Part - 2

1102 Kata
Alena berjalan di koridor saat jam istirahat sudah terdengar. dia bergegas menuju ke kantor guru dimana pak Azam berada. dia ingin menyelesaikan masalah ketidak cocokannya dengan Revan. "Selamat siang, pak." Sapa Alena ramah. pak Azam tengah duduk di kursinya. "Siang Alena, ada perlu apa menemui bapak?" "Begini pak, saya mau pindah tempat duduk. saya merasa tidak cocok sebangku dengan murid pindahan itu," jelas Alena penuh dengan nada memohon. Pak Azam memandang wajah sendu siswinya, "Maaf Alena, tapi bapak tidak bisa mengubah tempat dudukmu, bapak tidak bisa menyandingkan kamu dengan sembarang murid. Nilai rapor Revan cukup bagus, bapak rasa kalian bisa berkerja sama dengan baik," "Tapi pak..." "Cobalah untuk bertahan, lagian ini masih berjalan satu hari. Bapak rasa Revan butuh untuk menyesuikan diri di sekolah ini," jelas pak Azam yang menambah kekecewaan Alena. Alena akhirnya meninggalkan ruang guru dengan wajah masamnya. memang ada benarnya apa yang di katakan pak Azam. ini masih hari pertama, mungkin cowok itu butuh waktu untuk menyesuaikan diri. Tapi pandangan Revan terhadap Alena seperti menyudutkan, dan perasaan Alena begitu buruk jika melihat wajah cowok itu. apakah Revan berniat buruk terhadapnya? "Al," Alena menoleh saat mengenal suara yang baru saja memanggilnya. "Gue cari'in lo dari tadi juga, ayo ke kantin gue laper," tanpa menunggu jawaban dari Alena. Sandra langsung saja mengandeng tangan Alena untuk menuju ke kantin. Alena dan Sandra sudah sampai di kantin, namun suasana berbeda terlihat disana. kantin tiba-tiba menjadi ramai dengan para siswi. mulai dari kelas 10 sampai kelas 12. "Ada apa sih kok rame banget?" tanya Sandra pada salah satu siswi. "Itu loh ada anak pindahan baru di kelas 12. anak-anak pada kepo soal dia," "Revan," ucap Alena dan Sandra bersamaan. tiba-tiba tangan Alena di seret secara paksa oleh Sandra untuk mendekati kerumunan itu. "Eh, san. mau kemana?" Alena semakin kaget setelah melihat tampang tanpa dosa dan belagu Revan yang tengah di kerumuni lautan kaum hawa. Alena semakin malu saat para siswi itu meminta nomor telvon Revan,ada juga yang mengajaknya ngedate, sampai ada yang terang-terangan menembaknya di depan para siswi yang lain. Alena melapas cekalan Sandra dan segera pergi dari kantin. Jelas Sandra tidak memperdulikan Alena karena dirinya sudah tersihir oleh ketampanan seorang Revan. Alena akhirnya berlari di koridor yang mengarah ke kelasnya. "Hey, kenapa lari-larian?" sapa seorang cowok yang tengah berdiri di ambang pintu kelasnya. "Ehh Deren, hay." "Lo kenapa?" tanyanya khawatir saat melihat Alena yang ngos-ngosan. "tadi habis dari kantin. trus ada hal yang buat selera makan gue pudar di ganti sama rasa mual," ucapnya sambil menegakkan badanya. "Oh, anak baru itu?" tanya Deren sambil memandang lekat wajah Alena. Seketika rasa haus dan mual berubah menjadi sejuk. seperti tanah tandus yang telah lama kekeringan dan tiba-tiba turun hujan deras yang membuat segar, begitulah kira-kira perasaan Alena sekarang. Alena lalu mengangguk, "resek banget tau nggak. lagian cewek-cewek itu pada kemana sih rasa malunya, bisa-bisanya mereka ngejatuhin harga diri mereka cuma buat cowok kayak kutu busuk itu," cerocos Alena dengan wajah kesalnya. Deren tertawa pelan, "Menurut gue mereka normal kok, wajar juga kan cewek-cewek itu suka dia kan emang dia ganteng," "Dih najis banget, mana ada gantengnya kalau kelakukannya aja bikin hati dongkol. akhlak minus gitu kok di sukain, bukan tipe gue banget," Deren menegakkan tubuhnya, dia memandang lekat wajah Alena, "Emang tipe lo kayak apa?" "Iya yang alim, nggak neko-neko, yang pasti punya sopan santun," jawab Alena jujur. "Gue banget itu," Jawaban Deren membuat mata Alena terbelalak kaget. sedangkan cowok itu hanya tersenyum lebar. Alena memukul lengan kokoh Deren keras. "lo mah, dah ah gue mau ke koperasi aja," ucapnya sambil berlalu pergi. "Gue temenin," Deren menyusul langkah kaki Alena yang berada di depannya. *** Sore ini Alena dan Sandra sudah berjanji untuk membahas tentang ekskul yang akan mereka ikuti. Sudah sejak lama Alena ingin menghidupkan kembali ekskul musik yang memang kembali mendapatkan peminat yang lumayan banyak. Tangan Alena terhenti menyisir rambut panjangnya saat keedua mata indahnya melihat kearah halaman depan. Dia mendapati seorang laki-laki keluar dari mobil sedan hitam keluaran terbaru sedang membukakan pintu penumpang. Mama Alena turun dari mobil itu dengan senyum di bibirnya. Mama, gumam hati Alena. Mama memasuki rumah meninggalkan laki-laki tadi. Namun tidak lama kemudian, mama kembali keluar dan pergi lagi dengan mobil sedan besama laki-laki itu. Hati Alena berkecambuk marah, namun dia masih ingin berfikir positif mungkin itu rekan bisnis mama. Dia tidak boleh curiga dulu. Alena turun dari kamarnya dan segera pergi ke sekolah dengan diantar pak Tisna sopirnya. *** Jam 03.30 Alena sudah sampai di sekolah. Dia segera menuju ke ruang musik dimana teman-teman ekskulnya berada. Sesampainya di ruang musik Alena tidak menemukan teman-temannya disana. Ruangan itu begitu sepi. Kemana mereka semua? "Al, akhirnya lo datang juga," ucap Sandra yang tengah berlari ke arah Alena. "Anak-anak yang lain mana?" tanya Alena pada Sandra yang baru saja datang. "Mereka semua ngebatalin gabung di ekskul ini, dan ekskul musik terancam di bubarin," jelasnya. "Kenapa? bukannya pemintanya banyak ya?" Alena sedikit tak percaya mengapa tiba-tiba ekskul musik terancam di bubarkan. "Revan gabung di ekskul basket, dan dia sedang cari anggota baru untuk ekskul itu," Jelas Sandra selanjutnya. Alena menghelai nafasnya panjang. Kenapa sih cowok bernama Revan itu begitu menyebalkan, dia memperdaya semua orang dengan kata-kata manisnya. dengan begitu orang-orang akan menyukainya. "Sejujurnya gue juga pengen gabung di ekskul Revan," ucap Sandra jujur yang membuat Alena melotot kaget. "Maafin gue ya, Al," ucapnya meminta maaf. Hati Alena begitu sakit mendengar ucapan dari sang sahabat, seolah tertusuk puluhan anak panah. Alena begitu kesal sekarang. "Denger ya, San. gue sebel sama lo gue marah dan gue nggak mau ngomong sama lo lagi!" setelah mencurahkan isi hatinya Alena pergi dari sana. Meninggalakan Sandra sendiri. *** Malam ini Alena menangis di kamarnya dia memeluk boneka tedybear pemberian papanya. Sejak Alena mengeluarkan unek-uneknya, Sandra belum juga menghubunginya. Bagimana jika Sandra marah padanya. Alena takut jika hal itu terjadi. Selama ini teman di sekolahnya hanya Sandra dan Enzi, sejak Enzi beda kelas dengannya dia sudah tidak pernah menghubunginya lagi. nampaknya Enzi sudah punya geng baru. Alena tipikal anak yang susah untuk bergaul pada siapa saja. Hanya dengan Sandra dan Enzi lah di berteman. sekarang hanya tinggal Sandra, tapi sekarang Sandra saja tidak mau menghubunginya. Alena kembali sendiri seperti sebelumnya. Papa aku kangen, gumam Alena sambil memeluk erat bonekanya. Kerinduan pada papanya kembali menyerang. Dulu dia selalu di temani sang papa saat merasa sedih dan kesepian namun sekarang, dia sendiri di rumah besar ini tidak ada yang perduli dengannya bahkan mama yang masih bersamanya saja tidak pernah memperdulikannya. Alena benar-benar kesepian. Pa, Alena kangen. Alena selalu sendiri disini? Mama sama sekali tidak pernah menemui Alena sejak papa meninggal. Alena takut pa... Gumam Alena lirih sebelum memejamkan matanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN