8. Hari Minggu

1109 Kata
Seperti biasa, Ilona akan bangun pukul empat pagi untuk membereskan rumah dan juga menyiapkan sarapan, sementara kedua adiknya usai sholat subuh sibuk mengurus barang dagangan mereka. Meskipun sekolah libur, rencananya mereka akan jalan-jalan ke lapangan olah raga yang terletak di komplek sebelah sambil berjualan. Jika hari minggu, suasana di sana sangat ramai dan pastinya banyak pelanggan yang belanja. Di sana ada juga pasar kaget sehingga suasana semakin ramai. Usai sarapan, mereka bersiap untuk berangkat. Kakek Banu juga hendak ikut Gerry dan Ricky. Setelah pulih dari sakitnya, pria tua itu harus rajin berolah raga ringan sesuai saran dokter. Ikut kedua cucunya adalah hiburan baginya. Ilona pun harus berangkat ke Padang Golf Pesona Indah pagi-pagi sekali karena ia harus menemani Pratama bermain golf seperti apa yang tadi malam dikatakan oleh pria kaya itu. Ilona berusaha untuk profesional meski ia merasa tak nyaman dengan Pratama. "Kakak berangkat duluan ya! Tukang ojeg sudah menjemput." Ilona segera bersiap. "Kek, Lona berangkat dulu ya." Ilona mencium tangan keriput sang kakek. "Semoga segala urusan kamu dilancarkan, jaga diri baik-baik." Kakek Banu berpesan. "Aamiin." "Iya, Kak. Hati-hati ya." Ricky melepas kepergian kakak kesayangannya itu. Ia dan Gerry pun mencium tangan halus gadis cantik berkulit putih itu. Seharusnya ia menghabiskan waktu bersama keluarganya untuk ikut jalan-jalan santai di arena olahraga itu. Sayangnya ia harus melewatkan kebersamaan dengan keluarganya karena sibuk dengan urusan pekerjaannya. Ia butuh uang banyak maka dari itu harus giat belajar agar semua utangnya segera lunas. "Kami juga mau berangkat sekarang." Ricky dan Gerry sudah siap. "Kalian juga hati-hati! Assalamualaikum." Ilona pun memberikan pesan terakhirnya sebelum meninggalkan mereka. "Waalaikumsalam," jawab mereka bertiga serempak seraya menatap Ilona yang kini sudah berada di atas jok motor duduk di belakang Bang Ojol ganteng langganannya. *** Ilona tiba di kawasan Pesona Indah tepat pukul tujuh pagi. Suasana di kawasan itu masih sepi. Tentu saja karena belum buka. Ilona lebih suka datang lebih awal supaya bisa memiliki waktu yang cukup untuk melakukan persiapan. "Wah rajin sekali kamu datang pagi." Salah seorang caddy menyapanya. "Iya, kebetulan saya sudah ada janji Mbak." Ilona ingin menghadapi Pratama dengan santai sehingga memutuskan datang lebih awal agar dirinya memiliki waktu untuk mempersiapkan fisik dan mental serta lahir dan batin. Ia masih belum terbiasa menjadi seorang pemandu sehingga sering merasa canggung berada di tengah-tengah orang lain. Beruntung Pratama selalu berusaha membangun komunikasi sehingga berhasil mencairkan suasana. "Oh, kamu janjian sama Bos Tama kan?" caddy berusia tiga puluhan itu mendekat ke arahnya. Ia menatap Ilona seraya memicingkan matanya. "Bagus tuh, kamu gaet aja dia. Dia itu paling demen sama caddy-caddy cantik yang masih muda macam kamu. Kamu porotin aja uangnya, dia itu banyak duitnya." Ira merupakan salah satu caddy senior memberikan informasi tentang Pratama. Semua orang di sana sudah tahu bagaimana sepak terjang sang pengusaha. "Mbak ini ngomong apa sih?" Ilona merasa tak nyaman dengan perkataan rekannya itu. "Serius, dia itu paling royal. Biasanya suka ngajak jalan-jalan bahkan liburan dengan caddy kesayangannya." Ira terus saja mengoceh. Apapun tentang Pratama Handoyo selalu menjadi sorotan publik. Informasi yang diberikan oleh Ira mengusik jiwa Ilona. Ia mendadak waswas. "Makasih banyak atas infonya, permisi ya Mbak saya mau siap-siap dulu." Ilona tak mau terlibat percakapan lebih jauh lagi. Ia tak ingin suasana hatinya di pagi ini menjadi buruk gara-gara ucapan Ira. Memandu Pratama membuatnya harus menyiapkan energi ekstra dan ia tak mau merusaknya dengan menanggapi ocehan Ira. Sebisa mungkin Ilona berusaha untuk tak terpancing oleh perkataan siapapun. "Oke, selamat bertugas ya." Ira tersenyum misterius. Wanita itu seolah memberikan peringatan. Sebagai seorang senior yang sudah malang melintang di dunia per-caddy-an tentu saja Ira tahu banyak hal. Ilona tak peduli. Saat ini ia ingin konsentrasi bekerja. Ia lantas bersiap mengganti kostum dan menyiapkan semua peralatan untuk turun ke lapangan. *** Bukan hanya Ilona yang datang pagi, Pratama pun datang pagi. Pria itu seolah tak sabar bertemu dengan Ilona yang semalam menolak melakukan video call dengannya. Padahal padang golf itu baru buka pukul delapan. Masih dua puluh menit lagi, namun Pratama ingin menjadi pengunjung pertama yang datang ke sana. Ia tak mau Ilona bersama orang lain, padahal tidak mungkin karena ia sudah membookingnya. "Mas Tama." Ilona sedikit terkejut dengan kedatangan Pratama. Ia tak menyangka jika pria itu akan datang lebih cepat dari perkiraannya. Ilona masih gugup ketika kembali berhadapan dengan Pratama. Pria playboy itu memasang senyum terbaiknya untuk memikat gadis yang tengah menjadi incarannya tersebut. Ilona semakin gugup. Sebisa mungkin dirinya berusaha menstabilkan emosinya. "Iya, kebetulan teman-teman yang lain juga mau datang pagi jadi saya datang lebih awal. Bukannya ini lebih baik?." Pratama memberikan alasan. Ia berusaha bersikap santai. "Bagaimana kalau kamu temani saya sarapan dulu sambil menunggu kawan-kawan lain yang masih dalam perjalanan," ujar pengusaha yang akan mencalonkan diri sebagai walikota itu. Ia selalu menunjukkan rasa percaya dirinya yang tinggi di hadapan kaum hawa. "Baik, Mas." Ilona setuju. Ia tak memiliki pilihan lain selain mengekornya. Hari ini ia harus merelakan dirinya dikuasai oleh pria yang kemarin telah memberinya tip sebanyak satu juta. Sepertinya hari ini juga ia akan mendapatkannya kembali. uang Tip merupakan penghasilan tambahan yang jumlahnya jauh lebih besar dari gaji pokok mereka yang dibayarkan oleh perusahaan. Keduanya berjalan bersisian menuju cafe yang ada di pojok gedung. Begitu tiba di sana Pratama sengaja mencari meja yang terletak di sudut. Mereka duduk tenang saling berhadapan. Ia membaca daftar menu. "Kamu mau pesan apa?" tanya pria berkaos putih itu seraya menyodorkan daftar menu. "Saya minum teh saja , Mas. Kebetulan tadi sudah sarapan." Ilona tak mungkin makan lagi sebab perutnya sudah terisi penuh. Ia tak biasa makan banyak. "Baiklah." Pratama tak masalah. Ia hanya ingin ditemani oleh Ilona. Ditemani oleh gadis secantik Ilona membuatnya bersemangat dalam menjalani hari-harinya. Tampak Pratama memanggil pelayan dan menyebutkan pesanannya berupa sandwich dan kopi. Dengan sabar Ilona menemani si pengusaha kaya itu untuk sarapan sebelum akhirnya mereka bersiap menuju lapangan. "Pak Anggara, akhirnya kita memiliki kesempatan bermain bersama." Pratama menunjukkan keaakrabannya kepada pria bernama Anggara. "Iya, Alhamdulillah." Anggara tersenyum cerah. "Lona, kenalkan ini Pak Anggara. Dia ini pengusaha sukses. Tambang minyak dan batu baranya ada di setiap pulau." Pratama memperkenalkan sosok Anggara yang juga rekan bisnisnya. "Selamat Pagi, Pak!" Ilona menyapa Anggara yang kini menatapnya. "Wah, ini ya caddy yang sekarang selalu memandu kamu, ya." Anggara memperlihatkan keramah tamahannya. "Iya." Pratama mengangguk seolah membanggakannya. Selama bermain di Pesona Indah ia selalu mendapat caddy-caddy tercantik yang bisa diajak kencan olehnya di luar lapangan. "Ya, sudah, ayo kita segera bersiap! kebetulan yang lainnya sudah menunggu kita." Anggara tak ingin membuang waktu. Seperti biasa mereka akan bermain dengan tim. Mereka pun ramai-ramai turun ke lapangan dengan menyiapkan kendaraan golf untuk memudahkan dalam menjangkau tempat-tempat yang jauh. *** Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN