Part. 8
"Beneran aku gak hamil? Coba periksa sekali lagi, aku udah telat seminggu lho! Dokter Mario!" Thea tak percaya dengan perkataan dokter Mario dia menekankan nada suaranya pada nama Mario.
"Aku udah berkali-kali bilang kan panggil aku Rio, aku gak mau disamain sama mertua kamu yang udah tua Bangka itu!" dokter Mario bersungut kesal, dia memang lebih nyaman dipanggil Rio. Mereka berdua memang sudah cukup dekat, meskipun Thea hanya menganggap hubungan mereka sebagai pertemanan saja.
Dan fakta yang mengejutkan adalah Rio ternyata sejak kecil sudah mengenal Shane, tidak bisa dibilang sahabat, mereka bahkan seperti kucing dan anjing jika bertemu. Selalu saja ada tatapan permusuhan yang dilemparkan keduanya.
Bahkan saat Thea periksa hamil bersama Linda pun Rio terkesan nyinyir dengan Shane. Linda yang menganjurkan mereka periksa di rumah sakit ini karena dia tahu dokter kandungannya adalah teman Shane. dan Shane mengiyakan bahwa mereka kenal sejak kecil.
"Oke, aku panggil kamu Rio, tapi kamu harus panggil aku kakak, usia kita beda dua tahun ingat?" Thea terkekeh, Rio paling tidak suka diingatkan akan usianya yang baru 25, tahun ini.
"Ah terserahlah, yang pasti kamu gak hamil! Masalah kamu telat datang bulan itu karena hormon kamu belum stabil pasca keguguran kemarin. Sekarang kamu turun, ini udah overtime aku mau pergi ke suatu tempat, mau ikut?"
Thea melihat jam dinding, sudah menunjukkan pukul Sembilan malam, jadwal praktek Rio sudah lewat setengah jam dari seharusnya. Tadi dia yang minta Rio tak pulang dahulu karena tiba-tiba teringat dengan jadwal mensnya.
Lorong rumah sakit sudah mulai sepi, langit pun sudah gelap. Thea sebenarnya enggan pulang kerumah karena Shane bilang dia mau meeting di luar kota. Mereka berada dalam lift menuju basement dalam diam, dan ternyata mobil mereka berdampingan. Rio melihat gaun tergantung di dekat jendela mobil Thea.
"Kamu mau ke pesta?" Thea tersenyum miris, dia habis mengambil gaun itu dari laundry , gaun yang seharusnya dikenakan dia.
Gaun berwarna hitam dengan motif bolong-bolong dan puring berwarna kecoklatan senada dengan warna kulitnya yang sawo matang, gaun tersebut terlihat sangat sederhana namun menarik, menutupi bagian lehernya sementara lengannya terbuka.
"Tadinya, tapi gak jadi... Shane sedang meeting keluar kota." Thea menutup kembali pintu mobilnya dan menyandarkan tubuhnya. Entah kenapa tiba-tiba dia ingin sekali ke pesta itu. Dia ingin tahu seperti apa pesta yang dilakukan kaum konglomerat.
"Kamu mau kesana?" Tanya Rio, Thea menggeleng dia menunduk memainkan kakinya. Rio tersenyum,
"Pergi sama aku aja, kita lihat dari kejauhan, kalau dirasa tidak nyaman. Kebetulan aku juga di undang, pesta yang kamu ingin datangi tadi pasti sama dengan pesta yang akan aku datangi."
"Serius?" mata Thea berbinar, seperti anak kecil yang diperbolehkan memakan permen kesukaannya. Rio menyalakan alarm mobilnya kembali dan masuk ke mobil Thea, memegang kemudi mobil tersebut. Mereka menuju pesta, tapi sebelum itu mereka mampir ke sebuah salon dulu untuk merias Thea dan berganti pakaian.
Toh acaranya masih dimulai pukul sepuluh malam nanti. Thea mengenakan riasan natural namun terlihat cantik sekali, rambut sepunggungnya di keriting gantung pada bagian bawahnya.
Mobil sudah diparkir oleh petugas Valet, Rio mencari namanya di meja penerima tamu hotel tersebut, dan menandatangani Penerima tamu itu mengantarkan mereka ke sebuah meja. Thea berdecak kagum, pesta tersebut ramai sekali. Rio terlihat nyaman, dia hanya bertegur sapa ke beberapa kerabat. Setelah pembawa acara mengumumkan acara dansa, tiba-tiba lampu dimatikan dan berganti dengan lampu yang lebih lembut, beberapa pasangan sudah turun ke lantai dansa.
Thea menganga tak percaya, sebelumnya dia hanya melihat orang berdansa dari tv saja, namun kini di hadapannya sudah banyak yang melenggokan tubuh mengikuti irama music yang mengalun dengan syahdu.
Rio berdiri dan mengajak Thea untuk berdiri juga, wanita itu menggeleng dia tak bisa berdansa sama sekali.
"Aku gak ngajak kamu dansa, aku tahu kamu gak bisa dansa, aku mau ngajak kamu lihat sesuatu yang menarik," mata Thea membulat, dia pun penasaran dan berjalan mengikuti Rio, sesekali Rio menoleh memastikan Thea tak ketinggalan jauh.
Rio berjalan ke tempat yang agak tinggi, ada undakan tangga di ballroom tersebut. Setelah posisinya pas, dia menarik tangan Thea untuk berdiri di sampingnya, Thea masih bingung apa yang ingin di tunjukkan oleh Rio?
Matanya menyapu lantai dansa, dari posisinya terlihat wajah-wajah pasangan dansa itu, Thea cukup menikmati musik, dan melihat adegan dimana pasangan dansa mulai memeluk satu sama lain.
"Disana," Rio mengedikkan bahunya ke satu titik, Thea melihat seorang wanita yang cantik dengan rambut kecoklatan mengenakan gaun berwarna Silver. Rambutnya di sanggul tinggi, hidungnya mancung dan kulitnya putih. Wanita itu berbisik mesra di telinga pasangannya dan tertawa setelah itu. Sementara pria yang di peluknya masih memunggungi Thea. "Dia siapa?"
"Sabrina," jawan Rio cepat. Thea membelalakkan matanya, mungkin kah itu Sabrina yang dijodohkan dengan Shane? hanya satu cara memastikannya, hati Thea menjerit dia tak ingin lelaki itu menghadapnya dia tahu hatinya akan sakit jika ternyata tebakannya benar, bahwa lelaki itu adalah suaminya.
Sabrina mengerutkan keningnya dan mata dia bertemu pandang dengan Thea, tidak! Sabrina tidak melihat ke Thea tapi dia menatap Rio lalu membisikkan sesuatu lagi yang membuat pasangan dansanya menoleh.
"Tegggg!!" sebuah pisau seolah menghujam jantung Thea. Lelaki itu memang benar Shane, seperti dugaannya!
Kaki Thea membeku, dia memegangi dadanya yang sakit sekali. Pantas saja Shane tidak membalas pesan singkatnya, rupanya dia sedang bersenang-senang dengan orang yang akan dijodohkannya! dengan tunangannya!
Sementara dia dengan bodohnya menanti dirumah seperti patung. Shane memang tidak mencintainya, dia tak pernah punya perasaan apapun padanya. Dia hanya menjadikan Thea b***k nafsunya. Dia hanya menganggap Thea wanita jalang.
Shane berlari menghampiri Thea, tapi dia tak mampu menjangkaunya, Thea berlari dengan cepat meskipun dia mengenakan heels. Shane terlihat kacau, dia pergi ke halaman parkir, dilihatnya mobil Thea masih ada disitu. Berarti dia belum meninggalkan hotel. Shane kembali ke dalam pesta dia mencari Rio, mungkin dokter gadungan itu tahu dimana Thea sekarang. Sementara tangan Shane sibuk menekan nomor Thea. panggilannya tidak dijawab oleh Thea.
Rio sedang duduk di samping Sabrina, dia tersenyum, sementara Sabrina mensedekapkan tangannya kesal. Shane menarik keras Rio dan memaksanya berdiri, beberapa tamu undangan mulai mengalihkan pandangan menatap mereka.
"Dimana Thea sekang!! b******n!" namun Rio hanya tersenyum miring bukannya menjawab pertanyaan Shane seolah mengejek Shane.
"Siapa yang nyuruh bohong sama dia?" Rio bersikap tenang. Sementara Sabrina ikut berdiri dan melepaskan tangan Shane dari kerah baju Rio.
"Hentikan aksi kekanak-kanakan kalian! Semua orang menatap kita!!" Sabrina menggeram kesal, tambahnya "Kita cari wanita itu sama-sama," lalu Shane menghempaskan Rio dengan kasar, dia keluar diiringi Sabrina dan Rio yang mengekornya.
Mereka berpencar ke seluruh hotel namun nihil! Sudah setengah jam memutari hotel. Shane menanyakan Rio apakah Thea memegang kunci mobilnya tadi? Dan Rio mengiyakan karena Thea memang langsung menaruh kuncinya ke dompet setelah petugas valet memarkirkan kendaraannya.
Dan merekapun menuju loby hotel untuk menanyakan ke petugas valet. Petugas itu bilang, wanita yang bersama Rio tadi justru menitipkan konci mobilnya dan berpesan bahwa nanti mobilnya akan diambil oleh seorang bernama Shane.
Lutut Shane lemas, Thea pasti sudah pergi jauh. Dia menelepon Edward untuk mencarikan Thea. Memeriksa apakah istrinya itu sudah sampai dirumah? Atau pergi ke suatu tempat.
Setelah menekan tombol akhiri panggilan, Shane baru tersadar ada pesan yang dikirim oleh Thea untuknya. Pesan itu masuk sebelum insiden tadi terjadi.
"Shane, kamu tahu gak? Aku ada di pesta. Aku baru pertama kali ke acara seperti ini, nampaknya menyenangkan, suatu saat nanti ajak aku ke acara seperti ini yaa." Shane memandang sedih ke handphonenya. Thea begitu polos. Dan dia sudah membohongi wanita yang telah sangat tulus kepadanya itu.
***
Sudah dua hari Shane tak tidur, dia mencari Thea ke semua tempat termasuk ke rumah orangtuanya. Namun mereka malah menatap Shane dengan tatapan benci karena Shane tak mampu menjaga putrinya. Dia juga menghubungi seluruh kenalan Thea namun tak ditemukan Thea dimanapun.
Wanita itu seolah ditelan bumi. Kontak Thea sudah tak bisa dihubungi lagi saat ini. Shane terlihat frustasi. Rambutnya acak-acakan sekitar matanya terlihat menghitam. Dia tak melepaskan handphone sekalipun, berharap Thea memberikan kabarnya.
Hati Shane terasa kosong sekali. Ditatapnya rumah yang terasa sangat besar karena tak ada lagi pendamping yang mengisi hari-harinya.
Shane seolah melihat Thea sedang berenang dan melambai padanya, seperti biasanya. Thea tersenyum padanya dengan pandangan menggoda lalu mereka akan melanjutkan permainan di dalam air tak perduli Shane secapek apapun.
Shane mengambil air mineral dan meminumnya langsung, dia teringat kembali biasanya Thea yang melakukan itu dan bersandar di pintu kulkas sambil meminum air mineral dingin. Dia akan meminum satu botol penuh lalu membuangnya ke tempat sampah dan berjalan riang ke arah TV untuk memutar channel favoritnya.
Namun kini wanita itu tidak nampak batang hidungnya sama sekali. Dan Shane membenci itu, membenci kehilangan separuh jiwanya. Dia tak menyadari bahwa Thea sudah melesat masuk ke dalam relung hati yang terdalam, dan mengisi seluruh hatinya dengan dirinya, dengan bayangan dan kenangan akan kehadirannya. Thea... aku merindukanmu. Rintih Shane. dia tertidur memeluk lututnya di karpet rumahnya. Sendirian, kesepian dan kedinginan.