BAB 6

869 Kata
Daniel merenggangkan ototnya yang kaku. Daniel menegakkan tubuh ke kiri dan kekanan. Ia teringat, Ayana ada disini bersamanya. Daniel melangkahkan kaki menuju ruang utama. Berjalan mendekati Ayana meringkuk seperti bayi. Ada beberapa soft drink dan pizza di atas meja, Daniel yakini Ayana baru saja menghabiskan makanan itu. Daniel duduk di samping Ayana. Ayana menggeliat mengerjapkan mata. Menatap daniel duduk tepat di sampingnya. Ayana menegakkan tubuh merapikan rambut dengan jari--jarinya. "sudah bangun?" Tanya Ayana. Daniel melipat tangannya di d**a menatap Ayana "apa maksud kamu mengejar saya sampai kesini?". Ayana menguap lalu di raihnya botol air mineral, diteguk hingga habis. "Menjemput kamu pulang" ucap Ayana, ia tidak ingin berbasa-basi2. "Siapa kamu, berani-beraninya menyuruh saya pulang?". "Bukan siapa-siapa". Ayana menggulung rambut hingga ke atas, suasana mendadak gerah. Di tatapnya laki-laki itu berdiri. Ayana mengikuti langkah Daniel. Hampir saja Ayana menubruk tubuh tegap Daniel, ketika langkah Daniel terhenti. Daniel memutar tubuh, menghadap Ayana. Tubuh mungil Ayana sangat dekat, hingga ia dapat mencium aroma parfum vanila dari tubuh Ayana. "Kamu masih punya tanggung jawab terhadap saya". "Tanggung jawab?" Daniel tertawa sumbang. "nama kamu tidak terdaftar di UI, kamu mencoba membohongi saya?". Ayana gelagapan, wajah itu memanas "itu karena saya sudah di DO, saya sudah menunggak uang semester terlalu lama" jelas Ayana. Daniel tertawa lagi, "bagus lah kalau begitu. Urusan kita selesai". "Apanya selesai, saya bisa menuntut kamu soal video itu" Ayana bertolak pinggang. Daniel merapikan anak rambut Ayana menjuntai menutupi sebagian mata. Di tatapnya wajah Ayana, bibir Daniel terangkat, "saya tahu kamu menjebak saya, saya tidak mungkin tidur dengan wanita seperti kamu. Melihat tubuh kamu saja, saya tidak bernafsu". Ayana tidak terima atas prilaku Daniel secara terang-terangan seperti itu. Bisa-bisanya Daniel mengatakan ia tidak bernafsu melihat tubuhnya. Betapa buruknyakah tubuhnya seperti ini. Ayana menatap penampilannya miris, ya memang dadanya tidak sebesar gigi Hadid, bokongnya tidak seseksi kyle Jenner, ya setidaknya ini asli tanpa operasi plastik. Kenapa semua pria seperti itu? Melihat wanita hanya dari segi fisiknya saja. **** Daniel meletakkan cangkir coffe kosong di wastafel. Dan membiarkannya begitu saja. Daniel melirik Ayana, ia sudah berpakaian rapi, celana super pendek, baju berleher sabrina, hingga memamerkan bahunya dan punggung belakangnya yang mulus. Jika tangan Ayana terangkat ia pastikan perut rata itu terlihat dengan jelas. "Kamu tidak mengajak saya keluar" Ucap Ayana. "Tidak, saya lagi malas keluar". "Tapi, Saya lapar" rengek Ayana. "Saya akan memasakkan untukmu" Daniel lalu membuka lemari es, mengeluarkan bahan-bahan yang bisa ia olah. Ayana hanya terdiam, aksi ingin keluarnya hilang begitu saja, karena sang pemilik apartemen lagi enggan keluar bersamanya Ayana duduk di pantri kitchen set, menatap Daniel, Ayana menggoyangkan kakinya. Mengeluarkan ponsel mengecek notifikasi masuk. "Kenapa kamu tidak mau pulang ke Jakarta?" Tanya Ayana, sambil menatap Daniel. "Saya ingin bebas". "Bebas? Bebas seperti apa?" Ayana, mengambil sendok di sampingnya, diusap dengan tangan. Sentuhan sendok stenlees terasa dingin di permukaan kulitnya. "Bebas melakukan apa saja, melakukan apa pun yang saya sukai, ini lah hidup saya". "kamu tidak perlu sebebas itu. nyatanya kamu masih punya keluarga, yang sangat membutuhkanmu, mengerti lah. Kamu tidak mungkin hidup seorang diri seperti ini". "Ya, saya tahu. Bebas saya, bukan berarti bebas melakukan apapun, karena ada beberapa hal yang tak mungkin bebas melakukannya. Dan saya bukan Erik yang selalu patuh dan terikat dengan keluarga. Saya tidak ingin seperti Erik, jalan pikiran saya dan Erik sangat jauh berbeda". Ayana mengangguk, dan ia paham apa yang Daniel katakan, "Ya, karena Erik sangat mencintai keluarga. Baginya kebersamaan dengan keluarga itu lebih berharga dibanding apapun". "Jadi kamu menganggap saya, tidak mencintai keluarga saya?". "Ya, sepertinya begitu". "Saya mencintai keluarga saya, saya selalu memberikan yang terbaik, prestasi, dan kesuksesan. Saya tidak pernah merepotkan orang tua saya, saya tidak merengek-rengek minta uang dan jabatan, saya bisa berdiri sendiri seperti ini, tanpa orang tua saya". Ayana menghela nafas, ia melompat dari pantri, mendekati Daniel yang sedang memotong bawang bombai, tanpa memperdulikan keberadaannya. "Sukses itu tak selamanya berkenaan dengan materi, namun yang terpenting adalah bermanfaat bagi orang lain, terutama keluarga". Daniel menggeram, irisan pisau terhenti, bisa-bisanya Ayana menasehatinya seperti itu. Daniel menatap Ayana. Ayana memegang brokoli, dan di letakannya kembali. "Sesibuk apapun, sejauh apapun pergi, keluarga merupakan tempat pulang. Uang dan popularitas tak mampu membayar kebersamaan dengan keluarga". Ayana terdiam dentingan pisau tidak terdengar, ia kembali menatap Daniel. Ayana bergidik ngeri menatap wajah Daniel. Wajah itu mengeras, Daniel sungguh mengerikan. Ayana dengan cepat mengambil sodet di atas pantri sebagai alat peratahanan dirinya. Daniel dengan cepat menarik tangan Ayana sedang pisau erat digenggaman tangan kirinya, hingga mendarat tepat di depan iris mata. "Apa yang kamu lakukan" ucap Ayana terbata-bata. Posisi pisau itu seakan ingin menancap wajahnya. Ayana baru tahu Daniel sangat mengerikan. Jantung Ayana berdegup kencang, ini merupakan hal yang sangat mengerikan yang pernah ia alami. Daniel benar-benar berubah menjadi monster. "Kamu siapa, berani menasehati saya" ucapnya gemelutukan gigi terdengar jelas, Daniel menahan amarah. "Singkirkan, pisau kamu dari hadapan saya, itu bisa melukai saya" Ayana menahan debaran jantungnya. Kilatan mata Daniel berbeda, ya sangat berbeda. Cepat sekali perubahan emosi Daniel. Ayana menyadari bahwa emosi Daniel tidak pernah terkontrol, itu bisa mengancam keselamatan nyawanya. Daniel menatap Ayana, wanita dihadapannya jelas ketakutan, Daniel menjauhkan posisi pisau itu. "Pergi dari hadapan saya". Setelah posisi pisau itu menjauh, Ayana dengan cepat menjauh. Ia tidak ingin terlibat dengan laki-laki yang akan membunuhnya. ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN