Di rumah Aryan. Aryan membanting ponsel ke atas tempat tidur. Ia sangat kesal, karena Nysa tidak menjawab panggilan telpon darinya. Berulang kali ia mencoba menghubungi Nysa, tapi tak diterima. Rasa kesal Aryan berubah jadi rasa marah yang membakar hatinya. "Argghh! Kita harus bicara, Nysa. Kita harus bicara!" serunya gusar. Aryan duduk di tepi ranjang, diusap wajah dengan kedua telapak tangannya. Saat ini, perasaannya sangat bimbang. Antara ingin meneruskan niatnya terus bersama Rosa, atau memperjuangkan maaf Nysa. Aryan berada di persimpangan jalan. Tak tahu hatinya lebih condong kemana. Harusnya ini tidak terjadi. Harusnya ia bahagia. Bisa bebas dari jerat pernikahan dengan Nysa, dan mendapatkan hak atas warisan ayahnya. Namun yang terjadi, justru bimbang yang mendatangkan gelisah di