Arsen berpikir sejenak mendengar ucapan Recco soal analisanya mengenai keselamatan Paman Arash. Gaston memandang bom tersebut membuatnya memiliki satu pemikiran mengenai pemicu.
“Atau mungkin Raja kabarash lah pemicu semua ini,” ucap Gaston membuat semua orang di sana menatap Gaston.
“Apa maksudmu?” tanya Arsen cepat.
Gasto mengangkat bom itu, “Raja Humeera selama ini diam karena belaiu menemukan ada benda ini did tanah parsy, tapi pertanyaannya siapa yang berani memasnag semua ini dengan pemicu yang tak biasa jika orang itu memiliki tujuan yang lain,” Gaston meletakkan bom itu dan beralih kepada peta yang ada di tembok.
“Bukankah ini peta yang menghubungkan jalur perdagangan Parsy dan palaciada selama ini dan semua orang tahu bagaimana baiknya hubungan keduanya sebelum Adrien memimpin,” Gaston menguraikan pemikirannya.
“Bisakah kamu mengatakan dengan lebih cepat dan gamblang,” Recco menimpalinya dengan tidak sabar.
“Seseorang menanam bom itu untuk mengancam Parsy agar tidak melupakan Palaciada meskipun palaciada di ujung tanduk, kecuali jika ingin prsy ikut terancam juga,” Gaston masih memberi teka teki.
Arsen menghubungkan semua itu dan dia menyadari satu hal. “Sialan, ga mungkin kan kalau pemicu bom ini Paman Arash,” tebak Arsen.
Recco dan Argus terkejut dengan kesimpulan itu dan Gaston mengangkat bahu. “Itu hanya asumsiku, karena generasi Raja Kabarash sudah tidak ada, baik Jerico pelaku kejahatan sendiri, Raja Humeera yang berharap jadi pelindung Palaciada,” jelas Gaston.
“Tapi untuk apa?” tanya Arsen tak mengerti.
“Entahlah yang Mulia, iu yang hars kita cari tahu, bisa jadi memang Raja Kabarash tak tahu masalah ini dan Adrien yang menjebaknya dengan ancaman ini,” Gaston hanya bisa menghela napas.
“Sepertinya kita memang harus terlibat dalam urusan istana untuk tahu semua ini,” Arsen menyimpulkan dan smeuanya mengangguk.
“Argus, kita anggap Paman Arash tidak ada, jadi jika kamu masih ingin membantuku, ayo kita jalan sesuai dengan rencana yang aku miliki selama ini,” perintah Arsen dan Argus mengangguk.
“Saya siap melayani Anda Yang Mulia, karena memnag tempat ini dibuat untuk membantu Yang Mulia memulihkan semua kekacauan ini,” kata Argus.
Arsen menatap dinding tempat peta perdagangan dua kerajaan itu terbentang, lelaki itu melihat ada bentang sungai yang membelah dua kerajaan itu dan dia menemukan ide dari sana.
“Recco kamu bisa menggunakan peta ini untuk jalan rahasia yang akan kita lalui ke istana,” pinta Asen dan Recco menyanggupinya.
“Atur pertemuan dengan Madam Rosine dan Kepala Istana Berry, setelah kita kembali dari sini, mungkin dari mereka kita bisa tahu apa yang perlu kita lakukan di istana,” Arsen semangat menyusun strategi.
Arsen menatap Argus, “Urusan kita belum selesai Argus, aku akan terus menuntut kebenaran darimu soal masa lalu Parsy, tapi sekarang aku akan fokus dengan Palaciada,” ancam Arsen membuat Argus menunduk.
“Dan tugas pertamamu adalah mencari massa yang bisa membantuku di Palaciada,” perintah Arsen membuat Argus mendongak.
“Seluruh warga desa tempat Raja Kabarash tinggal adalah pengikut kami Yang Mulia, Anda bisa meminta bantuan kepada mereka, katakan saja Acasha membutuhkan bantuan, mereka pasti paham,” kata Argus yakin.
Arsen teringat satu orang yang jadi tanya tannya untuknya meskipun orang itu sudah membantunya. “Sebentar ada satu orang lagi yang membuatku penasaran,” kata Arsen membuat semua orang menaruh perhatian kepadanya.
“Lukman Menteri Sumber Daya di Palaciada. Sebenarnya da kubu yang mana?” tanya Arsen sambil menaikkan alisnya.
Argus diam sejeak tapi tak lama dia menghembuskan napas, awalnya dia tak ingin menjelaskan semua ini tapi karena Arsen menyadarinya jadi dia memutuskan untuk menjelaskan apa yang terjadi.
“Setelah aku mengutus Reymind pergi dari Parsy untuk merawat Raja Kabarash, dia menjadi tak terkendali na menuduhku menjebak anaknya, tapi kenyataan yang sebenarnya selama ini dia sudah melakukan perdagangan dengan salah satu menteri di Palaciada,” jelas Argus.
Arsen paham kemana ini akan bermuara, “Aku sudah curiga dengannya sejak awal, kita memang tidak boleh percaya kepadanya 100 persen,” kata Arsen.
“Tidak hanya itu saja yang Mulia, Lukman bahkan melupakan anaknya sendiri setelah dia mendapatkan banyak kemakmuran di kerajaan itu,” tambah Argus.
“Tapi apa kamu yakin dia tidak akan menjebak kita meskipun banyak orang yang membayarnya?” tanya Arsen mulai ragu.
Argus menggeleng yakin, “Sebenarnya para Menteri di Palaciada itu mudah dihasut Yang Mulia, tidak seperti Menteri di Parsy yang kritis. Adrien menghujani mereka dengan segala kemakmuran yang sebenarnya diambil dari harta rampasan dulu saat menjadi Panglima dan tambang pribadinya di Sembian Selatan,” jelas Argus.
Recco dan Gaston mulai terusik dengan penjelasan Argus yang terlalu banyak tahu. “Sebenarnya selama ini pekerjaan mu sebagai asisten Raja Humeera untuk melakukan pengamatan kepada musuh atau melindungi Raj Humeera,” sindir Recco membuat Argus bungkam.
Arsen mulai menyadari jika seorang Argus memang terlalu banyak tahu untuk ukuran asisten Raja. Lelaki itu yakin jika ayahnya terlalu banyak melibatkan pria tua ini untuk urusan kerajaan.
“Kita pergi dari sini, semakin cepat semakin baik,” perintah Arsen tapi Argus menghalanginya.
“Bermalam lah di sini Yang Mulia, kami sedang menyiapkan jamuan makan malam sekaligus mengenalkan Yang Mulia kepada anggota Acasha,” usul Argus membuat Arsen bimbang.
Recco mendekati Arsen dan membisikkan kalimat yang membuat Arsen berpikir ulang. “Siapa tahu Yang Mulia bisa menemukan tujuan di balik semua ini tanpa menimbulkn kecurigaan bagi Argus,” bisiknya.
“Baiklah jika kamu memaksa,” balas Arsen santai dan dia hendak keluar ruangan tapi Argus kembali menghalangi.
“Saya akan menemani Yang Mulia jika ingin berkeliling,” timpal Argus dan Arsen menggeser tubuhnya untuk memberi asisten ayahnya itu jalan.
Empat orang dewasa itu mengelilingi seluruh area Acasha dan beberapa pasang mata sempat memperhatikan mereka. Semakin jauh Arsen menyusuri tempat ini, dia merasa ada hal yang disembunyikan oleh Argus tapi dia tak tahu apa itu.
“Ini kamar Yang Mulia dan di sampingnya untuk asisten dan pengawal Yang Mulia,” ucap Argus membuka satu pintu yang ada di hadapannya.
Arsen masuk kamar dan memang terlihat cukup baik untuk kamar perkemahan atau barak pelatihan. Sebenarnya dia tak masalah menddapat kamar yang lebih buruk dari ini karena sebelumnya saat dia ikut dalam kamp militer, alas tidurnya hanya tandu pasien yang sudah tidak digunakan.
“Silahkan beristirahat, kami akan menjemput Yang Mulia saat jam makan malam tiba,” pamit Argus dan dia keluar dari kamar.
Recco dan Gaston masih ada di sana, seperti sebuah insting seorang mata-mata Gaston mengeluarkan alat pendeteksi microchip spying lainnya, dan hasilnya nihil. Recco yang melihatnya tetap merasa aneh.
“Tapi kita tetap harus berhti-hati, entah kenapa aku merasa aneh dengan pria tua itu,” ujar Recco waspada.
Gaston mengangguk setuju, “Sebaiknya kita tidur bersama dalam satu kamar ini, aku coba lihat di kamar sebelah mungkin ada extra bed yang bisa digunakan,” kata Gaston melesat keluar.
Arsen berjalan ke tepi jendela dan melihat pemandangan yang berbeda dari sebelumnya. Air terjun yang sangat tinggi tapi sedari tadi dia tak mendengar suara air gemericik. Lelaki itu membuka jendela kamar dan keanehan semakin menjadi karena dia tetap tak mendengar suara air sedangkan jarak air terjun itu tak jauh dari kamarnya.
“Recco, kemarilah,” pinta Arsen dan Recco mendekati jendela. “Apa kamu mendengar suara gemericik air?” tanya Arsen.
Recco tak mengerti dengan pertanyaan itu tapi dia memang tak mendengar apapun sampai matanya menangkap maksud pertanyaan dari tuannya.
“Itu air terjun?” tanya Recco nampak bodoh tapi sebenarnya memastikan.
Arsen menatap Recco dengan sorot mata yang tajam sebagai jawaban rai pertanyaan asistennya itu.
“Sepertinya ada yang aneh di balik air terjun itu atau memang air terjun itu yang aneh,” ucap Recco membuat Arsen mengangguk.
“Sepertinya kita perlu menghabiskan lebih dari satu malam di kamp ini,” kekeh Arsen dengan tatapan tak lepas dari air terjun palsu itu.
Gaston kembali dengan dua buah sleeping bag yang dia temukan di kamar sebelah. Recco menarik pria itu dan menunjukkan apa yang baru saja ditemukan oleh Arsen.
Gaston memperhatikan keseluruhan bentang alam itu dan dia menandai beberapa tempat di bawah sebagai jalur mereka untuk pergi ke tempat air terjun itu.
“Kita beraksi setelah acara makan malam selesai, sekaligus kita cek bagaimana penjagaan di tempat ini,” usul Recco.
Arsen emgnhela napas, “Tapi kita harus tetap waspada, melihat bagaimana tipikal Argus, dia tdak mungkin tanpa alasan memberiku tempat tinggal di sini, pasti ada yang ingin dia tunjukkan kepada kita tapi di tak ingin mengatakannya langsung.”
Recco berdecak sebal dan menyugar rambutnya frustasi. “Dasar pria tua, kenapa dia membuat hidup kita jadi repot begini,” keluhnya.
Sesuai rencana Argus, ada dua orang yang menjemputnya dan mereka datang ke aula utama Acasha untuk menghadiri jamuan makan malam. Saat ketganya masuk aula, suasana riuh berubah menjadi hening ditambah tiga orang itu berjalan menyusuri aula untuk duduk di meja yang sudah Argus sediakan.
“Selamat datang Yang Mulia Zeyda El Wyn,” sambut Argus tapi Arsen bersikap biasa. Semua orang menatap Arsen dengan tatapan beragam.
Arsen hanya menunduk sopan sebagai salam hormat tapi wajahnya tanpa ekpresi.
“Beliau adalah Raja dari kerajaan Parsy tempat kita selama ini mendapatkan perlindungan dari Yang Mulia Raja Humeera dan asal mula Acasha terbentuk untuk mengabdi kepada tuan kita sesungguhnya,” jelas Argus.
“Jadi apa yang memicu kalian untuk bergabung di Acasha?”
***