Bab.11 Perubahan Sikap Galih Yang Tiba-tiba (bag-1)

933 Kata
  *Happy Reading genk's semoga suka...   Jangan lupa untuk tinggalin komentarnya yesss...*   Bab-10   ######   Semua yang diucapkan Tn.Irawan tulus dari lubuk hatinya yang terdalam. Marcello—sang cucu dan Della—sang putri merupakan dua orang yang begitu berarti dalam kehidupan pria paruh baya tersebut, sebab itu Beliau selalu menyuruh orang untuk mengawasi mereka, lantaran tak ingin jika ada seseorang yang berniat buruk dan berujung menyakiti keduanya.   "Kau juga harus mendengarkan apa yang dikatakan oleh mamamu, karena itu semua demi kebaikanmu di masa depan." imbuhnya lagi sebelum beranjak pergi dari sana meninggalkan Marcello yang duduk termenung memikirkan semua penuturan dari Beliau.   Setelah dipikir-pikir ada baiknya juga jika dirinya menurut saja dengan semua perintah mama Della; mengikuti bimbingan belajar seperti keinginannya dan lulus dengan nilai terbaik.   Toh, selama ini Marcello selalu mendapatkan nilai yang tidak terlalu jelek, bisa dibilang standar. Kendati sang ibu selalu kurang puas dengan apa yang dicapai oleh putra semata wayangnya itu.   Sepeninggal Tn. Irawan, Marcello lantas memutuskan naik ke kamar atas lalu segera membersihkan diri. Setelahnya ia naik ke atas peraduan dan duduk bersandar sembari mengaktifkan ponsel miliknya.   Membuka galeri foto yang terdapat di benda pipih tersebut kemudian terlihat lah beberapa gambar dari sosok cantik yang siang tadi ia temui.   "Cantik." gumamnya dengan tatapan kagum.   Tiba-tiba terlintas dalam pikiran Marcello untuk mencari tahu lebih banyak lagi tentang sosok wanita itu lewat akun media sosialnya. Pertama kali yang dituju oleh Marcello ialah akun i********: milik wanita tersebut. Dengan cepat Marcello langsung menemukan profil akun i********: milik Alya.   Yah, Alya Safitri.   Marcello mencari tahu tentang kehidupan pribadi guru yang akan membimbingnya besok siang. Entah kenapa ia merasa tertarik untuk tahu lebih lanjut. Ada suatu dorongan yang begitu kuat dari dalam dirinya ketika pertama kali melihat sosok Alya.   Diam-diam ternyata tanpa sepengetahuan Alya, Marcello sudah mengambil foto wanita cantik itu.   Satu persatu Marcello melihat status yang diunggah di akun i********: milik Alya. Kebetulan Alya cukup rajin untuk mengupdate setiap aktivitas yang dilakukannya atau sekedar memposting foto dirinya yang sedang mengajar.   Marcello dibuat terkejut ketika ia melihat foto pernikahan Alya dengan suaminya.   "Ternyata dia sudah menikah," ucapnya dengan nada sedikit kecewa lantaran sosok yang ia kagumi sudah memiliki suami.   Akan tetapi, ada satu postingan Alya yang cukup membuat Marcello sedikit merasa senang. Di postingan tersebut Alya menuliskan sesuatu yang merupakan curahan isi hatinya.   ~KAPAN LAGI KAU PUJI DIRIKU, SEPERTI SAAT ENGKAU MENGEJARKU.   KAPAN LAGI KAU BILANG I LOVE YOU..   I LOVE YOU... SEPERTI YANG DULU~   Sebuah cuplikan lagu yang dinyanyikan oleh penyanyi terkenal di Indonesia, menjadi salah satu gambaran hati Alya pada saat itu—ketika Galih selalu bersikap dingin dan kasar padanya.   "Apakah dia tidak merasa bahagia bersama suaminya?" tanya Marcello pada dirinya sendiri, perihal postingan Alya yang menyiratkan bila ada luka yang tersimpan dalam diri wanita itu.   "Semoga saja tebakanku benar. Tapi, jika tebakanku salah, aku tetap tidak akan berubah." putus lelaki berusia 22 tahun itu. Marcello bertekad untuk mendekati Alya secara pelan-pelan tanpa sepengetahuannya.   **********   Malam semakin larut, namun sosok yang ditunggu tak kunjung pulang. Siapa lagi jika bukan Galih—suami dari Alya. Sudah dua jam lebih Alya menunggu di meja makan hanya demi ingin makan malam bersama dengan Galih, tetapi lelaki itu belum menampakkan batang hidungnya sama sekali. Berkali-kali Alya mencoba menghubungi ponselnya, tetapi tak ada satu pun panggilan telfonnya yang di jawab oleh Galih.   "Kemana kamu, Mas? Apa kamu masih marah sama aku ..." gumam Alya dengan perasaan tak karuan.   Alya takut jika suaminya masih marah dan memutuskan untuk tidak pulang ke rumah. Jika itu sampai terjadi, Alya tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya hidup tanpa Galih. Lelaki yang sangat ia cintai dan ia puja sampai mati tidak boleh pergi meninggalkan dirinya begitu saja.   Setelah kejadian tadi pagi, Galih berangkat ke kantor dengan penuh emosi. Mungkin jika Alya bisa bersabar sedikit dan mengontrol mulutnya untuk tidak bertanya, keadaannya pasti sekarang ini berbeda.   Galih akan pulang tepat waktu dan menghabiskan malam bersamanya di rumah. Kendati harapannya itu semua hanyalah sebuah angan-angan belaka.   Ting tong~   Ting tong~   "Mungkin itu Mas Galih." Alya lantas gegas membukakan pintu dengan perasaan bahagia ketika bunyi bel pintu menyapa telinganya.   "Mas ..." serunya dengan binar mata kebahagiaan yang selalu terpancar ketika melihat sosok yang ia tunggu kepulangannya berdiri di hadapannya. "Sini Mas, tasnya." Alya lantas mengambil tas kerja milik Galih seperti biasa setelah ia mencium punggung tangan suaminya dengan takzim.   Galih mengulas senyum seraya mengecup kening Alya sekilas sampai membuat wanita yang saat ini mengenakan dress rumahan berwarna maroon itu sedikit terlonjak lantaran terkejut dengan sikap manis Galih yang tiba-tiba.   "Terimakasih, sayang," ucap Galih lalu memeluk erat pinggang ramping Alya dari samping. "Ayo masuk. Maaf sudah membuatmu menunggu." ajak lelaki itu dengan tatapan mata yang tak seperti biasa.   Hangat dan penuh cinta—itulah yang dirasakan Alya saat ini. Tak pelak sikap Galih yang seperti itu membuat hati Alya berbunga-bunga dan membuncah bahagia.   "Apa Mas sudah makan? Kebetulan aku tadi masak makanan kesukaan Mas," tanya Alya setelah mereka sampai di ruang tamu.   Galih menggeleng lalu menyahut dengan senyuman yang masih belum surut dari bibirnya. "Aku belum makan malam. Tadi pekerjaanku sangat banyak jadinya aku tidak sempat makan. Kalau kau bagaimana? Apakah sudah makan?" tanya lelaki itu.   "Belum Mas. Aku juga belum makan," sahut Alya antusias. Ia tak menyangka jika Galih menanyakan hal itu. Sudah lama sekali Galih tak pernah bertanya dan berucap semanis itu padanya.   "Kalau begitu kau harus makan. Ayo." Galih menuntun Alya menuju meja makan, menarik kursi lalu mendudukkan Alya dengan hati-hati.   Setelahnya ia pun ikut duduk di samping Alya kemudian mengambil piring kosong hendak mengisinya dengan nasi.   "Biar aku saja Mas. Mas Galih duduk saja." cegah Alya cepat, ia tidak ingin Galih yang melayaninya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN