"Selamat Malam, Mas." Ilona mencoba menjawab panggilan dari Pratama dengan nada gugup. Sudah lama ia tak pernah berhubungan dengan lawan jenis apalagi dengan pria dewasa macam Pratama Handoyo. Saat ini fokus Ilona hanya mengurus keluarganya. Ia sama sekali tak ingin terlibat hubungan dekat dengan lawan jenis terlebih dengan pria beranak istrin yang akan menyeretnya ke dallam hubungan yang rumit. Rupanya dugaannya benar jika Pratama tengah tengah mendekatinya. Ia harus berusaha menghindarinya
"Hallo Lona, kamu lagi ngapain?" Terdengar suara manja di seberang sana. Suara Pratama mirip ABG yang tengah kasmaran yang berusaha melakukan pedekate kepada sang gebetan.
Tentu saja Ilona semakin salah tingkah. Ia mendadak ngeri dan merinding. Pria pengusaha itu sangat mengganggu ketenangan waktu istirahatnya. Ia tak biasa bertelepon di malam hari.
"Ehmm, lagi persiapan tidur, Mas." Ilona menjawab apa adanya. Ia harap pria itu tahu diri dan segera menutup teleponnya.
"Kita ngobrol dulu sebentar." Pratama memaksa.
"Oh iya kalau boleh tahu ada keperluan apa ya Mas menghubungi saya." Ia ingin tahu maksud dari Pratama yang menelponnya malam-malam. Sepertinya pengusaha kaya itu ingin membuang waktu.
"Tiba-tiba saja Mas kangen kamu." Dari seberang sana terdengar Pratama mengungkapkan isi hatinya.
Betapa terkejutnya gadis berpiyama hello kitty itu. Kosakata kangen sangat tidak cocok. Mereka bukan siapa-siapa dan tak ada hubungan apa-apa. Keduanya juga belum dua puluh empat jam saling mengenal. Sungguh tak pantas pria beranak istri macam Pratama menghubunginya di malam haru hanya untuk mengatakan perasaan kangen. Tidakkah ia sedang mabuk dan salah sambung?
Ilona merasa muak dan jijik. Ia tidak boleh terjebak oleh ucapan pria itu. Tadi siang ia sempat mendengar bisikan-bisikan dari caddy lain tentang sepak terjang seorang Pratama Handoyo yang konon katanya sering mengajak kencan para caddy.
"Mas, rindu kamu Lona." Kembali Pratama mengungkapkan perasaannya.
"Boleh Mas Video call?" Pria itu semakin menggila.
"Maksud Mas apa ya? Maaf ya, Mas tidak usah vedeo call. Saya harus menutup panggilannya, adik saya sudah memanggil, minta ditidurkan." Ilona enggan bercakap-cakap lebih lanjut lagi. Ia tak mau meladeni Pratama yang sedang tak waras.
"Sebentar, Lona. Ehmm, besok kita bisa bertemu tidak?" Pratama malah mengajukan pertanyaan lain. Sepertinya ia tengah berusaha untuk mencari bahan pembicaraan.
"Mas mau bermain golf?" Ilona bertanya. Mau tak mau jika itu berhubungan dengan pekerjaannya ia harus siap mendengarnya.
"Iya, meetingnya diundur hari senin jadi Mas free dan besok kita bertemu pagi hari. Pokoknya kamu jadi caddy Mas buat besok." Ayah dua anak itu berkata dengan tegas menunjukan bahwa ia tak mau menerima penolakan.
Ilona memang belum mendapatkan informasi tentang siapa tamu berikutnya yang harus ia temani besok.
"Baiklah sampai ketemu besok Ilona Cantik, Have a nice dream."
Tanpa menunggu jawaban Ilona, Pratama langsung memutus panggilannya.
Seketika mood Ilona langsung ambyar. Kehadiran pria itu mendadak mengancam ketenangan hidupnya. Ia mulai gusar.
Gadis berkuncir itu segera menaruh ponsel di atas meja belajar, tak lupa sebelumnya ia non aktifkan terlebih dahulu karena khawatir Pratama akan kembali menghubunginya. Untuk menghilangkan rasa gusarnya ia meraih air putih di atas meja dan menghabiskannya dengan cepat.
***
"Kak, Ricky boleh tidur sama kakak?" Tiba-tiba Ricky mendatangi kamar Ilona. Gadis itu baru selesai membersihkan wajahnya.
Setelah menerima panggilan dari Pratama ia mendadak butuh menyegarkan diri.
"Iya." Ilona menoleh lalu memberikan anggukan. Tentu saja Ricky boleh tidur bersamanya. Di awal kebersamaannya, Ricky sdring minta tidur dengan Ilona.
"Ricky kenapa? Sakit?" Ilona mendekat lalu meraba kening adiknya. Tak terasa panas sedikit pun. Biasanya kalau kurang enak badan, barulah sang adik akan bermanja-manjaan dan nempel ketat kepada Ilona. Meminta untuk dibalur dengan minyak kayu putih atau dipijat.
Ia lantas membawanya ke tempat tidur.
"Ayo kamu istirahat!"
"Enggak, Ricky ga sakit. Ricky lagi kangen sama Mama." Ricky tiba-tiba mengatakan hal yang tak terduga. Ia terlalu kecil untuk memahami permasalahan yang ada sehingga tak peka dengan perubahan raut muka Ilona. Ia tak tahu jika sang kakak sangat tak ingin mendengar apapun tentang sosok yang dipanggil Mama oleh adiknya.
Mendengar kata Mama disebut, perasaan hati Ilona mendadak nyeri. Bagi Ricky, wanita itu sangatlah berarti karena ia adalah wanita yang melahirkan dan merawatnya. Namun bagi Ilona, wanita itu adalah sosok yang dibencinya. Wanita jahat yang telah menghancurkan kehidupan keluarganya. Membuat ayahnya meninggal dan ibunya masuk rumah sakit jiwa. Ia telah merusak kebahagiaannya dan wanita itu juga yang membuat dirinya harus membesarkan anaknya.
"Ricky berdoa saja semoga Mama bahagia di sana." Ilona berkata dengan lemah lembut. Ia tak memperlihatkan sedikit kebencian. Ia berusaha menutupi perasaan hati yang sebenarnya.
Sebenci apapun Ilona kepada ibu tirinya, ia berusaha menanamkan sifat baik kepada adiknya. Ricky anak baik dan tak berdosa, ia hanyalah korban orang tua mereka. Sebagai seorang anak, ia tak pernah minta dilahirkan oleh siapa.
"Iya, Ricky selalu berdoa untuk Mama dan Papa." Ricky tersenyum. Sorot matanya menunjukkan sinar kerinduan yang teramat sangat. Di usia yang masih kecil ia harus menjadi anak yatim piatu. Beruntung ia memiliki dua orang kakak yang sangat menyayanginya.
"Kalau kakak ga sibuk, boleh ga Ricky mengunjungi makam Mama sama Papa? Kita ke sana sama-sama."
Anak itu mengajukan permohonan lainnya. Sebuah permintaan yang tak terduga.
Ilona menghela nafas panjangnya. Keduanya memang dimakamkan berdekatan. Ilona masih ingat dengan jelas bagaimana kejadiaan naas itu terjadi. Semua terjadi begitu cepat dan tiba-tiba.
"Boleh kan Kak? Kalau Kak Lona sibuk, aku ke sana sama kakek atau Kak Gerry aja." Ricky tahu sang kakak harus kuliah dan kerja.
Ilona mengangguk. Ia tak mau mengecewakan adiknya.
"Insya Allah ya, Dek. Nanti kakak temani." Ilona memeluk sang adik penuh kasih. Bocah kelas dua sekolah dasar itu sangat berarti untuknya. Ilona sangat menyayanginya meski ia lahir dari orang yang dibencinya.
Ilona selalu berusaha berdamai dengan masa lalu namun ia tetap merasakan sakit hati begitu mengingat kebohongan yang telah diciptakan ayahnya. Sampai detik ini ia tak tahu alasan ayahnya menikahi ibu kandung Ricky. Bahkan ia tak kenal siapa istri muda ayahnya itu dan bagaiman mereka bertemu hingga akhirnya menikah, padahal ibunya kurang cantik bagaimana. Mami Alma merupakan wanita yang sempurna di mata anak-anak dan keluarganya.
"Makasih ya Kak Lona! Ricky sayang kakak. Semoga kakak sehat selalu." Bocah yatim piatu itu mengecup pipi kiri Ilona sebelum akhirnya menjatuhkan badannya untuk berbaring dan berselimut.
Lagi-lagi rasa nyeri di dadanya kembali terasa semakin menjadi.
"Ayo kita tidur, hari sudah malam. Kalau tidur larut nanti kita kesiangan."
Ilona menghentikan percakapannya. Ia mengajak Ricky untuk memejamkan matanya dan tak lagi berkata-kata.
Selang sepuluh menit terdengar dengkuran halus sang adik, sementara Ilona mendadak diserang insomnia. Panggilan dari Pratama yang membuatnya tak nyaman serta permohonan yang diajukan olehnya menimbulkan konflik batin pada dirinya hingga membuat pikirannya tak tenang.
Ilona kembali menatap sekilas ke arah sang adik dengan tatapan iba.
"Maafkan Kakak ya, Dik! Terkadang kakak merasa membencimu. Kakak sebenarnya sayang kamu." Ilona menyesali sikap buruknya di masa lalu.
Sebuah kecupan berlabuh di kening Ricky.
"Semoga kamu menjadi anak sholeh, sehat selalu, dimudahkan rezekinya dan selalu disayangi banyak orang." Tangannya mengelus rambut hitam sang adik. Ada luka yang tergores akibat ayah dan wanita sekingkuhannya namun melihat kemalangan yang menimpa adiknya, Ilona yakin jika Ricky jauh lebih menderita daripada dirinya.
***
Bersambung