Part - 15

1220 Kata
Pagi ini Alena sudah siap akan berangkat sekolah. Saat dirinya membuka pintu kamarnya di dapatinya Revan yang tengah berdiri di depan pintu kamarnya sendiri. "Lo tau nggak hari ini ada yang berbeda," ucap Revan sambil menegakkan tubuhnya dan menghampiri Alena. "Apa?" tanya Alena cuek. "Dua orang tua kita udah lengkap di depan ruang keluarga. Lagaknya aja liatin tv. Padahal kedua matanya sedang berkeliaran liatin gerak-gerik kita." jelas Revan sambil mengulurkan tangannya ke hadapan Alena. Alena menatap tangan Revan di depannya dengan pandangan heran. "mau ngapain?" tanyanya bingung. Revan menghembuskan nafasnya panjang,"Emang musti pelan-pelan ya sama lo," ucap Revan yang semakin membuat Alena bingung. "Ayo kita mulai sandiwaranya. Kemarin kan lo udah pinter.kenapa sekarang jadi t***l begini sih," sentak Revan dengan suara pelan tapi tegas. "ya sorry kan gue nggak tau. Biasa aja kali nggak usah marah-marah kek gitu," Alena cemberut. Revan memutar bola matanga malas. Dia segera menggengam tangan kiri Alena. "Udah nanti aja kalau mau ngambek. Sekarang kita harus main peran kita masing-masing. Kalau sampai ini gagal kita juga yang susah," ucap Revan lembut sembari berjalan. Alena merasakan wajahnya yang memanas karna kontak fisiknya dengan Revan. Genggaman tangan besar Revan membuat degub jantung Alena berdetak tak beraturan. Otak Alena seketika blank. Saat tangan yang tadi menggenggamnya kita beralih melingkari pinggangnya. Sungguh, baru pertama kali dalam hidupnya seorang cowok yang bahkan belum dia ketahui asal-usulnya melakukan hal yang sanggup membuat badan Alena panas dingin. "Selamat pagi semua, wahh lagi asyik nonton tv ya?" suara Revan memecahkan keheningan. Mama dan si om menoleh. Memandang pada tangan Revan yang merangkul mesra Alena. "Sayang, kamu nggak pengen nyapa mama sama papa?" tanya Revan memandang Alena dengan penuh kasih sayang. "Selamat pagi," sapa Alena singkat dengan senyum yang di paksanya. "Sepertinya sudah mau siang. Aku dan Alena berangkat dulu ya. Kalian selamat menikmati cuti liburannya," ucap Revan lalu menarik Alena pergi dari ruang keluarga. Mama masih saja mnegawasi gerak-gerik mereka. Sesampainya di mobil,Revan memarahi Alena habis-habisan. Sampai pak Tisna kaget dengan suara super keras Revan. "Lo tuh ya. Bisa nggak sih nggak usah kaku. Ngomong apa kek biar mereka tuh punya kesan kalau kita emang pacaran." sentak Revan pada Alena yang tengah memasang seatbeltnya. "Gue harus ngomong apa? Ngomong sayang-sayangan ngomong cinta-cintaan gitu ke lo? Lagian lo ngapain sih pakek acara rangkul-rangkul segala. Bisa sial tujuh turunan gue nanti." cerocos Alena tak mau kalah. Revan berdecak, "Dasar cewek kaku. Lo nggak baca surat perjanjian itu gimana. Biar kita terlihat meyakinkan ya dengan cara mesra kek gitu lah. Lah lo malah menghancurkan segalanya, di pegang dikit aja udah salah tingkah," Alena melotot seram ke arah Revan. Dia menjambak rambut Revan dengan kencang sampai cowok itu kesakitan. "Lo kan udah tau kalau gue nggak pernah pacaran sebelumnya. Harusnya lo nggak perlu semarah itu. Gue juga butuh belajar, yang nggak kayak lo. Elo emang terlahir playboy." ucap Alena sambil terus menjambak Alena. "Lepas nggak!?sakit tau," sentak Revan. "Nggak, sebelum lo minta maaf ke gue." "Nggak akan gue minta maaf. Karena gue nggak ngerasa salah." eyel Revan. Pak tisna tidak berani melerai pertengkaran Revan dan Alena. Beliau hanya sanggup menatap khawatir di kaca spions. "Oke akan gue jambak lo sampai lo mau minta maaf," ikrar Alena semakin mengencangkan cengkeramannya. "Gue gigit tangan lo ya," Ancam Revan. *** Pertengkaran di antara Alena dan Revan kembali lagi. Kini giliran Alena yang memarahi Revan yang tengah senyum-senyum memandang kertas tesnya. "Kok lo bisa dapet nilai seratus sih? Selama ini kan lo tidur dan ngobrol terus selama pelajaran," protes Alena pada Revan karena dia merasa di rugikan karena telah mendapatkan nilai 40. "Lah, kok lo malah marah ke gue. Itu berarti tandanya otak lo emang bego. Dapat nilai 40, jangan salahin gue lah." ucap Revan keras membuat bu Ulya memandang Revan. "Revan, kamu apakan lagi si Alena?" tanya bu Ulya yang nampaknya sudah tau gosip tentang Revan dan Alena yang selalu bertengkar. "Nih bu, dia nggak terima dapat nilai 40 sedangkan saya 100." ucapan Revan membuat Alena semakin naik darah. Dia mencubit Revan dengan keras. "Sakit woy. Gue laporin ke pak Azam baru tau rasa lo!" ucap Revan sambil meringis kesakitan. "Bodo amat, rasain nih gara-gara lo reputasi gue anjlok." ucap Alena masih mencubit Revan dengan kencang sebelum dia melepaskannya. Revan meringis kesakitan sambil memandang Alena yang sepertinya benar-benar marah. Sepanjang pelajaran Alena benar-benar diam. Semua yang di lakukan Revan sama sekali tidak dia gubris. Revan kelimpungan di tempatnya, masalahnya dia agak kesepian semenjak memutuskan semua cewek yang dekat dengan nya akibat perjanjian ini. Sedangkan cewek yang saat ini dekat dengan atas perjanjian itu malah sedang marah padanya. Revan memutar otak, Dia harus mencari cara agar Alena mau berbicara dengannya lagi. "Lo masih ngambek?" tanya Revan berbisik. Alena hanya diam dia sibuk mencatat materi yang di terangkan bu ulya. "Iyaudah deh nilai lo yang 40 buat gue. Nilai 100 gue buat lo. Jangan ngambek lagi ya, waktu itu juga gue ngerjainnya sambil buru-buru," cerocos Revan. 'memangnya bisa nilai di tukar-tukar macam begitu?' batin Alena. Alena masih diam di tempatnya. Kali ini Revan menggeser duduknya yang membuat Alena bisa mencium parfum apa yang sedang di pakai kutu busuk ini. "Kita harus bisa menghancurkan pernikahan mereka. Kalau rencana ini gagal,selamanya kita akan terikat. Lo mau ketemu gue terus tiap hari?" ucap Revan masih berbisik. Sebal karena merasa di cuekin,Revan menyenggol lengan Alena sampai buku gadis itu tercoret. Alena menghembuskan nafasnya dalam, sedetik kemudian dia menoleh horor ke arah Revan. Wajah cowok itu menatapnya tenang. "Lo bisa diem nggak sih? Heran tuh mulut nggak capek apa nyerocos mulu dari tadi. Lo nggak liat semua anak di kelas ini kebisingan gara-gara denger suara lo yang cempreng itu," ucap Alena berang. Revan mengedarkan pandangan ke kelas. Benar kata Alena, hampir semua murid menatap ke meja Revan dan Alena. Terlebih para murid perempuan. Mereka menatap Revan dan Alena penuh curiga. "eh iya, mereka lagi pada ngelihatin apa sih, jangan-jangan ada jerawat ya di wajah gue. Coba deh lo lihat," Revan mendekatkan wajahnya pada Alena. Jarak antara mereka begitu dekat sampai bau parfum Revan mencemari indra penciuman Alena. "Ada tuh satu," ucap Alena cepat agar kutu busuk itu menjauh darinya. "Masa sih," ucap Revan panik. 'ih kayak cewek aja takut jerawat' batin Alena dia kembali melanjutkan mencatatnya. "heh, Za. Bener ya di muka gue ada jerawatnya?" tanya pada Reza di seberang. Reza menoleh malas."Nggak ada." jawab Reza malas. "Lo bohong ya mona!" hardik Revan yang membuat Alena kaget. "Mona mona, siapa mona?" "sebutan monster biar lucu jadi mona," ucap Revan asal. "Enak aja ngeganti nama orang. Nama lo gue ganti kubus mau?" "Apaan tuh kubus?" "Kutu busuk," setelah mengucapkan kalimat itu. Alena tertawa puas. "Alena,Revan udah selesai ngobrolnya?" tanya bu Ulya garang. Seluruh murid menatap dua remaja tersebut. "Ini loh bu saya gak kelihatan tulisan di papan tulis gara-gara ketutup kepala botaknya si yoga. Jadinya saya tanya Alena," ucap Revan nyeplos. Kelas kembali hening. Tapi lagi-lagi Revan menggeser duduknya hingga dekat dengan Alena. "Sana ah, sempit nih!" sentak Alena dengan suara pelan. Tapi Revan tidak mengindahkan perintah Alena. "Pulang sekolah nanti bareng ya. Gue mau ngajak lo jalan-jalan," ucap Revan. "Nggak ah males. Buat apa. Lagian kita pacarannya juga bohongan," tolak Alena mentah-mentah. "Lo harus mau. Biar nanti kita punya cerita berdua di hadapan orang tua kita," cerocos Revan lagi. "Nggak!" "Iya udah,gue sebarin nih ke anak-anak kalau lo pacar gue." Ancam Revan yang jelas membuat nyali Alena menciut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN