Part - 3

1282 Kata
Jam istirahat sudah berbunyi lima menit yang lalu, Alena sudah berada di perpus untuk melanjutkan tugas merangkum buku paket biologi. Dia sengaja tidak mengerjakan di kelas karena kondisi kelas yang kelewat berisik. Semua murid di kelasnya selalu membicarakan kutu busuk itu, Alena begitu bosan dan gerem jika mendegar nama cowok terkutuk yang duduk di sebelahnya. Semua murid di sekolah ini seolah telah tersihir oleh cowok bernama Revan tersebut. Pendengaran Alena kembali tercemar saat beberapa siswi membicarakan Revan tapat di meja belakangnya. "lo denger nggak sih, kabarnya Revan pacaran sama Via anak kelas 10," bisik salah seorang gadis . "Loh, bukannya sama si Anna anak kelas 11 ya?" "Lo gimana sih, gue malah denger Revan keciduk jalan sama Tania anak kelas sebelah yang super cantik itu," Alena hanya memutar bola matanya malas, ingin rasanya tidak mendengarkan pembicaraan tidak bermutu itu, tapi mau gimana lagi toh kedengaran juga. Apa bagusnya seorang Revan dengan akhlak minus seperti itu. Tapi gadis-gadis itupun juga sama saja, sudah tau kalau Revan playboy masih aja pada mau, harga dirinya pada kemana coba. "Kemarin malah si Revan berantem sama si Dafa gara-gara Sarah pacarnya ketauan suka Revan," "Seriusan lo?" Tiba-tiba datanglah seorang gadis dengan di iringi suara gaduh yang membuat penjaga perpustakaan menegur ke empat gadis itu. "Guys, ada hot news sekarang," suara gadis yang baru saja datang itu begitu pelan karena takut di marahi lagi oleh penjaga perpustakaan. "Sandra anak kelas 12.2 lagi di tembak sama Revan di kantin," lapornya tegas dengan suara lirih. "Dih, bego banget kalau sampai cewek itu nrima kutu busuk itu," gumam Alena lirih sambil menulis. Suasana begitu sepi sepersekian detik, tiba-tiba Alena melotot, "Sandra??!! Sandra temen gue? Ya ampun," terikanya yang membuat seisi perpustakaan bahkan sang penjaga terlonjak kaget. Alena segera berlari menuju ke kantin, dimana tkp berasal. Dia berhasil menemukan Sandra yang tengah duduk di hadapan Revan. Banyak sekali murid yang tengah melihat kejadian itu. Revan juga melirik sinis dengan senyum mengejeknya ke arah datangnya Alena. 'nggak, enggak akan gue biarkan lo ngerebut sahabat gue' ucap Alena sambil menerebos kumpulan murid yang menghadangnya. "San, gue mau ngomong penting sama lo," ucapnya sambil menarik pergelangan tangan Sandra. Namun, Sandra yang tengah tergila-gila oleh Revan seolah tidak memperdulikan kehadirannya. "San," "Mau ngomong penting apa sih, Al. Sekarang itu lebih penting dari segalanya," ucap Sandra dengan mata masih menatap Revan. "San dia itu playboy, suka tebar pesona kesana kemari. Lo bakalan nyesel kalau pacaran sama cowok kayak dia," ucap Alena terang-terangan. "Yang bakal buat gue nyesel adalah kalau gue nggak pernah pacaran sama Revan." Sandra meninggi. Di depannya Revan tengah melihat keributan antara kedua sahabat itu dengan senyum penuh kemenangannya. "Tapi dia suka ngelaba sana sini, San. Ayolah berpikir waras." "Tau apa sih lo, Al. Udahlah capek gue lama-lama sama lo. Elo tuh gak berhak nentuin apa aja yang ada dalam hidup gue!" setelah mengucapkan kata terakhirnya, Sandra pergi dari sana meninggalkan Alena yang mematung akibat syok di teriaki Sandra seperti itu. *** Alena memandang jam di pergelangan tangan kirinya. Jam menunjukan pukul 10,sudah setengah jam Alena berada di kamar mandi. Setelah kejadian di kantin Alena memutuskan untuk mengurung dirinya di kamar mandi dan menangis sampai beban di dadanya berkurang. Dia memutuskan untuk bolos pelajaran hari ini. Percuma saja dia masuk kelas jika kondisinya seperti ini. Alena mengirim pesan kepada pak Tisna untuk menjemputnya. Alena mengusap wajahnya dengan tisu sampai dirasa air matanya tidak lagi terlihat. Setelah mengamati jika keadaan di luar aman dia segera membuka pintu dan keluar dari sana. Tapi apa yang dia lihat pemandangan yang membuatnya malu sekaligus mual. Bagaimana tidak dia mempergoki Rina teman sekelasnya yang paling genit sedang berciuman dengan seorang cowok. 'oh s**t, itu Revan!' batin Alena dengan badan yang sudah panas dingin. Namun berbeda dengan Alena yang masih syok, Rina dan Revan malah nampak cuek saja di pergoki oleh Alena. 'menjijikan' gumam Alena dan segera berlalu meninggalkan area kamar mandi perempuan. *** Alena memandang keluar jendela kamarnya malam ini. Suasana begitu sunyi di luar sana hanya suara jangkrik dan hewan malam saja yang terdengar. Rutinitas Alena setiap malamnya sebelum tidur adalah memandang kosong keluar jendela. Ini semua dia lakukan sejak kepergian papa di hidupnya yang sangat tiba-tiba. Memang, umur seseorang tidak ada yang pernah bisa mengira. Namun, kepergian papa yang tanpa pamit membuat Alena pilu. Dunia Alena seolah runtuh di saat kabar kematian papa terdengar di telinganya. Hari itu adalah hari terberat dalam hidup Alena. Tepat saat ulang tahunnya, papa yang amat dia cintai pergi meninggalkannya sendiri. Membiarkan Alena menjalani kehidupannya yang semakin hampa dan tanpa tujuan. Sebulir air mata meluncur bebas ke pipi kanannya. Alena segera menghapusnya dengan cepat, berharap linangan air mata yang dia tahan tidak ikut turun dengan deras. "aku harus kuat, tidak boleh lemah seperti ini. Papa akan sedih jika melihat ku menangis," gumamnya pada diri sensiri. Alena tiba-tiba menoleh ke arah pintu saat mendengar langkah kaki yang mendekat. Tok tok tok Ketukan itu akhirnya terdengar. Alena segera berjalan mendekati pintu dan membukanya. Alena melihat siapa yang mengetuk pintunya malam-malam begini. Mukanya begitu datar saat melihat seorang wanita cantik memandangnya dengan senyum di wajahnya. "Kamu belum tidur?" tanyanya. "Ada perlu apa mama kemari?" Alena tidak menjawab pertanyaan mamanya. Dia malah bertanya dengan nada ketus. "Ada yang ingin mama kenalkan ke kamu," 'apa lagi yang akan di lakukan mama kali ini' batinnya dalam hati. Dia segera mengikuti mamanya yang sudah berjalan mendahuluinya. Alena menuruni anak tangga dengan diam. "Mama tau kamu benci sekali dengan mama sampai muka mu kamu tekuk seperti itu. Tapi hari ini bersikap sopanlah sedikit pada tamu kita,senyum yang lebar Alena," perintah mama. "Memangnya siapa yang bertamu semalan ini, tidak tau apa ini sudah jam tidur. Dan apa dia tidak tau peraturan bertamu ke rumah perempuan di atas jam 9 itu di larang disini!" cerocos Alena tepat di belakang mamanya. Mama menoleh horror kearah Alena. Mungkin mama tersinggung dengan omongan Alena barusan. Tapi memang benarkan, mama sendiri yang membuat peraturan itu saat Alena masuk SMA. Mata Alena melihat seorang laki-laki seumuran papa tengah duduk di ruang keluarga. Sebentar, Alena ingat sekarang laki-laki itu adalah laki-laki yang pernah Alena temui dua hari yang lalu. Dia yang mengantar mama pulang dengan mobil bmw seri terbarunya. Mereka berdua sampai di ruang keluarga. Laki-laki tadi tersenyum manis ke Alena. Pandangannya begitu penuh kasih sayang. Alena bisa merasakannyaa, karena cara laki-laki itu memandang Alena sama seperti papa dulu. "Hengki kenalkan dia Alena anak ku, Alena kenalkan dia om Hengki," ucap mama memperkenalkan. Mama masih terus tersenyum meski wajah Alena terlihat begitu judes. "Hallo Alena, kamu ternyata lebih cantik dari pada di foto," ucapnya memuji. "Terimakasih," jawab Alena cuek. Mama melotot seram karena Alena berperilaku tidak sopan di depan om Hengki. "Kelihatannya kamu sangat lelah. Istirahatlah besok kamu harus sekolah kan?" ucap Hengki perhatian. Namun jawaban Alena malah membuat tatapan mama yang tadinya horor malah semakin mencekam. "Kelihatannya juga ini sudah malam. Om sebaiknya pulang karena jam bertamu di rumah ini sudah habis," ucap Alena begitu tidak suka. "Alena!" sentak mama. Om Hengki hanya tersenyum, "Baiklah habis ini om akan pulang, sampai bertemu kembali," ucapnya dan berlalu dari ruang keluarga. Mama segera menyusul om Hengki. Sedangkan Alena dia kembali ke kamarnya dan merebahkan tubuhnya di kasur kesayangannya. Di luar rumah mama dan om Hengki tengah berbicara serius. "Aku rasa bakalan susah menghadapi sikap keras kepala Alena," ucap mama memelas. Om Hengki menggenggam erat tangan mama, "Kita belum mencobanya kenapa takut, lusa mari kita siapkan diri untuk mengatakan yang sejujurnya," "Tapi apakah berhasil?" "Laura, batu yang keras akan hancur jika terus menerus di cucuri air. Begitupun sifat manusia. Lusa kita siapkan acara ulang tahun Alena dan sekaligus pengumuman tentang rencana kita kedepannya," jelas om Hengki dengan lembut supaya mama mengerti. Mama mengangguk paham, lalu membiarkan om Hengki pergi dengan mobilnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN