Bab 18. Jangan bergerak Seperti Maling, tapi Bekerjalah Sehalus Mungkin

1002 Kata
"Baik, Tuan. Saya akan mencari tau seperti apa wajah orang itu," jawab Joni patuh. "Kau tidak perlu menunjukkannya sama saya, tapi kau dan anak buahmu yang harus tahu seperti apa wajah si b******k itu. Jangan terlalu bodoh jadi orang, Jon!" sahut Antonio seraya menyandarkan punggung berikut kepalanya disandaran kursi. "Baik, Tuan." *** Masih di malam yang sama, tepatnya pukul 03.00 dini hari. Ryan berjalan menerobos ruangan gelap dengan mengendap-endap, pria itu dengan sengaja kembali ke ruangan kerja Antoni karena ingin mencari bukti tentang berbagai kecurangan yang dilakukan oleh perusahaan tambang milik pria itu. Seperti bukti bahwa Antoni memberikan uang suap kepada aparat desa untuk memuluskan proyek pertambangan, nama-nama pejabat yang ikut bekerja sama dengan perusahaan itu dan mendapatkan dana hibah yang jumlahnya diperkirakan tidak main-main. Ryan perlahan mulai membuka pintu ruangan pelan dan sangat hati-hati berusaha untuk tidak menimbulkan suara. Pria itu pun segera menutup pintu setelah ia masuk ke dalam sana. Ryan menatap sekeliling ruangan dengan minim pencahayaan, senyuman kecil nampak mengembang di kedua sisi bibirnya. "Saya harus mendapatkan bukti kecurangan si Antoni, syukur-syukur kalau saya dapat dokumen tentang pencucian uang yang dia lakukan," gumam Ryan. Pria itu mulai berjalan mendekati meja lalu berhenti kemudian berjongkok tepat di depan brangkas. Ryan menatap benda yang terbuat dari emas murni itu, sinar kekuningan nampak bercahaya mendominasi kegelapan yang ada. Kedua matanya nampak lekat menatap tombol yang berada di permukaan benda tersebut. Ryan memejamkan kedua matanya mencoba untuk mengingat saat Bella menekan tombol tersebut secara acak. "221324," gumam Ryan, lalu menekan tombol dengan nomor yang baru saja ia sebutkan. "Sial, seingat saya itu password-nya." Pria itu kembali mengingat dengan sangat keras, kedua matanya pun kembali terpejam sejenak sebelum akhirnya kembali menekan tombol yang sama hanya nomor belakangnya saja yang ia ganti dengan nomor sembilan. Suara klik samar-samar terdengar seiring dengan pintu brangkas yang seketika terbuka. Ryan tersenyum lebar bahkan sangat lebar karena ia berhasil membuka brankas tersebut. "Mampus kau, Antoni. Tamat riwayat kau," gumamnya seraya menatap tumpukan emas batangan juga gepokan uang yang berada di dalam sana. Sama halnya dengan Isabella, ia sama sekali tidak menyentuh barang berharga bernilai miliaran itu, telapak tangannya perlahan mulai bergerak meraih dan mengeluarkan beberapa lembar dokumen yang berada di bawahnya. Ryan membaca satu-persatu dokumen tersebut dan mencari apa yang ia cari. "Ada!" sahutnya saat melihat satu lembar dokumen bertuliskan bukti transaksi dan transfer uang kepada beberapa pejabat penting di desanya. "Dasar b******k, jadi si Antoni itu menyuap mereka dengan uang miliaran? Itu sebabnya mereka diam aja saat lingkungan kami rusak dan bekas tambang dibiarkan begitu aja? Benar-benar kurang ajar." Ryan kembali bergumam sendiri menahan rasa geram. Pria itu pun segara mengamankan dokumen tersebut dan menyembunyikannya di balik pakaian yang ia kenakan. Setelah ia rasa cukup, Ryan hendak kembali menutup pintu brangkas. Namun, pria itu seketika menahan gerakan tangannya saat melihat satu dokumen yang tidak sempat ia ambil. Ryan seketika mengerutkan kening lalu meraih lembaran kertas tersebut. "Ini?" gumamnya kembali membaca dengan seksama apa yang tertulis di sana. Di kertas tersebut, tertera nama-nama penambang yang tewas karena kecelakaan yang sempat terjadi beberapa tahun yang lalu. Tidak hanya itu aja, identitas korban lengkap dengan Poto ukuran 3x4 tertera juga di sana. "Beni?" Ryan kembali bergumam saat membaca satu nama. "Jadi, dia ikut jadi korban juga? Tapi kenapa keluarganya tak dapat uang kompensasi seperak pun dari perusahaan itu? Benar-benar b******n si Antoni." Tubuh Ryan seketika melemas, untuk beberapa saat otaknya benar-benar dipenuhi dengan rasa dendam kepada suami dari wanita bernama Isabella. Sepertinya, mendekap di dalam penjara saja tidak cukup untuk menghukum pria berperut buncit itu. Nyawa harus di bayar dengan nyawa, Ryan sudah kehilangan sahabatnya karena bekerja di pertambangan emas milik Antonio. "Awas aja kau, Antonio. Saya gak akan melepaskan kau, nyawa harus dibayar dengan nyawa. Saya akan habisi nyawa aku, b******k!" gumam Ryan, rasa dendam itu benar-benar telah menguasai jiwanya, tekadnya untuk menghancurkan pria bernama Antonio pun sudah bulat dan tak dapat di negosiasikan lagi. Ryan Prayoga kembali menutup brangkas tersebut lalu berdiri tegak dan hendak melangkah. Namun, langkah seorang Ryan seketika terhenti lalu kembali menatap benda itu. "Apa saya ambil aja batangan emas dan uang yang ada di brangkas ini buat mengganti kerugian mereka para korban kecelakaan," gumamnya pelan. 'Jangan bergerak seperti maling, bergeraknya sehalus mungkin.' Kalimat yang sempat diucapkan oleh Bella seketika terngiang di telinganya. Ya, ia tidak boleh bergerak seperti maling. Ia hanya perlu mengambil bukti transaksi suap dan bukti bahwa kecelakaan para penambang emas itu benar-benar terjadi. Untuk saat ini, hanya itu yang ia butuhkan. Namun, jika Antonio masih berkilah dan enggan untuk memberikan kompensasi kepada para korban di mana salah satu dari mereka adalah sahabatnya sendiri, maka dengan sangat terpaksa ia akan menjadi maling dan mengambil seluruh barang berharga yang berada di sana. Jika perlu, ia akan menguras habis seluruh harta yang di miliki pria bernama Antonio. Ryan akhirnya memutuskan untuk keluar dari dalam ruangan tersebut setelah ia rasa cukup mendapatkan bukti yang ia inginkan. Pria itu pun segera membuka pintu lalu keluar dari dalam sana. Ryan berjalan mengendap-endap di ruangan luas yang dilengkapi perabotan mahal dan mewah dengan pencahayaan yang sangat minim. "Saya harus segera keluar sebelum ada yang melihat saya di sini," gumamnya lagi, seraya menatap sekeliling di mana kegelapan mendominasi rumah mewah tersebut. Akan tetapi, langkah seorang Ryan seketika terhenti saat lampu utama tiba-tiba saja menyala mengejutkannya juga menyilaukan mata. Tubuh Ryan seketika gemetar saat mendengar suara yang sangat ia kenal menyerukan namanya dari arah belakang. "Ryan?" seru Bella antara percaya dan tidak percaya. "Ka-kamu ... la-lagi ngapain kamu di sini?" Ryan seketika bergeming, telapak tangannya ia letakan di antara perutnya sendiri di mana dokumen yang baru saja ia ambil tersembunyi di dalam sana. Ia benar-benar menyesalkan mengapa aksinya sampai diketahui oleh Isabella. Lantas, apa yang akan ia lakukan sekaranglah? Apa dirinya akan melarikan diri seperti maling? Atau, ia akan menghadapi Bella dan jujur kepada wanita itu tentang siapa dirinya sebenarnya? Ryan Prayoga seketika dilanda rasa dilema. "Jawab pertanyaan aku, Ryan?" tanya Bella dengan nada suara lantang. "Kenapa kamu bisa ada di sini? Siapa kamu sebenarnya, Ryan? Apa kamu maling, hah?" Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN