Bab 19. Identitas Ryan yang Sebenarnya

1021 Kata
Ryan masih bergeming dengan kedua mata terpejam. Telapak tangannya pun masih ia letakan erat di area perutnya di mana dokumen yang baru saja ia ambil tersembunyi di dalam sana. Pria itu benar-benar dilanda rasa dilema, apakah ia akan melarikan diri seperti seorang maling? Atau, ia akan mengungkap jati dirinya kepada wanita bernama Isabella? "Jawab pertanyaan aku, Ryan!" bentak Bella, suaranya terdengar nyaring hingga memantul di udara. "Apa kamu sengaja mendekati aku?" Bella perlahan mulai berjalan menghampiri. "Apa kamu punya niat tersembunyi? Kenapa kamu diam-diam masuk ke ruangan kerja suamiku dan mencuri? Jawab aku, Ryan! Kamu tau, kamu satu-satunya orang yang aku percaya di dunia ini. Kenapa kamu tega ngebohongi aku!" Ryan akhirnya memutar badan bertepatan saat kedua kaki Isabella berhenti tepat di depannya. Mereka berdiri saling berhadapan, kedua mata Bella nampak tajam menatap wajah Ryan, bola matanya bahkan mulai memerah dan berair. Wanita itu terlihat begitu kecewa, orang yang selama ini ia percaya ternyata menyembunyikan sesuatu darinya. Ryan balas menatap wajah Isabella. Telapak tangannya perlahan mulai bergerak mengeluarkan dokumen yang sempat ia ambil lalu menyerahkannya kepada sang majikan. Isabella mengerutkan kening seraya menerima apa yang diberikan oleh Ryan Prayoga. "Apa ini?" tanyanya, tatapan matanya tidak beranjak sedikitpun dari wajah tampan seorang Ryan. "Anda liat aja sendiri, Nyonya," jawab Ryan dengan ekspresi wajah seperti biasa. Bella mendengus kesal seraya membaca dengan seksama beberapa lembar kertas yang berada di tangannya. Kedua matanya pun seketika membulat sempurna seraya menutup mulutnya menggunakan telapak tangannya sendiri. "Ini?" gumamnya, merasa tidak percaya setelah membaca sejumlah laporan bahkan bukti transaksi keuangan gelap suaminya. "Suamiku melakukan suap-menyuap? Dia bahkan mengeluarkan uang miliaran buat memuluskan proyeknya? Astaga!" "Bukan hanya itu saja, Nyonya. Coba Anda baca dokumen yang satunya lagi," pinta Ryan karena baru satu lembar dokumen yang diperiksa oleh Bella. Isabella membaca dokumen lainnya di mana identitas korban kecelakaan para penambang lengkap dengan poto mereka terpampang nyata. Buliran bening yang semula sempat ia tahan akhirnya berjatuhan membasahi wajah cantik seorang Isabella. "Aku gak nyangka kalau Antoni bisa melakukan hal sekeji ini," gumam Bella, tubuhnya seketika melemas bahkan hampir saja tumbang. "Nyonya," sahut Ryan, seraya menahan kedua bahu Bella guna menopang tubuhnya agar tidak tumbang. "Saya tahu Anda pasti akan terkejut setelah tahu hal ini. Maaf karena saya baru kasih tau masalah ini sekarang. Saya tak bermaksud unt--" "Kamu gak nanya apa aku baik-baik aja setelah tau masalah ini?" sela Bella kedua matanya kembali menatap wajah Ryan Prayoga. "Eu ... itu, bukannya Anda pernah meminta saya buat tak mengatakan itu lagi?" Bella menghela napas panjang seraya menyeimbangkan tubuhnya yang sempat akan tumbang. Wanita itu mencoba untuk tetap berdiri di kedua kakinya sendiri meskipun ingin rasanya ia lari dari kenyataan yang sangat menyakitkan ini. "Apa Anda mau saya antar ke kamar Anda, Nyonya?" tanya Ryan, seraya menurunkan telapak tangannya yang semula menahan kedua sisi bahu Isabella. "Nggak, ada banyak yang mau aku tanyakan sama kamu, Ryan. Kita ke paviliun aja," jawab Bella dan hanya ditanggapi dengan anggukan patuh oleh sang bodyguard. *** Bella duduk di ruangan paviliun, kedua matanya nampak tajam menatap wajah Ryan yang saat ini duduk tepat dihadapannya. Dokumen yang sempat ia genggam pun sudah berada di atas meja. Sementara Ryan, kepalanya nampak menunduk. Pria itu bahkan tidak berani hanya untuk sekedar menatap wajah Isabella. "Jelaskan sama aku, siapa kamu sebenarnya?" tanya Bella dingin. "Sebelumnya saya minta maaf, Nyonya Isabella. Saya tak bermaksud buat membohongi apalagi membodohi Anda. Saya benar-benar min--" "Aku gak butuh permintaan maaf kamu, Ryan. Yang aku tanyakan itu, siapa kamu sebenarnya? Kenapa kamu mengambil dokumen dari ruangan suamiku?" sela Bella bahkan sebelum Ryan sempat menyelesaikan apa yang hendak ia ucapkan. "Saya salah satu aparat yang menolak suap dari suami Anda, Nyonya." "Aparat? Eu ... maksud kamu? Maaf, aku gak paham, Ryan. Kamu masih muda, rasanya agak gimana gitu anak muda seperti kamu jadi aparat!" "Sebenarnya, saya mantan Bupati di daerah tambang emas tempat suami Anda melakukan penambangan, Nyonya. Hampir seluruh aparat di sana menerima suap dari suami Anda." Ryan melanjutkan ucapannya. "Saya terpaksa menyerahkan jabatan saya karena saya difitnah menerima suap, padahal yang terjadi adalah sebaliknya. Mereka yang memfitnah sayalah yang menerima uang haram itu." "Kenapa kamu menolak pemberian suamiku? Aku lihat tadi jumlahnya lumayan besar lho, bahkan ada yang menerima uang sebesar satu miliar segala." Ryan tersenyum sinis seraya menyandarkan punggung berikut kepalanya di sandaran kursi. "Mohon maaf, saya tidak tertarik sama uang haram. Manusia itu pada dasarnya selalu saja merasa kurang, tidak pernah puas dengan apa yang dimiliki dan selalu haus akan kekuasaan dan harta yang sebenarnya tidak akan di bawa mati, Nyonya," jawab Ryan dingin. "Selain itu, dibandingkan dengan uang miliaran yang diterima, kerugian yang diderita oleh penduduk lokal di sana lebih besar. Banyak bekas galian yang dibiarkan begitu saja, kekayaan alam yang seharusnya dinikmati dan dikelola oleh penduduk pribumi malah dinikmati oleh orang asing." Bella seketika bergeming seraya menatap lekat wajah Ryan Prayoga. Pria itu benar-benar mengagumkan. Bagaimana bisa ada manusia yang menolak menerima uang dalam jumlah yang sangat besar bahkan mencapai miliaran rupiah? Ryan Prayoga benar-benar pejabat jujur juga laki-laki sejati. Ya, meskipun sejati di sini bukan dalam artian pria perkasa. Di matanya, Ryan tetap saja salah satu dari mereka para kaum pelangi. "Kenapa Anda ngeliatin saya kayak gitu, Nyonya? Saya ngerasa gak nyaman sama tatapan Anda itu," tanya Ryan menggaruk kepalanya sendiri yang sebenarnya tidak terasa gatal. "Sayangnya kamu boti, Ryan," celetuk Bella membuat Ryan seketika membulatkan bola matanya. "Hah? Eu ... apa hubungannya sama masalah ini, Nyonya?" Ryan seketika merasa gugup dan salah tingkah. "Andai saja kamu laki-laki sejati, mungkin aku udah jatuh cinta sama kamu." Wajah seorang Ryan seketika memerah tersipu malu. Hidungnya pun nampak mengembang bahkan semakin merasa gugup. Pria itu seketika tersenyum hambar tanpa menimpali ucapan sang majikan. "Apa yang akan kamu lakukan sama suamiku, Ryan?" tanya Bella, ekspresi wajahnya seketika berbuah serius. "Ada satu hal lagi yang belum saya beritahukan sama Anda, Nyonya." "Maksudnya, ada hal lain yang kamu sembunyikan dari aku?" "Anda ingat apa yang dibicarakan sama suami Anda di telpon? Dia meminta orang buat mencari dan menghabisi nyawa seseorang." Bella menganggukkan kepalanya dengan kening yang dikerutkan. "Orang itu adalah saya, Nyonya. Orang yang dicari dan ingin dihabisi oleh suami Anda itu, saya." Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN