Hari ini tepat dua hari kepergian Daniel. Ayana menyesap cangkir merah tertulis i need some coffe. Ayana meletakkan cangkir itu di meja. Melirik kamar Daniel tertutup rapat. Ayana menatap langit-langit plafon, di tatapnya lampu gantung berbentuk bulat bersinar menerangi ruangan.
Ayana menegakkan tubuh menuju kamar. Tapi langkahnya terhenti, diliriknya pintu tertutup rapat. Ayana mengurungkan niatnya untuk masuk kekamarnya, ia malah melangkah masuk ke pintu sebelah. Ayana membuka knop pintu. Pintu itu tidak terkunci lalu dibukanya. Ayana tertegun menatap ruangan kamar Daniel terlihat sangat rapi. Hanya terdapat tempat tidur dan sofa menghadap jendela. Ruangan yang sama, di d******i warna abu-abu gelap. Tidak ada yang spesial dikamar laki-laki itu. Belum saja ia memulai misi mendapatkan Daniel, laki-laki itu malah meninggalkannya. Ayana menutup pintu itu kembali.
Suara dentingan bel pintu terdengar. Ayana mengerutkan dahi, siapa bertamu siang-siang begini?. Ayana lalu melangkah mendekati pintu utama. Ayana membuka knop pintu, Ayana terdiam menatap wanita separuh baya, memegang tas jinjing berwarna merah menyala. Wanita itu tersenyum ramah.
"Ini betul apartemen Daniel?" Tanyanya.
Ayana mengangguk, "iya betul", Ayana membuka lebar-lebar pintu itu.
"Tante siapa?".
"Kamu tidak kenal saya? Saya ibunya Daniel".
Ayana menghela nafas hanya terdiam. Diliriknya wanita separuh baya itu masuk ke dalam. Ayana menutup pintu kembali. Ayana menahan gugup, situasi saat ini, ia seperti tertangkap basah. Tuhan bagaimana ia harus menyikapi wanita separuh baya yang terlihat tidak suka kepadanya.
"Kamu pacar Daniel?" Tanyanya.
"Bukan".
"Terus kenapa kamu ada di apartemen anak saya?".
Ayana melihat kobaran api di mata wanita separuh baya itu.
"Saya temannya, Daniel berbaik hati memberikan tumpangan kepada saya, sementara menunggu apartemen saya selesai di renovasi" ide cemerlang itu terlintas diotaknya begitu saja.
Ratna duduk di sofa satu-satunya, ia menatap Ayana. "Kamu tahu Daniel dimana?".
Ayana mengangguk, ia seperti diintrogasi oleh badan itelegen negara.
"Melbourne".
Ratna menaruh tas itu di atas meja "Melbourne? Anak itu keterlaluan".
"Kenapa tante?" Ayana mulai penasaran.
"Kamu tidak tahu, kenapa dia pulang lagi ke Melbourne?".
Ayana menggelengkan kepalanya, ia malah menyesap cangkir coklat berisi teh yang sisa setengah itu.
"Dia kabur lagi".
"Hah!!! Kabur tante?" Semprutan teh hampir keluar dari mulutnya.
Ratna menatap Ayana, wanita muda itu terlihat polos, penampilannya sederhana, hanya kaos putih bertulisan brooklyn dan celana pendek. Wanita muda itu, tidak terlihat seperti pacarnya Daniel. Terlalu sederhana menjadi kekasih Daniel.
"Dia kabur lagi dari papanya, bisakah kamu membujuknya untuk pulang ke sini? Kamu temannya, setidaknya dia bisa lebih mendengarkanmu dari pada saya".
"Saya tante?" Ayana menunjuk dadanya sendiri tidak percaya.
"Iya kamu, ayolah bujuk dia pulang, saya yakin dia tidak akan pulang lagi seperti tahun-tahun sebelumnya. Saya tidak tahu lagi harus seperti apa menghadapi anak pembangkang itu".
Ayana hanya terdiam, mendengar ucapan Ratna. Ayana menyandarkan tubuhnya disofa, diliriknya lagi wanita separuh baya itu gusar.
"Nama kamu siapa?".
"Saya Ayana tante, panggil saja Aya".
Ratna terdiam lalu bersuara "kamu bisakan bantu saya".
Ratna menggenggam tangan Ayana penuh harap. "Tolong saya bujuk dia pulang, Daniel anak laki-laki saya satu-satunya, saya yakin jika kamu membujuknya, dia akan pulang".
"Saya tidak yakin tante".
"Ayolah Aya, hanya kamu harapan saya. Daniel mempercayakan kamu untuk tinggal di apartemennya, Daniel pasti mau mendengarkanmu Aya".
Ayana menghela nafas, dan ia mengangguk, menatap wajah Ratna memelas. Terlihat wajah Ratna berbinar menatap Ayana.
"Terima kasih".
****
Ayana kini sudah mendarat di bandara international Melbourne. Ia melangkah menuju area bandara, ia tahu apa yang akan ia tuju. Ayana menatap secarik kertas, berisi alamat Daniel tinggal. Ayana menatap alamat itu lekat-lekat, sepertinya tidak sulit menemukan alamat itu. Ini bukan pertama kalinya Ayana keluar negri, ia bahkan sudah terlalu sering keluar negri seorang diri. Tapi perjalanan ke luar negri untuk menjemput seseorang, ini pengalaman pertamanya.
Ayana mengeratkan jaket hitam, tangan kanan masuk kesalah satu saku jaket, sementara tangan kirinya menarik koper. Ayana berjalan bersama para pengunjung. Ayana menghentikan taxi, masuk dan menyebutkan alamat tempat tinggak Daniel.
Ayana menatap kaca jendela, ia menatap gedung-gedung pencakar langit. Suasana begitu berbeda ketika ia mendarat di Jakarta, ya siapa yang tidak kenal Melbourne, salah satu kota yang mendapat predikat kota yang layak untuk ditinggali. Suasana begitu kental Melbourne tidak semacet Jakarta. Disini sangat teratur, dan terlihat rapi. Taxi berhenti di depan gedung menjulang tinggi. Ayana tersenyum, ia memberi uang sesuai argo. Ayana berjalan sambil menyeret koper miliknya, Ayana melangkahkan kakinya menuju lift, menuju lantai 15. Suasana gedung apartemen sama seperti apartemen lainnya, terlihat sepi. Ayana lalu menatap nomor di setiap pintu yang dilewatinya. Hingga akhirnya ia menatap angka yang ia cari. Ayana memencet bel, Ia memencet bel itu berkali-kali. Ayana masih menunggu dengan sabar hingga sang apartemen membuka pintu itu.
Hingga akhirnya pintu itu terbuka, Ayana tersenyum menemukan laki-laki yang ia cari tepat dihadapannya. Laki-laki terlihat kusut, ia yakini laki-laki itu baru saja bangun dari tidurnya.
"Ayana" Daniel masih terlihat bingung antara percaya dan tidak percaya apa yang dilihatnya.
"Hey, boleh saya masuk?" Tanya Ayana, lalu masuk tanpa perlu jawaban dari sang pemilik apartemen.
Ayana mengedarkan pandangannya, ruangan terlihat luas, tanpa sekat. Lihat saja, tempat tidur berdiri angkuh. Ruangan apartemen yang menarik dan modern. Ayana memutar tubuhnya menatap Daniel. Daniel hanya diam dan menutup pintu itu kembali. Daniel tidak bertanya apa-apa, melewati Ayana begitu saja.
"Hey, kamu tidak bertanya kenapa saya bisa sampai disini?" Tanya Ayana.
Daniel melewatinya, menuju satu-satunya tempat tidur. "Saya baru saja tidur satu jam yang lalu, kedatangan kamu kesini, mengganggu tidur saya, pliss jangan berisik saya ingin tidur" Daniel kembali telentang di atas tempat tidur.
*****