"Saya tidak bisa menjanjikan apa pun, karena Saya pun tidak memiliki pengalaman di bidang ini. Tapi bila Pak Arkan bisa memberikan kepercayaan, saya akan berusaha menjaga mereka dengan cara saya."
Arkan menghela napas panjang, kemudian mengangguk. Ia menepuk bahu Sera pelan. "Saya percaya kamu."
Tak lama setelahnya ia pamit pergi karena harus bertemu seseorang. Sera pun menghampiri Kenzo dan Kezia, sementara neneknya terlihat berbaring sambil memijat kepala, wajahnya terlihat pucat.
"Kenapa, Bu? Ada yang bisa saya bantu?" Sera mendekat.
"Saya hanya mau tidur, jangan ganggu saya!"
Sera mengangguk paham, kemudian ia mendekati Kenzo dan Kezia yang terlihat masih begitu marah padanya.
"Kembalikan ponselku! Atau kalau tidak kamu keluar dari rumah ini!" ucap Kenzo, ia memang sedikit lebih keras.
"Seribu kali pun kalian mengusirku, aku tidak akan keluar bila Ayah kalian tidak meminta."
"Kalau begitu jangan ganggu kami!" jawab Kezia.
"Aku tidak akan mengganggu, aku hanya ingin menemani kalian!"
"Kami tidak butuh ditemani oleh siapapun! Kecuali ...." Kezia menghentikan ucapannya, ada kata yang tertahan. Kenzo langsung melihat ke arah adiknya.
Sera sangat bisa merasakan luka kehilangan pada mereka. Ia pun membawa dirinya lebih dekat, berusaha untuk tidak terbawa emosi, bagaimanapun mereka tidak bisa didekati dengan cara yang keras.
"Kalian boleh memegang ponsel paling banyak empat jam sehari, selebihnya banyak aktivitas yang kalian harus dilakukan. Kalian juga harus kembali ke sekolah."
"Tidak! Kami mau homeschooling!"
"Homeschooling tidak jelek, tapi kalian harus pergi ke sekolah dan berinteraksi dengan banyak orang."
"Kamu tidak berhak mengatur kami!" jawab Kenzo.
"Tante! Panggil saya Tante, atau sebutan lainnya untuk orang yang lebih dewasa, jangan panggil aku dengan kamu. Belajar sopan santun!"
Mereka mendengus kesal dan membuang muka. Sementara Sera berlalu menuju rak buku dan mencarikan buku bacaan yang sesuai umur mereka. Sera pun berlalu untuk melihat Kalina.
Beberapa saat kemudian, ia melihat Kenzo dan Kezia sudah tertidur.
****
.
.
Waktu hampir menunjukkan pukul tujuh ketika si kembar masih belum beranjak dari tempat tidurnya, sementara mereka akan masuk pukul delapan pagi.
Sera sudah hampir dua Minggu di rumah ini dan lambat laun ia mulai terbiasa dengan segala tantangan yang ada. Termasuk Bu Haliza yang masih sangat dingin dan tidak suka cara Sera mendidik cucunya.
"Sudah siang! Saatnya kalian bangun!" Sera membuka gorden. Sementara Arkan terlihat sibuk dengan laptopnya, ia masih saja disibukkan oleh pekerjaan. Tak lama kemudian Kalina terdengar menangis.
"Pak, tolong bangunkan anak-anak, aku mau lihat Kalina dulu!"
Arkan termangu sesaat. "Kamu nyuruh saya?"
Sera mengambil Kalina dari tempat tidurnya. "Bapak merasa disuruh? Itu kan tugas bapak, saya hanya membantu."
Arkan menghela napas, jawaban itu adalah jawaban yang pertama kali di dengar sepanjang dirinya memiliki karyawan. Namun sayangnya ia tidak bisa menyela, karena ucapan Sera benar.
Selesai mengurus Kalina yang harus ganti popok, ia pun kembali menyiapkan keperluan si kembar. Sementara kini terlihat Arkan yang sibuk sendiri di hadapan cermin.
"Kalau susah tak perlu memakai itu, Pak! Biasanya juga tidak," seloroh Sera.
"Hari ini ada pertemuan penting, aku harus tampil rapi."
Semenjak istrinya pergi ia memang tidak lagi memakai dasi, ia yang seorang pengusaha ternyata sulit ketika harus mengenakan benda satu itu.
"Bisa bantu saya?"
Sera terdiam sejenak, kemudian mendekat pada Arkan dan dengan ragu membantu memakaikan dasi itu. Seketika perasaan canggung menyergap pada keduanya.
Sampai beberapa saat kemudian seseorang mendorongnya Sera sampai ia tersungkur.
"Jangan dekati ayahku! Satu-satunya orang yang boleh memakaikan dasi adalah bunda!" Kezia berteriak sambil menangis tersedu-sedu, air matanya runtuh tak tertahan. Rindu semakin menggebu tak tertahan, setiap waktu ia menahan sakit karena harus kehilangan orang yang begitu ia sayangi. Dan ketika hal yang biasa dilakukan oleh ibunya digantikan orang lain, ia merasa seribu kali lebih sakit.
Sera beranjak, terlihat Arkan hendak memarahi Kezia, wajahnya sudah merah padam, tapi Sera menahannya dan menggelengkan wajah memberi isyarat.
Sementara Kezia masih menangis tersedu, disusul dengan tangisan Kalina. Kenzo mendekat dan memukul-mukul sang Ayah. Ia sering merasa bila kehilangan ibunya adalah karena sang ayah.
Bantu sub gaes, 150 sub aku pengen bagi-bagi koin.
Jangan lupa di komen ya.