering, jadi dia pilih melanjutkan tidurnya. Menggeliat berganti posisi nyaman, Leora merasa seperti tertindih hingga bukan saja membuatnya sesak, tapi juga pegal. Pikirnya biarkan saja. Tidur jauh lebih penting baginya. Setidaknya untuk sekarang, sebelum dia harus bangun dan berangkat kerja.
Baru juga Leora hampir terlelap, tiba-tiba matanya melotot lebar merasakan buah dadanya ada yang meremas. Jantungnya seperti mau copot sampai-sampai kantuk dan sakit kepalanya lenyap seketika. Bukan! Ini jelas bukan mimpi, karena elusan lembut itu kini merayap ke perut dan makin ke bawah.
Sontak Leora menoleh ke belakang, lalu menjerit histeris mendapati ada pria asing tidur memeluknya dari belakang.
“Aarrgghhhhhh ….”
Keduanya sama-sama terlonjak kaget. Leora yang lupa kejadian semalam melotot pucat pasi seperti bertemu hantu. Sedang Deva yang nyawanya belum sepenuhnya terkumpul duduk dengan mata mengernyit.
“Haish, berisik!” dengusnya kesal merasa tidurnya terganggu.
“Radeva!!” teriak Leora marah, bingung sekaligus panik mendapati dirinya tidur seranjang dengan pria yang jadi bawahannya di kantor itu.
Mata Deva yang tadinya menyipit seketika berbinar bening. Baru juga melek dari tidur langsung diberi tontonan seindah itu.
Leora mengernyit melihat ekspresi muka Deva yang aneh terus menatapnya. Matanya perlahan menunduk, lalu menarik naik selimut untuk menutupi tubuh telanjangnya.
Tunggu dulu! Bukankah itu berarti yang menggerayangi dan meremas dadanya barusan adalah Deva?
“Brengsekk!” umpatnya menampar wajah Deva yang malah cengar-cengir. Namun, tangan Leora berhasil disambar dan dicekal oleh Deva.
“Lepas! Sialan!” serunya meronta sambil mencengkram selimut supaya tidak jatuh dan tubuhnya dinikmati lagi oleh mata kurang ajar pria di depannya itu.
“Begini caramu berterima kasih? Ingat-ingat lagi apa yang terjadi setelah semalam kamu mabuk di Mirror! Aku tidak sebrengsek itu, Ibu Leora!”geram Deva menghempas kasar tangan Leora yang langsung terdiam.
Keduanya duduk saling berhadapan di atas ranjang. Leora blingsatan membenahi selimut untuk membungkus tubuhnya yang tak mengenakan sehelai pun pakaian. Otaknya yang kacau berusaha keras mengingat kejadian semalam. Sayang, ingatannya mentok hanya sampai dia mabuk di nightclub.
“Biar aku ingatkan, kalau kamu menang lupa! Semalam kamu mabuk dan menabrakku. Aku mengajakmu duduk di depan meja bartender dan menanyakan ponsel, tas dan juga temanmu biar aku bisa mengantarmu, tapi kamu sudah teler tidak ingat apa-apa. Duduk saja sudah hampir jatuh dari kursi. Silahkan cek CCTV di sana kalau kamu tidak percaya! Makanya aku terpaksa membawamu kesini! Paham!” bentak Deva sengaja biar Leora tidak seenaknya asal tuduh.
Leora tidak bisa berkata-kata. Kalau Deva sudah menantang mengecek CCTV berarti dia tidak mungkin bohong.
“Terus, kenapa aku bisa telanjang tidur seranjang denganmu?” tanyanya melunak dengan raut sungkan.
“Kamu beneran tidak ingat?” Deva balik bertanya. Biarpun jengkel kena semburan muntahan, tapi dia juga menang banyak bisa mencicipi bibir Leora.
“Nggak,” gelengnya.
“Sampai sini kamu nyelonong masuk ke kamar mandi saat aku buang air kecil, lalu muntah menyembur ke bajuku juga pakaianmu. Buktinya ada di tempat sampah! Lihat saja sendiri sana!” jelas Deva beranjak turun dari ranjang.
“Haish!” Leora langsung buang muka melihat pria sialan itu tanpa malu sedikitpun melangkah ke kamar mandi hanya mengenakan celana dalamnya.
“Terus pakaianku mana?” teriak Leora risih telanjang di balik selimut.
“Cari di pengering!” sahut Deva masuk ke kamar mandi.
Setelah membelit tubuhnya dengan selimut Leora buru-buru keluar. Celingukan di apartemen mewah yang ditinggali Deva mencari dimana ruang tempat mesin cuci dan pengering. Ketemu, dia bergegas mengambil pakaiannya dan masuk ke toilet dekat ruang makan.
Namun, saat melihat pintu depan, sofa ruang tamu dan pintu kamar Deva perlahan ingatannya pun kembali berkelebatan. Iya, dia ingat semua. Termasuk ketika mandi bareng Deva dan kemudian mereka ….
“Arghhh! Bego kamu, Leora!” umpatnya merutuki kebodohannya. Tidak ingin semakin malu, dia segera masuk ke toilet buat ganti baju. Tapi, ternyata bencananya tidak cuma sampai disitu. Mata Leora kembali terbelalak mendapati banyak bekas cupang di leher dan dadanya.
“Sialan kamu, Dev! Bagaimana aku harus ke kantor dengan leher seperti ini?!”
Kepala Leora makin pusing setelah ingat dia bahkan tidak membawa apapun. Tanpa tas dan ponselnya bagaimana dia berangkat ke kantor? Belum lagi kalau teman-temannya sampai nekad mencarinya ke rumah setelah dia menghilang dari nightclub semalam.
Dengan gundah Leora keluar dari toilet setelah berganti pakaian. Dia meletakkan selimut di sofa dan duduk menunggu Deva keluar dari kamarnya.
“Lihat kekacauan apa yang sudah kamu buat, Leora?! Kenapa juga hanya gara-gara si b*****t tukang selingkuh seperti Gading kamu sampai setolol itu? Lampir tua di rumahnya pasti bersorak senang punya celah menghinamu. g****k kamu, Leora!”
Saking berisik suara di kepalanya Leora sampai menunduk mengusap wajahnya kasar. Sepertinya setelah ini dia harus bersiap sakit hati lagi diganyang istri papanya.
“Kenapa? Sudah ingat yang terjadi semalam?” tanya Deva yang baru keluar dari kamar dengan penampilan rapi siap berangkat ke kantor.
Leora mendengak dengan muka masam. Malu iya, tapi juga marah dengan Deva yang sok teraniaya karena mengurusinya saat mabuk.
“Iya, aku sudah ingat semua. Termasuk darimana datangnya cupang di leher dan dadaku. Sialan kamu, Dev!”
Alih-alih marah, Deva yang menyusul duduk dengan dua cangkir kopi justru terkekeh menatap leher Leora yang merah-merah.
“Semalam kan kamu duluan yang mulai dan menikmati sepanjang permainan, sampai kemudian tepar! Aku pria normal. Wajar kalau kemudian tergoda. Kenapa sekarang jadi aku yang disalahkan?!” lontar Deva membela diri. Untung di kamar mandinya tidak ada CCTV, jadi dia bisa sedikit membelokkan cerita.
“Aku mabuk. Tidak bisa mengendalikan diri, tapi kan kamu tidak! Itu namanya mencari kesempatan dalam kesempitan!” elak Leora juga ngeyel tidak mau salah sendirian.
Deva mengulum senyum meraih cangkirnya. Makin dilihat, cupang di leher Leora malah tampak menggemaskan. Begitupun bibir tipis ceriwis yang galaknya amit-amit itu terlihat menggiurkan. Entahlah, dia sendiri juga tidak tahu kenapa bisa sesinting itu. Padahal selama ini dia tidak pernah sudi berciuman dengan teman tidurnya.
“Aku tidak mengharap ucapan terima kasih darimu, tapi setidaknya juga jangan malah menyalahkanku. Bayangkan kalau semalam bukan aku yang membawamu pergi dari sana. Bisa jadi saat kamu bangun sudah kehilangan kehormatan di ranjang orang asing!” ujar Deva tidak ingin memperpanjang perdebatan.
Leora langsung kicep. Iya, dia beruntung karena Dev tidak kurang ajar sampai merenggut kehormatannya. Mereka b******u di kamar mandi, tidur seranjang tanpa sehelai benang, tapi Deva masih punya nurani tidak merusak apa yang bukan haknya.
“Terima kasih sudah menolongku semalam, tapi …,” gumamnya sengaja memberi jeda dengan menatap pria tampan di hadapannya itu lekat.
“Tapi?” ulang Deva dengan alis terangkat.
“Yang semalam adalah kesalahan. Jangan pernah ungkit soal ini, apalagi sampai ada yang tahu. Di kantor kita adalah rekan kerja. Jangan campur adukkan masalah pribadi dengan kerjaan!”
Deva malah tertawa pelan mendengar apa yang dikatakan Leora. Intinya dia takut aibnya terbongkar atau berpikir Deva akan memanfaatkan soal semalam untuk menekannya.
“Jadi kamu pikir aku akan menggunakan soal ini untuk memerasmu? Aku tidak sekaya keluargamu, tapi setidaknya aku juga bukan orang susah yang berpikiran picik!”
“Bukan seperti itu maksudku!” sanggah Leora meninggikan suaranya.
“Di kantor aku bawahanmu. Aku tidak lupa itu. Sedang di luar kita hanya orang asing. Jangan khawatir, aku juga tidak akan menggunakan soal semalam untuk mendapatkan keuntungan apapun darimu, Nona!” tegas Deva bergegas bangun membawa cangkir kosongnya ke belakang.
Leora mendecak keras menatap sengit punggung tegap itu menjauh. Padahal bukan itu maksudnya. Deva mana tahu sesulit apa jadi dirinya. Sedikit saja kesalahan akan membuatnya dihujat tanpa perasaan.
Sekarang dia harus bagaimana? Tanpa ponsel dan uang bagaimana dia bisa sampai kantor? Tidak mungkin juga dia minta tumpangan ke Deva, meski mereka satu kantor. Bunuh diri itu namanya kalau sampai ada yang memergoki mereka datang bersama, terlebih dirinya masih mengenakan pakaian kerjanya kemarin.
“Dev …,” panggilnya menghampiri pria itu.
Deva hanya diam menatap Leora yang berdiri gugup di hadapannya. Bisa menebak apa yang akan wanita menyebalkan ini sampaikan.
“Boleh aku pinjam uang buat naik taksi? Nanti sampai kantor aku ganti. Tidak mungkin aku berangkat dengan keadaan berantakan ….”
Suara bel mengalihkan perhatian keduanya. Deva bergegas membukakan pintu untuk tamu yang sudah ditunggunya itu. Sebenarnya dia tidak benar-benar tersinggung dengan ucapan Leora barusan. Justru bagus, jadi dia tidak harus terjebak dengan adik si b*****t Faris.
Begitu pintu dibuka, seorang wanita dengan setelan kerja rapi berdiri dengan mata mendelik kesal. Di tangannya ada paper bag berisi barang pesanan temannya yang paling menyusahkan itu.
“Dasar bodoh!” dengusnya lirih sebelum masuk melewati Dave yang nyengir dengan rasa bersalahnya.
Begitu melihat siapa yang datang Leora langsung melongo kaget. Tidak menyangka wanita yang juga bekerja di perusahaan papanya itu tiba-tiba muncul di apartemen Dave.
“Nalini ….”
“Pagi, Bu Leora!” sapa teman Deva yang dipanggil Nalini itu tersenyum canggung. Dia melirik ke Deva setelah mendapati cupang di leher Leora.
“Pagi,” sahut Leora lirih menahan malu. “Kalian kenal?” tanya Leora penasaran.
“Lebih tepatnya kami berteman,” jelas Nalini sebelum Leora berpikiran yang aneh-aneh tentang dia dan Deva.
“Sarapanku mana?” tagih Deva.
Nalini mengulurkan satu dari dua paper bag yang dibawanya. Matanya masih menguar kesal, tapi apa daya Nalini tidak bisa mengumpat ke Deva untuk kebodohannya di depan Leora.
“Buruan nanti telat! Kita bukan anak yang punya perusahaan. Bisa seenaknya di kantor tanpa takut dipecat!” sindir Deva pedas.
“Haish!” desis Leora ingin sekali menjambaknya.
“Ini pakaian ganti buat Bu Leora!” Nalini mengulurkan paper bag di tangannya.
“Buatku?!” tannya Leora bingung, tapi dia tetap menerimanya.
“Iya, Deva yang minta tolong saya menyiapkannya dan mengantar kesini. Katanya harus pagi-pagi sebelum berangkat ke kantor.”
Meringis sungkan, Leora benar-benar malu setengah mati bertemu Nalini dengan keadaan berantakan dan situasi canggung begini.
“Terima kasih,” ucapnya melangkah ke toilet. Tapi langkahnya kembali terhenti oleh panggilan Nalini.
“Bu …”
“Iya.”
“Itu …, Bu Leora sepertinya butuh make up. Pakai punya saya dulu, mau?” tawar Nalini mendekat mengulurkan tas kecil berisi alat make upnya.
Sumpah! Muka Leora panas bukan main. Lebih geram lagi karena yang membuat cupang justru enak-enak sarapan.
“Ok, terima kasih!”
Begitu Leora masuk toilet Nalini segera menghampiri Deva di meja makan dan menggebuk punggungnya sampai tersedak terbatuk-batuk.
“Haish! Sialan!” umpatnya kesal ke Nalini yang berdiri berkacak pinggang di depannya.
“Otakmu taruh mana, Dev? Bisa-bisanya kamu bawa dia kesini! Kalau tahu begini, nggak sudi aku repot-repot membantumu! Kamu tahu nggak sih resikonya apa?!” desis Nalini tidak bisa menyembunyikan lagi amarahnya.
Bagaimana tidak emosi, demi teman sengkleknya ini dia masuk Golden Grove untuk mencari tahu apapun tentang Faris dan keluarga Wiryamanta. Dia juga yang susah payah membantu Deva bisa masuk sana dengan posisi bagus. Sekarang dengan tololnya Deva malah mau menghancurkan semua.
“Kan semalam sudah aku bilang, tidak seperti yang kamu pikirkan itu!” jelas Deva.
“Tidak seperti yang aku pikirkan? Terus siapa yang bikin cupang itu?! b*****t, kamu! Banyak wanita yang bisa kamu tiduri. Kenapa harus dia?! Kalau sampai semua terbongkar kita semua bakal mati di tangan Faris, goblokk!” geram Nalini melengos menyingkir ke ruang tamu dengan otaknya yang mendidih.
“Sialan!” umpat Deva tidak kagi melanjutkan sarapannya. Matanya tertuju ke pintu toilet dimana Leora sedang ganti baju.
Iya, dia tidak boleh berurusan dengan Leora. Ada Nalini yang juga bakal hancur bersamanya jika sampai rencana mereka terendus oleh Faris dan keluarganya