B.2 First Day

1612 Kata
Arsen membuka pintu balkon rumahnya yang baru dia tempati sehari yang lalu. Matahari pagi mulai menampakkan sinarnya yang membuatnya sedikit melakukan peregangan. “Sepertinya Kakak menikmati sekali tinggal di rumah ini,” sapa Zevia sinis melihat Arsen yang asyik melakukan gerak tubuh di awal harinya. Arsen menoleh dan tertawa mendengar ucapan adiknya. “Untuk bisa paham bagaimana musuh kita, bukankah kita juga harus mengikuti apa yang mereka lakukan?” ucap Arsen menunjuk ke beberapa orang yang nampak ramai berkumpul di taman. Zevia hanya mencibir asal apa yang dia lihat, jika boleh jujur sedari kemarin dia ingin langsung melempar pisau tepat di d**a Raja Adrien. Tapi juga bukan karena peringatan kakaknya dia terpaksa mengikuti skenario yang kakaknya buat. “Aku tahu perasaanmu Zev, tapi jangan bersikap terlalu mencolok ingat apa yang sudah kita sepakati dan kenapa aku mengijinkanmu ikut dalam misi ini,” pesan Arsen sambil merangkul pundak adiknya. “Kenapa kita harus melakukan scenario panjang ini, jika kemarin kita sudah bisa bertemu dengan Raja Kejam itu dan langsung melempar pisau ke dadanya,” keluh Zevia masih tersisa rasa kesal di hatinya. Arsen menggelengkan kepalanya, “Bukan seperti itu cara kerjanya Zev, dia orang yang tak tersentuh dengan hal yang kasat mata, membunuhnya secara langsung sama saja membuat kita jadi pemberontak, sedangkan apa yang kita capai bukan seperti itu,” terang Arsen. Zevia diam dan mulai menyadari apa yang menjadi kesalahannya. Apa yang dikatakan kakaknya, Arsen memang benar, Adrien bukan tipe orang yang bisa langsung dibunuh. Jika itu terjadi sia-sia semua pengorbanan mereka selama ini. “Tapi apa tidak curiga dengan perkataan Kakak kemarin?” tanya Zevia bingung. Arsen mengangkat bahunya, “Kemarin itu bahan percobaan, jika ditolak kita bisa mencari cara lain untuk masuk kemari, tapi nyatanya tipikalnya yang memang tak mau kalah justru menggali lubang kuburannya sendiri dengan menerima kita kemari,” jawab Arsen dengan senyuman licik. “Yang tak diduga lagi, kita diberi tempat di Genios yang kamu tahu sendiri tempat seperti apa ini, hanya penduduk yang memiliki keahlian di atas rata-rata dan orang-orang terdekat Raja yang boleh tinggal di sini,” jelas Arsen. Zevia mengangguk mendengarnya, “Iyah dari yang aku tahu, seluruh pejabat kerajaan Palaciada, dosen terbaik, pimpinan universitas terbaik, pengusaha besar, pengacara, dokter kerajaan dan banyak orang penting lainnya tinggal Genios. Dan hunian ini memang terkenal dengan kompleknya orang yang berkelas dan orang terdekat Raja Adrien,” tambah Zevia. Arsen mengangguk, “Itu artinya kamu tahu posisi kita dengan Raja Adrien,” jeda Arsen diangguki oleh Zevia. “Satu level di bawahnya yang berarti kita memiliki akses untuk jadi orang terdekatnya sekaligus orang yang bisa mengakhiri hidupnya tanpa kecurigaan,” kekeh Arsen membuatnya dapat dua acungan jempol dari Zevia. ***  Arsen sudah rapi dengan kemeja warna biru muda, celana coklat muda, sepatu kets warna biru tua. Jas dokter yang dia gantungkan di lengan kirinya. Sebuah tas tangan warna coklat dia tenteng di tangan yang sama. Dia melihat jam yang melingkar pas di pergelangan tangannya, sudah menunjukkan pukul Sembilan tapi dia belum masuk ruangan tempatnya bertemu dengan Raja Adrien. Arsen yang masih duduk di lobi rumah sakit mendadak mendengar suara riuh seolah ada orang penting datang dan dibuat barikade dengan personel keamanan dari rumah sakit. Pria muda itu merasa sepertinya orang yang dia tunggu akhirnya datang juga. “Selamat datang Yang Mulia Raja Adrien,” sambut beberapa orang yang ada di rumah sakit. Arsen yang ikutan berdiri dekat dengan barikade itu hanya menunduk sekilas untuk melihat apa yang sedang terjadi. Raja Adrien datang bersama Ratu Zara, Pangeran Laird dan Pangeran Lambart. Semua orang yang melihatnya pasti akan mengira jika mereka adalah keluarga yang harmonis dan sempurna. Seorang Arsen pun pasti mengira hal yang sama jika dia tidak tahu cerita di balik kesempurnaan keluarga ini. Tatapan pria muda itu mengunci pada sosok wanita yang berdiri di samping Raja Adrien. Ratu Zara Da Usha, Ratu Palaciada yang terkenal akan sikapnya yang bijaksana, penyayang dan tentu saja kecantikan khas Ratu kerajaan. “Kamu memang beruntung saudaraku, Kailash. Kecantikannya memang tak bisa dibandingkan dengan apapun dan sempurna di mata pria manapun. Aku akan membebaskan Zara dari pria kejam itu, itu adalah janjiku padamu Kailash,” gumam Arsen dengan tatapan penuh dendam. Ratu Zara merasa jika ada seseorang yang mengamatinya. Pandangan Arsen dan Zara bertemu, entah apa yang Zara rasakan tapi dia merasa tak asing dengan penampilan Arsen. Tatapan mereka seolah saling menyelami pikiran masing-masing dan tak ada dari mereka yang enggan melepaskan tatapan itu. Raja Adrien yang menyadari kondisi itu langsung mengikuti arah pandang istrinya dan dia melihat Arsen berdiri di sana. Raja Adrien menghampiri Arsen, menyadari hal itu pria tersebut memutuskan tatapannya dan menunduk. “Senang melihatmu di sini, Arsen,” sapa Raja Adrien. Arsen mengangguk hormat, “Selamat pagi Yang Mulia Raja Adrien, semoga kesehatan dan keselamatan selalu menyertai Anda,” balas Arsen. Tawa pelan Raja Adrien terdengar, “Ayo ikut dengan kami ke ruang pemeriksaan. Direktur Sandy, ajak Arsen bersama kita hari ini,” perintah Raja Adrien yang tak mungkin direktur rumah sakit itu tolak. Dalam hatinya dia bertanya apa yang dimiliki lelaki muda ini sampai raja Adrien yang terkenal tak mudah akrab dengan siapa saja langsung mengajaknya. Raja Adrien dan keluarganya ada di ruang pemeriksaan rutin di rumah sakit Royal, selain Arsen ada Direktur Sandy dan empat orang perawat yang mendampingi mereka. “Perkenalkan dia Arsen, penduduk baru di Palaciada sekaligus dokter baru yang saya pilih untuk jadi asistenmu Direktur Sandy. Jadi mulai sekarang dia juga bertanggung jawab mengenai kesehatan keluarga kerajaan jika kamu fokus dengan pekerjaan rumah sakit,” jelas Raja Adrien membuat Direktur Sandy hanya mengangguk paham. “Apakah dia orang yang membuat heboh aula pemerintahan kemarin?” tanya Ratu Zara di sela-sela pemeriksaannya. Raja Adrien yang mendengarnya tertawa pelan. “Dia hanya berpikir tak sama dengan yang lain Ratuku, bukan membuat heboh seperti banyak orang beritakan,” bela Raja Adrien. Arsen yang mendengarnya hanya diam saja dan memasang wajah biasa saja. “Berapa usiamu Arsen?” tanya Ratu Zara seketika membuat Arsen kaget. Pria itu menghentikan kegiatannya dan menjawabnya, “Tahun ini saya berusia 36 tahun Yang Mulia Ratu,” kata Arsen pelan. “Dan sejak kapan kamu menjadi dokter?” tanya Ratu Zara kemudian. Arsen menegakkan kepalanya dan menatap Ratu Zara yang nampak penasaran dengan dirinya. “Sejak usia saya 22 tahun Yang Mulia, awalnya saya hanya asisten dokter, tapi saat ada tawaran menadi dokter di kamp militer saya mengikutinya,” ucap Arsen. “Dan orang tuamu?” tanya Ratu Zara kembali. Arsen menggelengkan kepalanya, “Mereka sudah meninggal dua puluh tahun lalu, seorang Panglima Perang membunuhnya karena dianggap tidak membantu apapun bagi dirinya,” ucap Arsen penuh penekanan dan lirikan mata tajam kepada Raja Adrien. Hening. Semua orang menatap Arsen dengan tatapan beragam, jika Ratu Zara, kedua Pangeran dan staf rumah sakit menatapnya iba, berbeda dengan Raja Adrien yang nampak kaget dan cemas mendengar penuturan Arsen. “Hidupmu pasti berat sekali selama itu, tapi aku salut kamu bisa lulus sekolah kedokteran dengan baik,” simpati Pangeran Laird yang membuat suasana kembali mencair. “Terima kasih Pangeran, saya beruntung bertemu dengan orang baik sehingga saya dan adik saya masih bisa selamat,” kata Arsen dengan nada sendu. “Jika itu dua puluh tahun lalu itu artinya hampir sama dengan kepemimpinan, Atha. Apa Atha tahu siapa panglima Perang yang kejam itu?” ujar Pangeran Lambart memanggil ayahnya dengan panggilan non formal yang biasa mereka gunakan di dalam istana, yaitu Atha yang berarti ayah. Adrien yang mendengar itu hanya menunjukkan ekspresi datar dan menggeleng pelan. Ratu Zara yang paham situasi apa yang terjadi dua puluh tahun lalu mulai merasa aneh, ‘Apa Panglima Perang yang Arsen maksud adalah Adrien?’ batin Zara. Arsen melihat interaksi keempat anggota kerajaan itu dan ada satu pelajaran yang dia ketahui dari semua ini. Dia mengingat semua emosi hari ini dalam catatan di kepalanya. Hampir dua jam keduanya melakukan pemeriksaan rutin dibantu dengan empat perawat yang ada di sana. Secara keseluruhan hasil pemeriksaan kali ini baik-baik saja, tidak ada masalah yang berarti. “Datanglah ke istana setiap satu minggu sekali atau saat kami membutuhkan bantuanmu,” ujar Raja Adrien kepada Arsen sebelum meninggalkan ruangan itu. “Baik Yang Mulia,” balas Arsen sopan. “Ikut aku ke ruangan,” ucap Direktur Sandy pelan saat rombongan kerajaan itu berlalu dari sana. Arsen hanya memandangi punggung atasannya itu yang pergi setelah mengucapkan perintah tersebut. Tokk.. Tokk.. Tokk.. “Masuk,” jawab Direktur Sandy dari dalam ruangannya, pria paruh baya itu mengangkat kepalanya saat pintu terbuka, dia melihat sosok Arsen yang muncul dari balik pintu dan berjalan mendekati dirinya. “Duduklah,” perintah Sandy begitu ada di hadapannya. Arsen duduk dengan tenang. “Besok serahkan padaku portofolio mengenai tindakan apa yang sudah pernah kamu lakukan sebagai dokter. Bukan aku tak percaya dengan pilihan Raja Adrien, tapi aku harus memastikan motif dan niatmu melamar di rumah sakit ini,” jelas Direktur Sandy. Arsen mendongakkan kepalanya menatap atasannya itu, “Apa karena ini ada kaitannya dengan masa lalu soal kematian kedua orang tua saya?” tanya Arsen pura-pura tak paham. “Itu hanya salah satunya,” ujar Sandy tegas yang melihat sorot mata Arsen yang tak biasa untuk ukuran dokter. Sebagai direktur rumah sakit puluhan tahun dia merasa Arsen bukanlah dokter biasa. Apa karena pengalamannya dalam militer membuat dia memiliki pandangan mata yang dingin bukan hangat seperti dokter pada umumnya. “Apa ini ada kaitannya dengan masa lalu saya itu?” tanya Arsen to the point. Direktur Sandy menatap Arsen penuh curiga. “Mungkin saja,” jawab Sandy singkat. Arsen yang mendengar jawaban itu malah tersenyum membuat Sandy semakin curiga dengan kelakuan asistennya ini. “Apa Direktur takut  jika saya melukai Raja Adrien karena dia dulunya juga seorang Panglima Perang sebelum menjadi Raja di Palaciada?”  ******
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN