Bab 6. Tinggal di Kamar yang Sama

1041 Kata
Bagus sontak berdiri tegak seraya menyeka bibirnya yang basah akibat air yang dia semburkan dari mulutnya sendiri. Laila sang ibu datang ke rumahnya secara tiba-tiba membuatnya merasa terkejut. Apa yang akan terjadi jika ibunya sampai tahu bahwa dia tinggal di kamar yang terpisah dengan Tiara, istrinya sendiri? "Mas! Mas Bagus!" terdengar suara lantang Tiara memanggil namanya. Sepertinya, wanita itu pun sama terkejutnya seperti dirinya. Bagus segera bejalan dengan tergesa-gesa menuju ruangan depan di mana Tiara dan ibunya berada. "Iya, sayang! Mas datang," sahut Bagus dengan nada suara lantang. "Ibu? Kenapa Ibu tak bilang akan datang ke sini? Kalau saya tahu Ibu mau ke sini, saya pasti akan menjemput Ibu." Bagus menyalami telapak tangan sang ibu sopan. Laki-laki itu berusaha untuk bersikap tenang meskipun perasaanya sebenarnya tidak karuan. Dia melirik ke arah Tiara seraya tersenyum cengengesan. Hal yang sama pun dilakukan oleh Tiara. Dia balas menatap wajah suaminya dengan kening yang dikerutkan. Sepertinya, sepasang suami-istri itu sedang memikirkan hal yang sama yaitu, bagaimana caranya agar Laila tidak mengetahui bahwa mereka tinggal di kamar yang terpisah? "Kalian kenapa? Apa kalian tidak senang karena Ibu berkunjung kemari secara tiba-tiba?" tanya Laila menatap wajah putra serta menantunya secara bergantian. "Apa kalian merasa terganggu dengan kehadiran Ibu?" "Hah? Eu ... tidak ko, Bu. Siapa bilang saya merasa terganggu dengan kedatangan Ibu?" jawab Bagus seraya menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak terasa gatal sama sekali. "Saya justru senang karena Tiara ada teman, hari ini saya harus kembali bekerja soalnya." "Iya, Bu. Mas Bagus sudah harus ngantor hari ini. Padahal, kami baru satu hari menikah lho. Seharusnya Mas Bagus bisa cuti lebih lama," imbuh Tiara seketika melingkarkan telapak tangannya di pergelangan tangan suaminya mesra. "Kami jadi gak ada waktu buat nikmati masa-masa indah sebagai pengantin baru. Iya 'kan, Mas?" Tiara seketika menoleh dan menatap wajah suaminya seraya mengedipkan satu matanya sebagai isyarat. Bibirnya pun nampak tersenyum lebar hanya untuk memperlihatkan bahwa rumah tangga yang baru saja dia jalani ini dalam keadaan baik-baik saja. Bagus balas menatap wajah istrinya seraya tersenyum dipaksakan. "I-iya, Bu. Saya sama Tiara tak ada waktu buat menikmati masa-masa indah sebagai pengantin baru. Kami juga terpaksa menunda rencana bulan madu kita." Ke dua mata Tiara seketika membulat sempurna. "Bulan madu?" tanyanya merasa bingung. "Iya, sayang. Masa kamu lupa? Kita 'kan berencana akan berbulan madu ke Pulau Bali?" sahut Bagus, kali ini giliran dia yang mengedipkan satu mataya sebagai isyarat. "Oh iya, aku lupa. Hehehe!" Tiara tersenyum cengengesan lalu mengalihkan pandangan matanya kepada Laila. "Hmm! Begitu rupanya," ujar Laila seraya berjalan ke arah kursi lalu duduk dengan bersilang kaki. "Rencana bulan madu kalian bisa dilakukan kapan saja. Sebenarnya, bulan madu itu tidak perlu pergi tempat yang jauh ko. Bagi pasangan pengantin baru seperti kalian, di rumah pun bisa dijadikan tempat untuk berbulan madu." "Benar juga!" decak Bagus, lagi-lagi dia tersenyum cengengesan merasa salah tingkah. Tiara dan Bagus berjalan ke arah kursi lalu duduk saling berdampingan. Telapak tangan mereka pun masih saling bertautan erat seolah tanpa sadar. Tiara tiba-tiba saja melepaskan tautan tangan suaminya lalu kembali berdiri tegak. "Ibu pasti haus, aku buatkan minuman dulu ya, Bu," ucap Tiara dan hanya di jawab dengan anggukkan oleh ibu mertuanya, dia berjalan ke arah dapur dengan perasaan gugup. ''Ya Tuhan. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Bagaimana kalau Ibu sampai tahu bahwa aku tinggal di kamar tamu?" batin Tiara seraya meraih cangkir berwarna coklat. "Tiara," bisik Bagus tiba-tiba sudah berada di belakang tubuh Tiara seketika mengejutkannya. "Mas! Kamu apaan sih? Aku kaget lho, untung cangkirnya gak aku lempar," decak Tiara merasa kesal. "Stttt! Jangan keras-keras nanti kedengaran sama Ibu," pinta Bagus seraya meletakan jari telunjuknya di bibirnya sendiri. "Apa yang akan kita lakukan sekarang? Ibu biasa tidur di kamar tamu. Kalau dia tahu kamar tamu di gunakan sama kamu, gimana?" "Itu dia, Mas. Aku juga lagi mikirin hal itu," ujar Tiara seraya mengigit bibir bawahnya keras. "Untungnya aku belum sempat mengeluarkan semua pakaianku dari koper." "Koper kamu masih utuh?" "Masih." "Bagus!" Tiara mengerutkan kening tanda tidak mengerti. Kenapa Bagus mengucapkan namanya sendiri? Tiara memutar bola matanya ke kiri dan ke kanan mencoba untuk berpikir. Di situasi genting seperti ini, mengapa otaknya tidak dapat berfungsi dengan benar? "Saya akan mengalihkan perhatian Ibu. Saya akan membawa Ibu ke halaman belakang," ucap Bagus dengan nada suara pelan. "Nah, kamu gunakan kesempatan itu untuk membawa koper kamu ke kamar kita." "Kamar kita?" kening Tiara kembali mengkerut heran. "Maksudnya kamar saya. Astaga!" decak Bagus seketika mengusap wajahnya kasar. Tiara menghela napas lega. "Benar juga. Mengapa aku tak kepikiran hal itu ya," ujarnya seraya menuangkan gula berikut teh ke dalam cangkir yang sedari tadi hanya dia genggam. "Dasar lelet!" celetuk Bagus. "Siapa yang lelet?" Tiara sinis. "Otak kamu yang lelet," umpat Bagus lalu berbalik dan meninggalkan ruang makan. "Dih! Dasar Bagus kulkas 2 pintu, dinginnya minta ampun," keluh Tiara mulai menuangkan air ke dalam cangkir. *** Bagus benar-benar membawa Laila ke halaman belakang. Sedangkan Tiara segera memindahkan koper miliknya ke dalam kamar suaminya dengan sangat hati-hati juga tergesa-gesa agar aksinya tidak diketahui oleh ibu mertuanya. Wanita itu menatap sekeliling kamar bernuansa putih bersih. Tidak terlalu banyak perabotan di kamar tersebut, hanya ada ranjang berukuran besar dan lemari pakaian juga kursi sudut yang terletak tepat di depan jendela kamar. Jantung Tiara seketika berdetak kencang. Apa mereka benar-benar akan tinggal di kamar yang sama mulai sekarang? "Kamu lagi ngapain?" tanya Bagus, membuka pintu kamar lalu masuk ke dalamnya kemudian. "Ibu akan menginap selama beberapa hari di sini. Katanya sih pengen ngerasain tinggal sama menantunya." "Serius? Ibu mau menginap selama beberapa hari di sini?" tanya Tiara, kedua matanya seketika membulat sempurna. "Kenapa kamu kaget kayak itu? Ibu memang sering ko menginap di sini," tanya Bagus meraih dasi berwarna merah lalu melingkarkan di lehernya sendiri. "Eu ... jadi, selama Ibu menginap di sini kita akan tidur di kamar yang sama setiap malam?" tanya Tiara, pikirannya seketika melayang memikirkan hal yang bukan-bukan. Bagus sontak menghentikan gerakan tangannya lalu menatap tajam wajah istrinya, "Memangnya kenapa? Meskipun kita tidur di kamar yang sama, saya bisa ko tidur di lantai. Kamu tak usah gugup kayak gitu, Tiara. Saya sudah berjanji kepada Dona tidak akan pernah menyentuh kamu," jawab Bagus santai lalu melanjutkan aktifitasnya. ''Dasar suami tak punya perasaan, memangnya gak bisa apa dia nyenengin hati istrinya sekali aja," decak Tiara di dalam hatinya. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN