Part - 16

1315 Kata
Alena mendumel sedari tadi menunggu kedatangan Revan. Dia tengah berdiri di halte yang tak jauh dari sekolah. Karena ancaman kutu busuk itu Alena harus berdiri di tengah panas jam 1 siang ini. 'Kemana sih kutu busuk ini, jika sampai dia berbohong lihat saja nanti' batin Alena dalam hati karena Revan tak kunjung datang. Lima menit kemudian sebuah motor berhenti tepat di depan Alena. "ayo buruan naik," ucap Revan yang baru saja datang. "Lo seriusan ngajak gue naik motor? Emang lo udah punya sim?" tanya Alena berondongan. "Bawel ah, cepet naik. Keburu gosong tangan gue nanti," "Gimana mau naik. Tinggi banget." keluh Alena melihat jok motor yang tinggi sedangkan dia memakai rok span. Revan mengulurkan tangannya. Membantu Alena menaiki motor itu. Dengan gaya duduk menyamping Alena sudah berada di atas jok motor, mau bagaimana lagi dia masih memakai seragam sekolah dengan rok span pendek. "Pakek helm dulu," ucap Revan memberi Alena helm. Berselang beberapa detik Revan melajukan motor dengan kencang. Spontan Alena memeluk Revan erat sangking takutnya. Maklum baru pertama kalinya Alena di bonceng naik motor. "Lo tau nggak kenapa gue ngajak lo motoran?" tanya Revan sedikit berteriak. "Jelas tau, lo mau ngebunuh gue," ucap Alena. Semakin kencang gas yang di tancapkan Revan. Semakin kencang pula Alena memeluk cowok itu. "Gue kan suka di peluk kalau lagi kencan. Jadinya lo gue ajak jalan-jalan biar lo bisa peluk gue," ucap Revan. 'dasar cowok sebleng' Alena merasakan kebebasan yang luar biasa pada cowok dalam pelukannya. Revan mengendarai motor dengan sangat luwes. Sesekali dia menyalip truk-truk dan mobil-mobil dengan hati-hati. Alena bisa meresahkan otot perut cowok terkutuk itu yang padat. Tanda bahwa sering dipakai exercise oleh pemiliknya. Revan membawa Alena melewati kota-kota yang belum Alena kujungi sebelumnya. Dia meilhat pemandangan sawah nan hijau dan kebun kelapa muda sepanjang perjalanan. Jika ada kebun kelapa muda pertanda wilayah itu dekat dengan pesisir. Terpaan angin di wajah Alena membuat dia senang. Tak berapa Revan menghentikan laju motornya saat dia melihat penjual es kelapa muda di pinggir jalan. "Gue mau minum es kelapa muda," lapornya dan meninggalkan Alena. Alena mengikuti langkah Revan. Cowok itu duduk di kursi yang terbuat dari bambu. setelah berhasil mendapatkan dua buah es kelapa muda di tangannya. Dan memberikan pada Alena di sampingnya. "Gue lebih suka es kelapa muda tanpa tambahan apapun. Lebih natural," ucapnya. "Lo ngapain sih ngajak gue kesini. Tempat ini kan jauh. Sepi lagi," "Kenapa lo takut gue perkosa?" ujar Revan tanpa beban. Alena melotot dan bergumam dalam hati, 'Nih anak kalau ngomong to the point banget' "Tenang aja, gue masih punya sisi kemanusiaan. Gue nggak akan senekad itu." jelasnya sambil terus menikmati kelapa mudanya. Alena melihat kumpulan bangau yang tengah mencari keong kecil di tengah sawah. "Tuh lihat ada kuda," tunjuk Revan pada kuda yang tengah memakan rumput di tengah lapangan. "Itu ada sapi sama kerbau juga disana," lanjutnya lagi. Alena mengikuti pandangan Revan. "Disana ada bebek sama angsa." "Yang coklat itu bebek kalau angsa itu yang putih," protes Revan karena Alena salah tunjuk. 'kok jadi kayak anak kota yang nggak tau hewan domestik. Bebek sama angsa kan hampir sama cuma beda warna aja selip-selip dikit nggak masalah kan, batin Alena berkomentar. 'Ya ampun kenapa juga aku ada di sini cuma lihatin sapi sama kerbau makan dan bebek yang sedang berenang' Alena menoleh ke arah Revan. Cowok itu masih terfokus dengan kerbau yang sedang makan. "Lo kenapa sih pacaran dengan banyak cewek. Lo nggak kasian apa sama mereka yang punya harapan lebih ke lo. walau mereka juga tau kalau lo cuma mainin mereka." tanya Alena. "Mereka semua hanya sampah. Dandanan penuh tipuan. Pembohong!" ucap Revan penuh kebancian. Setelah mengucapkan itu Revan pergi dari sana meninggalkan Alena sendiri. Karena nggak mau tertinggal Alena segera beranjak dari duduknya. Untuk mencairkan suasana Alena berbicara. "Disini dekat pantai ya?" "kenapa, lo mau ke pantai?"tanya Revan setelah selesai membayar. "Jauh?" tanya Alena. Revan melihat jam di pergelangan tangan kirinya lalu menggeleng. "cuma 30 menit." jawabnya. "Mau kesana?" Sontak Alena mengangguk mantap. Dia ingin sekali ke pantai. Dulu saat mendiang papanya masih ada. Sang papa berjanji kepada Alena untuk berpiknik ke pantai. Namun rencana itu urung karena sang papa meninggal. Revan mulai melajukan motornya kembali membelah jalanan yang di tepinya banyak sekali pepohonan yang rindang. Benar kata Revan hanya 30 menit saja mereka sudah sampai di pantai. "Wah..." ucap Alena takjub melihat putihnya pasir pantai dan luasnya lautan di depannya. Revan memandang wajah Alena dari samping. Senyum tipis menghias wajahnya. Entah mengapa dia senang melihat senyum gadis cantik yang selalu terlihat murung di sebelahnya ini. "Lo baru pertama kalinya ya ke pantai?" tanya Revan sambil memasukan kedua tangannya ke saku celananya. Alena mengangguk,"Dulu waktu almarhum papa masih ada beliau berjanji akan ngajak gue piknik ke pantai saat ulang tahun gue yang ke-17. Tapi, Tuhan lebih sayang beliau. Sampai akhirnya kita di pisahkan akibat kecelakaan itu." ucap Alena dengan tenang dia tidak mau menangis. Itu hanya akan membuatnya lemah di depan Revan. "Lo kelihatan sayang banget sama papa lo," ucap Revan. "Karena cuma papa yang bisa memahami apa yang gue rasa." "Beruntung." hanya kalimat itu yang sanggup di ucapkan oleh Revan. Mereka berdua pun terdiam cukup lama. "Seandainya benar kehidupan kedua itu ada. Gue pengen jadi seperti laut. Dia yang nggak akan berubah. Akan tetap sama di tempat yang sama pula." ucap Revan tiba-tiba. "Kenapa emang?" "Karena manusia selalu berubah setiap waktunya,gue nggak mau itu." lanjut Revan. Alena terdiam,berusaha mencerna apa yang di katakan cowok di sebelahnya. Revan begitu berbeda, pandangan matanya sama seperti saat dia terduduk di pinggir jalan waktu itu. Alena merasakan ada luka hebat yang membuat Revan seperti ini. Tapi apa? Revan begitu susah untuk di tebak. Cowok itu begitu misterius. Semua orang tidak ada yang tahu tentang siapa dirinya yang sebenarnya. Di mata teman-teman yang lain Revan adalah cowok yang asyik di ajak bergaul. Di mata para gadis dia adalah cowok ganteng dan keren yang wajib di miliki hatinya. Di mata anak jalanan Revan adalah sosok yang dermawan. Sedangkan di mata Alena Revan adalah cowok nyebelin dan angkuh. Saat tenggelam dalam lamunanya tiba-tiba saja badan Alena terdorong hingga ujung rok seragamnya basah. Revan tertawa lepas setelah berhasil mendorong Alena mendekati bibir pantai. "Revan! Basah kan!" teriak Alena memandang roknya yang basah. Revan tidak berhenti di situ saja. Kejahilannya semakin menjadi. Kali ini dia menggendong paksa Alena dan menceburkannya ke ombak yang datang. Semakin keras teriakkan Alena maka semakin keras pula Revan tertawa. Layaknya adegan di film. Mereka terus bermain air sampai seragam yang mereka kenakan hampir basah keseluruhan. Revan berhenti menyiram air ke Alena saat dilihatnya seragam putih Alena basah. Dia segera melepas bajunya yang tidak terlalu basah untuk menutupi tubuh Alena karena seragam cewek itu hampir tembus pandang. "Kita ganti baju ya. Baju lo basah." ucap Revan sambil menagkupkan seragamnya ke tubuh Alena. Gadis itu hanya mengangguk. Dia sengaja berjalan di belakang Revan. Melihat Revan yang kini menenteng tasnya dan juga tas Alena di pundak kanan dan kirinya. Tangan Revan pun sibuk membawa sepatunya dan sepatu Alena. Revan hanya memakai kaos putih dalaman seragamnya tadi. Alena tersenyum lebar melihat sibuknya Revan. 'ternyata kutu busuk ini bisa bersikap manis juga' batin Alena sambil terus berjalan. Setelah cukup lama. Revan dan Alena sudah berganti dengan baju yang mereka beli di penjual sekitar pantai. "Nggak laper?" tanya Revan pada Alena yang sibuk membereskan bajunya. "Laper," jawab Alena melas. "Iya udah kita makan dulu sebelum pulang," Revan dan Alena pun memilih warung makan yang menyediakan aneka seafood. Revan memilih hidangan kerang saus padang sedangkan Alena memilih ikan bakar. Mereka pun menikmati makanannya hingga tidak terasa waktu sudah mulai sore. Setelah makan mereka pun segera melanjutkan perjalanan pulang karena jam sudah menunjukkan pukul setengah 5 sore. Revan mengendarai motor tidak seperti tadi. Dia melajukan motor dengan pelan. Sangat pelan sampai membuat Alena tertidur dengan posisi kedua tangannya melingkar di pinggang Revan. Revan tersenyum tipis. Sangat tipis. Senyum biasa tapi sangat berarti bagi siapa pun yang melihat. Karena senyum Revan barusan sangatlah tulus.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN