Bab.6 Kedatangan Mama Karina dan Rosa

999 Kata
  *Happy Reading genk's!! Semoga suka!*   ~Bab-5~   ###   Sekarang ini Alya tengah duduk di depan cermin sambil membubuhkan fondation berwarna lebih gelap dari warna kulitnya guna menutupi bekas telapak tangan Galih yang tercetak dipipi mulusnya beberapa saat yang lalu.   Rasa perih yang teramat membuat bibir Alya meringis menahan sakit ketika cairan kental tersebut ia ratakan menggunakan spons secara perlahan dan hati-hati. Sensasi dingin dari fondation sedikit menyejukkan permukaan wajahnya yang masih terasa sangat panas.   Tak lupa Alya juga menambahkan bedak supaya hasilnya lebih maksimal. Kemudian Alya menambahkan sedikit sentuhan eyeshadow dengan warna pink peach pada bagian kelopak matanya yang agak bengkak. Maskara hitam juga ia berikan pada bulu matanya yang lentik. Terakhir lip cream berwarna senada dengan eyeshadow ia poles kan ke bibirnya yang pucat.   Paras Alya yang sesungguhnya sudah cantik kian bertambah cantik dengan riasan yang natural. Blouse berwarna hijau tosca membalut sempurna di tubuhnya yang ramping hingga memancarkan aura yang meneduhkan pandangan.   Sebelum pergi Alya terlebih dulu memastikan sekali lagi jika bekas telapak tangan Galih benar-benar tak terlihat. Ia mengambil kaca kecil dari dalam tasnya lalu melihat wajahnya sendiri dari jarak dekat.   "Semoga klien baruku nanti tidak terlalu memperhatikan wajahku," gumamnya sembari menelisik ulang hasil riasannya. Kendati tak terlalu kentara seperti sebelum memakai make-up, tetapi cukup bisa menyamarkan warna kemerahan dipipi kanan Alya.   Ia tak ingin jika sampai calon klien barunya berpikiran yang tidak-tidak tentang dirinya. Apalagi sampai tahu jika ia baru saja mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Bisa-bisa kliennya tersebut membatalkan niatnya untuk menyewa jasa bimbingan Alya.   "Kenapa Mas Galih begitu emosi? Padahal aku sama sekali tak ada niat menuduhnya," Buliran bening luruh begitu saja dari sudut matanya. Luka di wajahnya tak sebanding dengan luka yang ia rasakan dihatinya selama ini. Sikap Galih yang arogan tak hanya menorehkan luka di fisik Alya tapi juga melukai batin Alya hingga membuat wanita itu kian hari semakin tersiksa.   Tiga tahun yang lalu ketika Alya memutuskan untuk memilih mempertahankan hubungannya dengan Galih ketimbang hubungannya dengan kedua orangtuanya telah menumbuhkan rasa penyesalan yang teramat mendalam di dalam lubuk hatinya.   Pada saat itu mengabaikan perintah dari ayah dan ibu yang tidak setuju, Alya pikir merupakan hal yang paling benar. Akan tetapi, Alya baru menyadari kesalahan dari sifatnya yang terlalu pembangkang sudah membawa dirinya pada pusaran derita yang diberikan oleh lelaki yang sangat ia cintai. Berharap bila rasa cinta yang ia miliki sudah cukup untuk membuatnya bahagia bersama lelaki pilihannya.   Dulu Galih begitu mencintai dan memujanya hingga Alya terlena dan mengira jika pria itu akan menghujaninya dengan cinta yang melimpah. Namun setelah menikah sifat asli Galih mulai muncul satu persatu.   Yang tadinya lembut mendadak menjadi kasar.   Yang tadinya romantis mendadak dingin dan datar.   Di usia pernikahan yang menginjak satu tahun Galih bahkan mulai berani main tangan. Tak sekali dua kali Alya mendapat kekerasan jika semua tak sesuai dengan keinginan pria b******k itu.   Sungguh, tak sekali pun terbesit di benak Alya bila dirinya akan mendapatkan semua itu dari Galih. Lelaki yang ia tau sangat mencintainya dan pernah berjanji untuk membahagiakannya.   Mungkinkah ini semua karma yang harus ia terima akibat ulahnya sendiri. Menyakiti hati kedua orang tuanya hanya demi pria seperti Galih. Sebelum menikah Alya gadis yang periang dan ceria. Namun, setelah menikah Alya berubah menjadi pendiam dan agak tertutup. Ia jarang sekali berinteraksi dengan teman-temannya. Maka dari itu Alya sering kali menangis sendirian bila batas kesabaran yang ia miliki goyah tak bersisa.   ting tong~   ting tong~   Alya terkesiap ketika bunyi bel pintu mengusik pendengarannya hingga membuyarkan lamunannya.   "Si-siapa, ya?" Alya lantas gegas turun ke lantai bawah, berlari kecil menapaki anak tangga satu persatu lalu menuju pintu.   ceklek~   "Mama? Rosa?" seru Alya dengan senyum yang terbit dari bibirnya yang ranum ketika melihat ibu dan adik iparnya ada di depan pintu. Binar bahagia terpancar dari wajah dan netranya yang masih agak terlihat sembab.   "Alya ..."   Mertua Alya langsung memeluk Alya dengan hangat. Kebahagiaan juga terpancar dari wajahnya kala bisa melihat menantunya yang cantik.   "Apa kabar, Ma? Mama sehat, 'kan?" tanya Alya setelah ia mengurai pelukannya lalu mencium punggung tangan mama Karina dengan takzim.   Mama Karina mengulas senyum, " Mama sehat sayang. Kalau kamu bagaimana?" Ia mengusap sayang rambut Alya.   "Alhamdulillah. Alya sehat, Ma." Alya memasang raut muka tenang seakan tidak pernah terjadi apa pun padanya. Mama Karina tidak tahu jika di balik senyum menantunya tersimpan goresan luka yang diakibatkan oleh putranya.   "Kak!" panggil Rosa.   "Hei, Rosa?" Alya menatap sang adik ipar dengan senyuman yang semakin mengembang. "Kau apa kabar?"   Mereka pun saling memeluk dengan hangat.   "Rosa baik, Kak," Rosa mengurai pelukan lalu menatap Alya dengan kagum, "Wah ... Kak Alya semakin cantik, ya, Ma?" Rosa memuji kecantikan Alya yang semakin terlihat cantik menurutnya.   Mama Karina mengangguk, "Iya. Kau benar sekali. Kakak iparmu ini semakin cantik."   "Kalian terlalu berlebihan." sanggah Alya dengan sungkan. "Kau juga sudah dewasa dan semakin cantik, Rosa. Dengar-dengar kau sedang menyukai seorang pria, ya?" Alya memuji sekaligus menggoda sang adik ipar yang menurutnya juga sudah bertambah dewasa.   Netra Rosa membola mendengar Alya menggodanya. "Kenapa kakak bisa tahu? Jangan-jangan ...?" Tatapannya beralih menatap ke arah Mama Karina dengan sorot mata horor.   Sedang Mama Karina hanya tersenyum penuh arti seraya saling melempar pandangan dengan Alya.   Rosa menghela nafas, "Harusnya aku tidak menceritakannya ke Mama. Jadi, Kak Alya sekarang tidak akan menggodaku seperti ini. Rosa, 'kan, malu Ma." Bibir gadis berusia 21 tahun tersebut mencebik dengan raut muka masam.   Rosa sudah bisa menebak pasti Mama Karina akan menceritakan segalanya kepada Alya tentang dirinya yang tengah menaruh rasa terhadap pria di kampusnya.   Mama Karina dan Alya sontak tertawa bersamaan, merasa lucu dengan sifat Rosa yang terkadang masih seperti anak kecil. Maklum saja, Rosa adalah anak bungsu dari tiga bersaudara dan ia satu-satunya perempuan dari kedua kakak laki-lakinya—Galih dan Galang. Membuat Rosa terbiasa bersikap manja dengan kedua kakaknya.   "Kau ini kenapa harus malu seperti itu, hem? Aku ini, 'kan kakakmu," Alya mencubit gemas pipi Rosa yang sudah ia anggap seperti adik kandungnya. "Ayo, kita masuk saja!" ajak Alya kemudian. Ia lantas membuka lebar pintu dan mempersilahkan mama Karina dan Rosa untuk masuk.   _   _   To be continued...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN