Aku ingin menangis rasanya, dengan d**a bergemuruh hebat membayangkan yang tidak-tidak. Kak Dewa berdiri lantas menarikku menuju kursi di sudut kamar. Banyaknya makanan beraroma lezat tiba-tiba tak menggugah nafsu makanku. Sementara Kak Dewa, ia makan sambil sesekali mengerling, membuatku semakin takut juga salah tingkah saja. "Aak, Baby. Biar aku suapi. Kalau kamu makannya begitu, tidak akan selesai-selesai." Diarahkannya sendok ke mulutku, lagi-lagi mengerlingkan mata saat tatapan kami bertemu. "Aku bisa sendiri, Tuan." Aku berpaling darinya. Ia tertawa kecil, entah apa yang dia tertawakan. Sepanjang aku makan, ia bertopang dagu dan sesekali berdeham. "Apa mau kamu habiskan semua makanan ini, Baby? Tak biasanya kamu makan banyak. Nanti kamu sakit perut." Aku menatapnya sekilas. Lal