Bab 4. Tugas dan Kewajiban Seorang Istri

1062 Kata
"Gimana, apa rasanya enak?" tanya Tiara seraya menyuapkan satu sendok makanan ke dalam mulutnya sendiri. "Biasa aja," jawab Bagus tanpa menoleh, wajahnya nampak menunduk begitu menikmati makanan yang sedang dia santap. Tiara tersenyum menyeringai. "Masa sih? Biasa aja ko makannya lahap gitu? Enak kali," decak Tiara. Bagus tidak menanggapi ucapan istrinya. Dia benar-benar makan dengan begitu lahapnya hingga piring yang semula terisi penuh dengan makanan, kini kosong tidak bersisa satu butir nasi pun. Bagus meraih gelas berisi air putih lalu meneguknya secara perlahan. Perutnya benar-benar merasa kenyang. "Waaah! Perut saya kenyang banget," ucap Bagus menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. "Katanya rasa masakanku biasa aja, tapi ko makannya sampai habis gitu," ledek Tiara tersenyum cengengesan. Wajah Bagus seketika memerah menahan rasa malu. "Ya, emang rasa masakannya biasa aja, sayanya aja yang lagi lapar makannya saya habisin makanan di piring saya ini," elak Bagus merasa gengsi jika dia harus mengakui bahwa makanan yang dimasakkan oleh istrinya benar-benar luar biasa. "Ya udah iya, terserah kamu aja, Mas. Aku puas ko karena kamu udah makan masakan aku, sampai piring kamu benar-benar kosong," sahut Tiara menatap wajah Bagus dengan wajah ceria. "Mulai sekarang, aku bakalan masakin kamu setiap hari. Pokoknya, kamu tak usah makan di luar, oke?" "Terserah kamu aja," jawab Bagus dingin. Bagus seketika bangkit dan hendak membereskan piring kotor bekas dia pakai. Hal yang memang sudah biasa dia lakukan karena selama ini, dirinya tinggal sendirian dan sudah terbiasa melakukan pekerjaan rumah sendiri. "Kamu mau apa, Mas?" tanya Tiara, keningnya seketika mengkerut heran. "Jangan bilang kalau kamu mau membereskan piring kotor?" "Memangnya kenapa? Saya sudah terbiasa ko membereskan bekas makan saya sendiri," jawab Bagus, menatap sinis wajah istrinya seperti biasa. Tiara menarik napas panjang lalu menghembuskannya secara perlahan, dia pun berdiri dan berjalan menghampiri. "Tak usah, Mas. Sekarang 'kan sudah ada aku istri kamu. Apa yang biasa kamu lakukan sendiri, kini menjadi kewajibanku untuk melakukannya. Ya, meskipun tugas seorang istri itu bukan hanya melayani suaminya di atas meja makan, tapi--" Tiara menahan ucapannya seraya meraih pikir kotor bekas makan suaminya. "Tapi melayani suami di atas ranjang juga salah satu tugas seorang istri," sahut Tiara dengan wajah datar lalu berjalan ke arah tempat cuci piring. "Melayani suami di atas ranjang memang tugas seorang istri, tapi apa kamu mau kita melakukan hubungan suami istri tanpa adanya rasa cinta?" tanya Bagus tersenyum menyeringai. "Saya sih bisa saja melakukan kewajiban saya sebagai seorang suami dalam memberikan nafkah batin kepada kamu, tapi apa kamu tidak keberatan menyerahkan kesucian kamu kepada saya yang sama sekali tidak mencintai kamu?" Tiara bergeming. Telapak tangannya yang tengah membasuh piring kotor pun seketika gemetar. Ucapan suaminya terdengar begitu menyakitkan. Wanita berusia 25 tahun itu seketika memejamkan kedua matanya, mencoba untuk menekan rasa sakit yang sedang dia rasakan. "Kalau kamu tidak merasa keberatan sama sekali, saya tak masalah jika kita melakukan hubungan suami Istri," imbuh Bagus meneruskan ucapannya. "Sebagai laki-laki normal, saya tak akan menolak ketika disuguhkan ikan segar seperti kamu, Tiara." Wajah Tiara seketika merah padam menahan rasa kesal. "Lebih baik kamu istirahat, Mas. Jangan ngomongin hal yang tak penting," ujar Tiara mencoba untuk mengendalikan emosinya. "'Kan kamu sendiri yang mulai, pake ngebahas masalah kewajiban seorang istri segala lagi," decak Bagus tersenyum menyeringai. Tiara tidak menanggapi ucapan suaminya. Dia pun berbalik dan mulai merapikan meja makan. Wanita itu memasukan sisa makanan yang dia masak ke dalam kulkas agar bisa dipanaskan keesokan harinya. Semua itu Tiara lakukan tanpa rasa canggung seolah telah terbiasa melakukan hal tersebut. Padahal, wanita ini tumbuh dan besar dari keluarga berada. Anak yang tumbuh dari keluarga kaya raya cenderung manja dan kebanyakan dari mereka tidak terbiasa dengan pekerjaan rumah tangga. Namun, hal yang berbeda ditunjukkan oleh Tiara, wanita ini seperti sudah terbiasa melakukan pekerjaan yang biasa dikerjakan oleh asisten rumah tangga. Bagus menatap Tiara lekat. "Jangan liatin aku kayak gitu, Mas. Nanti kamu jatuh cinta sama aku lho," celetuk Tiara membuat Bagus seketika membulatkan bola matanya. "Hah? Hahahaha! Jangan menghayal terlalu tinggi, Tiara. Astaga!" decak Bagus menertawakan. "Awas lho, jangan sampai menjilat ludah kamu sendiri," sinis Tiara seraya melepaskan celemek yang semula melingkar ditubuhnya. "Akh! Sudahlah, saya lelah. Saya istirahat dulu," sahut Bagus seketika bangkit dan hendak meninggalkan ruang makan. Namun, laki-laki itu seketika menghentikan langkah kakinya tatkala mendengar suara pintu rumahnya di ketuk. "Ada tamu, Mas," sahut Tiara keningnya seketika mengkerut heran. "Kamu lihat siapa yang datang, saya ngantuk," pinta Bagus dan segera di jawab dengan anggukkan oleh istrinya. Laki-laki itu berjalan menuju kamar miliknya, sementara Tiara berjalan ke arah pintu depan lalu membukanya kemudian. Dia seketika bergeming tatkala melihat seorang wanita yang tengah berdiri tepat di depan pintu. Ya, dia adalah Dona kekasih dari suaminya sendiri. Kedua tangan Tiara seketika mengepal sempurna. "Mau apa kamu datang ke sini?" tanya Tiara sinis. Dona mengabaikan pertanyaan Tiara. Dia masuk ke dalam rumah begitu saja bahkan sebelum dipersilahkan oleh sang pemilik rumah. Hal tersebut tentu saja membuat Tiara merasa kesal. "Tak usah banyak tanya, di mana Mas Bagus?" tanya Dona dengan wajah datar. Tiara menarik pergelangan tangan Dona kasar. "Dasar gak sopan, aku belum mempersilahkan kamu masuk lho. Apa kamu tak pernah diajarkan tatakrama sama orang tua kamu?" Dona tersenyum menyeringai lalu menepis telapak tangan Tiara tak kalah kasar. "Rumah ini rumah pacar aku, buat apa aku menunggu untuk dipersilahkan segala?" ucapnya menatap wajah Tiara sinis. "Lagi pula, ini bukan pertama kalinya aku datang ke sini. Apa kamu tahu, rumah ini adalah rumah yang akan kami huni setelah kami menikah, tapi apa? Kamu malah menghancurkan semua impian kami!" "Mas Bagus ada di kamarnya, apa kamu mau aku panggilkan dia?" ujar Tiara membuat Dona seketika mesra terkejut tentu saja. Bagaimana bisa wanita ini menawarkan diri untuk memanggil Bagus suaminya sendiri? Apa wanita ini memiliki hati malaikat yang tidak mengenal rasa sakit hati? Perasaan Dona tiba-tiba saja merasa tidak enak. Sebenarnya, apa yang sedang direncanakan oleh wanita bernama Tiara ini? "Tak perlu, aku akan ke kamar Mas Bagus sendiri," tolak Dona hendak berjalan ke arah belakang. "Tunggu, Dona," pinta Tiara seketika berdiri tepat di depan tubuh Dona. "Sikap kamu ini sudah benar-benar keterlaluan, aku sudah menawarkan diri buat manggilin Mas Bagus ke sini, tapi kamu malah mau nerobos masuk ke kamar kami." Ke dua mata Dona seketika membulat sempurna. "Kamar kami?" tanya Dona, hatinya seketika terasa panas karena api cemburu. "Iya, kamar kami. Apa kamu lupa kalau pacar kamu itu adalah suamiku? Kamar suamiku ya kamarku juga dong," ujar Tiara dengan penuh rasa percaya diri. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN